"Masih ingat jalan pulang juga kau?!"
Suara berat nan tegas menguar begitu saja di rungu Alice Blair. Dia baru saja kembali setelah selama satu minggu tidak pulang. Salahnya adalah, tidak mengabari Victor, pun melupakan janjinya pada pria itu.
Victor yang sedari tadi duduk di sofa ruang tamu kini beranjak dari duduknya. Berjalan begitu santai ke arah istrinya sembari tangannya terus menggoyangkan gelas yang berisi wine merah.
Pria itu memandangi istrinya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sungguh, dia sangat merindukan istrinya. Tapi rumah tangga mereka sudah tak seharmonis dulu. Selalu saja ada pertengkaran.
Entah itu hal kecil maupun besar. Penyelesaiannya akan berlarut-larut, seperti masalah kemarin. Yang menyebabkan Alice tak pulang selama seminggu.
Alice masih terdiam dan menatap lurus ke depan. Masih enggan menatap sang suami. Sebab dia sadar jika sudah melakukan kesalahan. Sedangkan Victor saat ini sudah berada di belakangnya. Dia memeluk tubuh Alice dari belakang.
Lalu tiba-tiba saja Victor melempar gelasnya ke sembarang arah hingga pecah berhamburan. Karena itu pula, Alice terkejut dan menutup matanya sebentar. Dia kembali membuka matanya dan melihat sosok suaminya sudah berdiri di hadapannya.
"Jawab!! Dari mana kau Alice?!!" bentak Victor. Pria itu mencengkram kedua bahu Alice dengan kuat hingga sang empu meringis kesakitan.
"Victor, sayang.. Jangan seperti ini. Kau menyakitiku." jawab Alice. Dia menunjukkan ekspresi yang begitu sedih dan kesakitan. Biasanya Victor akan luluh jika dirinya melakukan hal tersebut.
Dan benar saja, Victor melepaskan cengkeramannya pada bahu sang istri. Tapi rahangnya masih mengetat, pun emosinya tengah tertahan.
Alice membelai sisi wajah suaminya, tapi pria itu menepis tangan Alice dengan kasar. Tapi Alice tak peduli. Dirinya tetap nekat melakukannya meskipun lagi-lagi di tepis oleh Victor.
"Jangan begini sayang, aku merindukanmu!" seru Alice sembari memeluk tubuh sang suami.
Alice sangat tau jika Victor begitu mencintainya. Setiap kali mereka bertengkar, maka Victor sendiri yang akan mengalah. Jika mengingat hal itu sungguh Alice merasa di atas angin. Dia bisa menggenggam Victor Maverick sampai kapan pun.
Dia sebenarnya juga mencintai pria itu, tapi dirinya begitu muak setiap kali sang suami membahas perihal anak dan menyuruhnya berhenti sebagai seorang model. Tapi sayangnya Alice tidak tidak pernah ingin memiliki anak. Alasannya sudah jelas, tidak ingin bentuk tubuhnya menjadi buruk.
Alice terus memeluk Victor sembari mengusap-usap punggung kekar suaminya. Sedangkan Victor tak membalas pelukan sang istri sama sekali. Emosinya masih tertahan.
Sebenarnya Victor masih ingin marah pada Alice yang selalu saja kabur setiap kali mereka bertengkar. Dan sekarang dirinya tak bisa marah jika orang yang dicintainya sudah berlaku seperti ini.
"Jangan marah lagi, akhir-akhir ini kita sering bertengkar sayang. Aku sungguh sangat merindukanmu." ucap Alice.
Victor masih melihat ke arah lain dan nampak tak berminat sama sekali untuk menatap wajah istrinya. Tapi Alice terus berusaha agar Victor menatapnya meskipun pria itu selalu menolak.
"Oke, maafkan aku sayang, aku yang salah karena lebih mementingkan teman-temanku. Maaf karena tidak memberitahumu dan melupakan janji denganmu. Tapi sumpah demi Tuhan, aku bukannya tidak mau mengabarimu, tapi aku takut kau marah. Dan terbukti sekarang kau marah padaku."
Pria itu masih tak menyahut. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam kantung celananya. Sedangkan jemari Alice masih terus membelai sisi wajahnya lalu turun ke dadaa bidangnya.
"Aku mohon sayang, maafkan aku. Aku janji tidak akan begini lagi. Memangnya kau tidak rindu padaku?" tanya Alice.
Sontak Victor menoleh dengan tatapan tajam, namun Alice tersenyum manis yang membuat sesuatu dalam diri Victor sedikit meluluh. Bagaimana pun juga dia mencintai Alice. Tapi sebisa mungkin Victor tetap menutupinya.
"Kau bilang rindu padaku? Lalu saat kau tidak ada kabar apa kau tidak memikirkan aku?! Kau tidak punya pikiran sama sekali kah?!"
"Maaf.." lirih Alice.
"Oh fuckk!" umpat Victor.
Dia sangat tak bisa jika melihat mata Alice berkaca-kaca seperti ini bahkan hampir menangis. Sial sekali!
"Sudahlah, bersihkan dirimu." sahut Victor.
Alice tersenyum lalu mengecup bibir suaminya, namun Victor tak merespon apapun. Dia nampak masih marah tapi tak bisa terus-terusan bertengkar, pun dia juga tidak tahan lama-lama melihat Alice sampai hampir menangis seperti itu. Dia begitu mencintai istrinya, tapi rasanya tak lengkap tanpa kehadiran seorang anak.
Jika mereka ditakdirkan tak memiliki anak, maka Victor memang akan tetap mencintai Alice. Tapi masalahnya hanya pada Alice yang tidak ingin memiliki anak. Dan alasannya selalu karir dan karir. Victor sampai bosan mendengarnya.
Dia kaya raya, untuk apa bekerja? Bukankah hanya berdiam diri saja itu lebih baik? Tugasnya hanya perlu menghabiskan seluruh uangnya. Yang terpenting keluarga mereka menjadi lengkap.
Bahkan Victor sering membayangkan jika di tengah-tengah mereka ada seorang bayi yang lucu dan menggemaskan. Pasti akan sangat bahagia.
"Aku akan bersih-bersih. Kau mau melakukannya? Aku sedang tidak datang bulan sayang." ucap Alice mesra.
"Tidak, aku sangat lelah. Aku akan langsung tidur setelah ini." sahut Victor dan Alice hanya mengangguk dan melenggang masuk ke kamar.
Sebenarnya Alice kesal karena Victor menolaknya. Baru kali ini sang suami menolak ajakannya untuk bercinta. Biasanya, Victor akan sangat bersemangat jika di ajak perang di atas ranjang.
Sedangkan Victor kembali mendudukkan diri di sofa panjang. Membicarakan soal bercinta, memang dia benar-benar sedang lelah. Apalagi tadi dia sudah bercinta dengan Xena di mobil, kemudian lanjut di apartemen gadis itu.
"Fuckk!" umpat Victor yang tiba-tiba mengingat kegiatan panasnya bersama sang sugar baby. Sungguh, Xena semakin hebat dalam urusan ranjang dan melayani dirinya. Kelihaiannya sudah setara dengan kehebatan Alice di atas ranjang.
Bukan memikirkan tubuh istrinya, justru Victor malah memikirkan tubuh telanjangg Xena yang sangat menggoda dirinya.
Rasanya Victor ingin cepat-cepat pagi saja agar bisa menjumpai Xena lebih cepat. Gadis itu sungguh memiliki magnet tersendiri baginya. Ya, meskipun begitu, Victor masih menganggap jika ia masih sangat mencintai Alice, sang istri.