Ketika Anda mengunjungi situs web kami, jika Anda memberikan persetujuan, kami akan menggunakan cookie untuk mengumpulkan data statistik gabungan guna meningkatkan layanan kami dan mengingat pilihan Anda untuk kunjungan berikutnya. Kebijakan Cookie & Kebijakan Privasi
Pembaca yang Terhormat, kami membutuhkan cookie supaya situs web kami tetap berjalan dengan lancar dan menawarkan konten yang dipersonalisasi untuk memenuhi kebutuhan Anda dengan lebih baik, sehingga kami dapat memastikan pengalaman membaca yang terbaik. Anda dapat mengubah izin Anda terhadap pengaturan cookie di bawah ini kapan saja.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Aku membasahi bibir, lama memperhatikan wajahnya, hingga akhirnya ia benar-benar menyuruh masuk ke mobil belakang. Sudah ada sopir yang siap meluncur. Rifat yang usianya sepantaran Om Farhan itu masuk dan duduk di kursi sebelahku. "Jalan," suruhnya dengan lugas. Di dalam mobil sangat hening, aku hanya terdiam karena tahu ia adalah pembunuh berdarah dingin. Pihak keluarga tidak ada yang tahu pembunuhan yang dilakukan olehnya, tentu ini sangat rapi, dan bisa juga terjadi padaku. "Kamu mau ikut campur urusan saya? Gitu kan maksudnya?" tanya Rifat sambil menyandarkan tubuhnya ke bahu kursi. "Nggak, siapa yang ikut campur, saya hanya orang miskin yang tinggal di rumah mertua," jawabku sengaja merendah. "Kenapa mengancam Desti segala?" tanyanya lagi. Ia menyebutkan nama Mama Desti itu