Ketika Anda mengunjungi situs web kami, jika Anda memberikan persetujuan, kami akan menggunakan cookie untuk mengumpulkan data statistik gabungan guna meningkatkan layanan kami dan mengingat pilihan Anda untuk kunjungan berikutnya. Kebijakan Cookie & Kebijakan Privasi
Pembaca yang Terhormat, kami membutuhkan cookie supaya situs web kami tetap berjalan dengan lancar dan menawarkan konten yang dipersonalisasi untuk memenuhi kebutuhan Anda dengan lebih baik, sehingga kami dapat memastikan pengalaman membaca yang terbaik. Anda dapat mengubah izin Anda terhadap pengaturan cookie di bawah ini kapan saja.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Om Farhan memang sering begitu, sama seperti papaku. Ia sebelas dua belas memang. Tidak seperti Mas Arlan dan Mas Gerry yang sangat jauh berbeda. Dulu aku pikir mereka satu rahim tapi beda watak, ternyata memang mereka tidak satu ibu makanya sifatnya pun tidak sama. Aku ambil tas kemudian keluar rumah, berhubung sudah ditunggu jadi aku tidak pamit pada siapa pun. Namun tiba-tiba saja Hesti menghadangku, anak gadis yang akan menikah dalam waktu dekat itu baru bangun tidur. "Mau ke mana, Mbak? Kok rapi banget, dandanan Mbak kayak orang mau ke kantor?" Hesti jadi bertanya-tanya padaku. Ia menyoroti dari ujung kaki hingga ujung kepala. Mungkin aneh dengan penampilanku yang biasanya memakai celana pendek dan kaos, kini memakai blazer dan celana. Aku membasahi bibir yang sudah merah, lalu