Kini Kau Dan Aku Bersama

1578 Kata
Malam ini mereka terlihat bahagia. Padahal aku cuma mengajak mereka makan di tempat makan lesehan tak jauh dari rumah. Nita terlihat sudah mulai akrab dengan Veldi, anak ku. Senang rasanya melihat mereka akrab. Aku seperti memiliki keluarga yang kembali utuh. " Coba saja hubungan kita di restui ya Ta" ujarku sambil menoleh ke arah nya. Veldi sedang asyik bermain handphone. Nita tak menjawab, dia masih sibuk menghabiskan sisa makanan nya. " Sabar aja mas. Kalau ada jodoh pasti kita bisa bersama" jawabnya sendu bercampur pasrah. " Lalu bagaimana dengan orang yang kata abang kamu mau di jodohkan sama kamu? " tanyaku.   " Ya mau bagaimana namanya aku gak suka. Cinta itu kan soal hati dan perasaan, tidak bisa di paksakan. Mereka selalu mengkhawatirkan kondisi ekonomi kita jika kita bersama. Padahal aku sendiri percaya jika rezeki kita sudah di atur. Ya kan? " Aku mengangguk meng iya kan. " Lagian, sebagai keluarga seharusnya mereka itu mendukung. Niat kamu baik, sudah bicara baik baik, kamu bukan tipikal orang pemalas. Lantas apa yang mereka khawatirkan atasmu? Aku sudah bicara beberapa hari lalu, sekarang malah alasan nya karena kamu bukan orang asli sini. Khawatir suatu saat kamu meninggalkan aku. Malah lebih tidak rasional lagi kan? seolah mereka itu mendahului Tuhan. Bakal tahu dengan apa yang akan terjadi nanti. Kalau bapak itu bagaimana kata abang ku. Dia sebenarnya yang menjadi sumber masalah ini. Padahal bukan orang yang tidak berpendidikan dia tuh, tapi sikapnya sama sekali tidak mencerminkan seorang akademisi" terlihat wajah kesal di wajah Nita. Ya, cukup wajar. Karena aku juga sebenarnya kesal. Alasan apapun dalam situasi yang kami alami ini, tidak bisa di benarkan. Karena posisi ku bukan sebagai seorang kriminal atau residivis atau individu yang bermasalah. Aku tak memberikan respon. Hanya ku tatap wajah mungil nya dalam dalam. " Mas, apapun yang terjadi, aku akan tetap memilih mu. Hati itu tidak bisa di bohongi. Aku sebagai seorang perempuan punya prinsip untuk menjalani kehidupan ku sendiri. Amit amit ya, tapi misalkan harus hidup susah pun aku siap asal bersamamu. Aku sudah curhat ke beberapa teman aku baik laki laki maupun perempuan. Mereka malah mentertawakan ku. Emang masih jaman cinta di paksakan? kata mereka. Bahkan ada yang bilang, ya sudah kawin lari saja" " Jangan lah, ya sudah kita bersabar saja dulu. Kita lihat perkembangan nya ke depan. Nanti aku bicara sama abang mu 4 mata secara laki laki" timpal ku. " Ah, jangan mas. Dia orang nya kaku. Aku juga sering di atur atur nya. Entah apa motivasi dia melakukan itu" sahutnya pelan. " Tapi permasalahan ini tidak akan selesai jika tidak di bicarakan. Karena sumber permasalahan kan sudah di ketahui, harus segera di selesaikan. Mau sampai kapan kita jalani konsep seperti ini? tidak baik juga kan?" ujarku. Kulihat ada garis gusar di raut wajahnya. Ku belai lembut kepalanya penuh cinta. Sungguh kami tidak menyangka hal ini akan kami alami. Tapi aku berjanji, sampai kapanpun aku akan mempertahankan nya. Pagi ini, ada email masuk dari sebuah perusahaan agregator. Beberapa lagu yang ku kirimkan ternyata lulus review. Lagu yang kukirimkan adalah lagu lagu ku yang dulu pernah aku masukkan sebagai demo ke major label. Sebagai musisi indie, tentu aku banyak sekali memiliki stock lagu. Apalagi sebagai musisi aku bisa memproduksi musik ku sendiri. Ya, syukurlah jika lagu lagu ku lulus review, berarti tak lama lagi lagu lagu ku akan bisa di play di paltform platform digital streaming platform di internet. Menciptakan lagu lagu baru tidaklah terlalu sulit. Karakter telinga orang Indonesia yang cenderung stereotip, membuat musisi indie seperti aku ini mudah membuat karya. Mengenai konsep, aku tinggal ambil beberapa kejadian fiksi yang aku temukan di internet. Atau kisah hidupku pribadi. Atau curhatan teman teman ku yang gak mainstream. Tapi kendala utama di era sekarang ini dalam industri musik adalah, selera mendengarkan musik yang cenderung sama dan tidak merata, sehingga hanya genre genre tertentu saja yang bisa survive. Sementara genre lain perlahan lahan seperti akan padam. " Dri, lo dimana?" ujar Faqih dari hp. " Ada di rumah Qi, kenapa Qi?" sahut ku. " Gue mau minta tolong bisa ga?" jawabnya. " Apaan tuh?" tanyaku kemudian. " Ya udah gue ke rumah lo ya sekarang, ga ganggu kan?" lanjutnya kemudian. " Enggaklah, ya udah kesini aja kita sambil ngopi. Dah lama juga kita ga ngobrol ngobrol kan?" " Ok, gue otw ya" balasnya. " Sip, di tunggu" sahut ku. Faqih adalah teman kerja ku di tempat kerja yang lama sebelum di tempat kerja yang terakhir aku kerja. Dia memiliki hobi yang sama dengan ku, yaitu bermusik. Pernah dulu sekali, sebelum akrab kami hampir baku hantam gara gara salah paham. Tapi setelahnya kami malah jadi akrab. Bahkan hampir seperti saudara. Aku sering membantu nya, dan dia pun sering membantu ku. Baik mengenai pekerjaan ataupun hal hal yang berhubungan dengan pribadi. " Lo udah gak gawe sekarang Dri?" ujarnya setibanya dia di rumah kontrakan ku. Aku menggeleng sambil meniup secangkir kopi yang masih panas. " Ya udah ayo gawe di tempat gue aja. Lagi butuh personil tuh" tukasnya. " Gampanglah, gue mau fokus di digital content dulu dah. Pengen tahu progress nya seperti apa bro. Bagian apa tuh yang kosong?" tanyaku kemudian. " Bagian pembersihan" jawabnya santai. " Pembersihan apa?" tanyaku serius. " Pembersihan kandang macan sama buaya.Hahahaha" balasnya sambil tertawa. " Suwe lo, kirain gue serius" balasku seraya tertawa. Basa basi kami membahas hal hal bersifat memori dan masa lalu. " Jadi gini Ndri, gue butuh bantuan lo" kali ini mimik wajahnya serius. Aku berusaha mendengarkan. " Nyokap gue kan nyuruh gue nikah mulu nih. Padahal usia gue kan baru 30 tahun. Gue masih pengen membujang Ndri. Nah, gue mau minta tolong ke lo, kasih paham nyokap gue biar gak nyuruh gue kawin mulu. Pengeng kuping gue tiap hari nyuruh gue kawin mulu" aku tersenyum. Ada ada aja nih kawan satu ini. " Emang kenapa sih lo, ya udah nikah lah. Kasian tar anak lo, masih kecil masih butuh biaya, bapaknya udah peyot" kelakar ku seraya tertawa. " Gue belum siap brader" Disambut dengan tawa yang memecah suasana. Sepulang dari rumah Faqih, aku putuskan untuk pergi ke rumah Nita tanpa memneritahukan kepadanya. Sudah 2 bulan berlalu setelah kejadian itu. Aku hanya ingin mendengar langsung dari bapaknya mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Aku ingin mencari informasi mengenai apakah sebenarnya bapaknya memang tidak merestui, ataukah ada intervensi dari abang nya Nita? Karena aku merasa lelah juga jika harus seperti ini terus. Niat yang baik seharusnya di sambut dengan baik pula. Bukan dengan alasan alasan yang menurutku ambigu. Suasana lumayan menegangkan juga ketika aku sampai ke rumah nya. Apalagi yang menyambutku adalah bapaknya. Aku merasa kikuk awal nya. Tapi akhirnya aku bisa menguasai keadaan. " Nita nya tidak ada nak Andri" tukas si bapak bahkan sebelum aku bertanya. Ku perhatikan wajahnya seperti ada yang tidak beres. Setelah kusalami dan ku cium tangan nya, aku berbisik kepada si bapak. " Pak, bapak ada waktu tidak sebentar saja, kita ngopi di luar yuk" awalnya dia melirik lirik ke belakang sambil celingukan, " Ada yang ingin saya tanyakan ke bapak, penting. Tapi sebaiknya kita bicara di luar pak" ucapku masih setengah berbisik. Lalu dia merangkulku sambil berjalan ke arah motor ku parkir. " Ayo nak buruan" ajak si bapak mengiyakan. Aku bergegas menyalakan motor ku dan langsung tancap gas. Kami mengobrol di sebuah rumah makan yang cukup jauh jaraknya dari rumah si bapak. Kami duduk di saung kecil di tepi danau dengan suasana sore dan angin sepoi sepoi. Setelah selesai menyantap hidangan, kami ngobrol ngobrol sembari menikmati secangkir kopi. " Apa yang mau nak Andri sampaikan?" tanya si bapak sambil membakar rokok kretek kegemaran nya. Aku menarik nafas panjang sebelum menjawab. " Sebelumnya saya mohon maaf jika saya ada kesalahan kepada bapak dan keluarga. Saya hanya ingin tahu alasan yang sebenarnya kenapa lamaran saya di tolak mentah mentah seperti itu pak? apakah murni kehendak bapak, atau ada intervensi dari pihak lain? karena saya merasa niatan saya baik dan saya bukan seorang kriminal" tukas ku sambil tersenyum dengan mimik wajah serius. Bapaknya Nita tidak langsung menjawab. Sejenak dia benahi posisi duduknya. " Begini nak, bapak juga mohon maaf kepada nak Andri atas sikap kami beberapa waktu yang lalu. Awalnya, bapak juga sudah merestui. hanya saja ketika abang nya Nita datang, dia tidak setuju jika Nita menikah dengan Nak Andri" aku masih serius mendengarkan. " Ketika kami berunding dengan abang nya, itu lumayan sengit waktu itu. Tapi karakter abang nya Nita memang seperti itu. Jika sudah kemauan nya, harus di turutin" lanjut si bapak. " Tapi kan orang tua nya Nita adalah bapak, kenapa malah abang nya Nita yang mengambil keputusan pak?" tanyaku penasaran. Kini bapaknya Nita yang gantian menarik nafas dalam dalam. " Selain memang wataknya yang keras, seluruh kebutuhan kami, dialah yang menanggung. Bapak sudah tua, hanya pensiunan karyawan biasa. Jadi segala kebutuhan bapak dan sekolah adik adik nya, dialah yang menanggung" Aku terdiam. Berarti benar, abangnya lah yang menjadi decision maker dalam keluarga mereka. Dan hal ini pun pernah di sampaikan oleh Nita sebelumnya. " Niat saya baik pak. Apakah tidak bisa jika di rundingkan kembali kepada abang nya Nita?" tanyaku. Si bapak menggeleng keras. Kami tidak berani nak. Bapak khawatir, jika kehendak nya kami bantah, dia tidak lagi mau membantu bapak. Makanya dengan sangat berat hati, bapak terpaksa menolak lamaran nak Andri" ujar si bapak perlahan. Aku terdiam. Ada rasa sedikit kesal dan dongkol dalam hati ku. Akan tetapi, aku harus tetap tenang. Karena aku yakin, niat yang baik pasti mendapatkan hasil yang baik.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN