Pagi ini Lisha sudah terbangun dari tidurnya, dia segera bergegas pergi ke kamar mandi untuk melaksanakan ritual pagi yang selalu ia lakukan setiap paginya.
Setelah mandi dan berpakaian, Lisha pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Hanya omelette yang ia buat karena keterbatasan bahan, dia belum pergi berbelanja untuk mengisi isi kulkasnya yang sudah kosong.
Setelah membuatkan satu omelette untuk dirinya dia mendengar suara bell dari arah luar, membuat Lisha segera bergegas untuk membukakan pintu.
Pintu terbuka lebar, saat Lisha melihat ke arah daun pintu betapa terkejutnya dia karena yang datang adalah seorang laki-laki yang sangat ingin ia hindari sekarang.
"Li-Ah maksudku Mr. Liandra" ujar Lisha terbata-bata, "Ada keperluan apa sehingga anda datang kemari?" tanya Lisha dengan gelagat sopan yang dia buat sebisa mungkin, dia berusaha mengusir kegugupannya, mengingat yang berada di hadapannya adalah orang yang paling di segani. Bayangan saat malam hari dimana ia mabuk itu selalu teringat di dalam pikirannya.
"Untuk sarapan dan mengantarkan mu bekerja Lisha. Memangnya untuk apa lagi?" tanya Liandra dengan nada yang masih dingin membuat Lisha terbelalak tak percaya. Dia hampir saja terkena serangan jantung dengan apa yang Liandra katakan. Bagaimana bisa orang seperti Liandra mengunjungi dirinya dan meminta sarapan padanya, sedangkan di mansion bahkan di banyak berbagai restoran sudah banyak menyajikan sarapan untuknya.
Kenapa tidak mungkin. Sejak malam itu, menjadi tekad bagi Liandra untuk manaklukkan hati Lisha. Liandra tidak pernah berbohong dalam ucapan nya, dia akan menjadikan Lisha sebagai istrinya, bagaimanapun caranya dia tidak akan peduli.
"Omelette nya hanya satu, untuk mu mana?" tanya Liandra, saat Lisha mengikuti arah Liandra agar sampai ke meja makan. Lisha semakin terbelalak dengan ucapan Lian.
"Untukku? Bukankah itu untukku?"
"Ini untukku" jawabnya santai. Dia duduk di kursi meja makan dan mulai memakan omelette buatan Lisha. Sementara Lisha masih menatap tak percaya ke arah Liandra yang begitu lahap memakan omelette nya.
"Lain kali wortelnya tambahkan lebih banyak. Aku menyukai wortel dan omelette ini." ujarnya, dan tak terasa omelette yang di hidangkan di atas piring berwarna putih itu sudah tandas tak tersisa. Membuat Lisha menelan ludahnya sendiri.
"memangnya kapan lagi membuatkan omelette untuk Liandra?"
"Kenapa melamun? Bisakah kau membuatkan ku satu omelette lagi? Tetapi dengan banyak wortel." pintanya, lagi-lagi keterkejutan Lisha tidak sampai disitu saja.
"Apa! Lagi?" tanya Lisha dengan nada tak percaya, dia menjambak rambutnya dengan frustasi. Bagaimana bisa Liandra tahu dimana alamat apartemennya. Dan juga kenapa bisa dia memakan sampai habis omelette nya.
"Apa katanya barusan? Minta di buatkan lagi dengan banyak wortel? Oh God bahkan omelette yang dimakan oleh Liandra itu adalah persediaan terakhir makanannya."
Tidak ada bahan lain lagi, rencananya hari ini dia akan berbelanja ke supermarket untuk mengisi bahan dapurnya.
Liandra mengangguk dengan cepat, bahkan dia masih memainkan sendok garpu di atas piring, memutarnya kesana kemari membuat Lisha semakin bingung.
"Maafkan saya Mr. Lian tetapi saya belum mengisi bahan-bahan makanan untuk dapur, kalau tidak percaya silahkan periksa saja." ujar Lisha mengatakan yang sebenarnya sambil menunduk.
"Kalau begitu nanti siang buatkan aku makanan lain. Aku yang akan mengantarkan mu belanja. Kau libur kan hari ini?"
Lisha membulatkan kedua bola matanya, tak percaya dengan apa yang Liandra katakan. "Menemaninya belanja? Apakah benar?"
"Ta-tapi Mr.."
Sebelum melanjutkan perkataannya Lian sudah terlebih dulu melangkahkan kaki lebarnya menuju ruang tengah. Membuat Lisha mau tak mau untuk mengikuti langkah Lian meskipun dengan gerutuan tak suka di hatinya.
Dengan masih memakai setelan jas kerjanya yang mahal, Lian duduk di sofa dan menyalakan televisi yang berada di hadapannya. Kaki sebelah kanan ia tumpukan di kaki sebelah kirinya, tangan sebelah kirinya ia rentangkan. Sementara, tangan sebelah kanannya mencekal sebuah remote televisi.
"Kemari lah, duduk di sini." ujar Lian, dia mengetahui keberadaan Lisha yang berada di belakang tubuhnya sedang diam mematung. Lisha terperanjat lalu berdiri di samping Lian.
"Duduk" pinta Lian kembali dengan dingin sambil melirik ke arah sampingnya. Menginginkan Lisha agar duduk di dekatnya.
Lisha menggeleng, "Disini saja." jawabnya sembari duduk di sofa lain.
Lian mengangguk mulai fokus kembali ke arah televisi yang menayangkan sebuah berita tentang dirinya, dimana isi dalam berita itu adalah bahwa Liandra dengan tega akan mengotopsi jenazah kakeknya sendiri. Sangat membosankan. Ya kematian dan Issue itu bukan lagi hal asing bagi Lisha. Hampir semua siaran berita yang ada di televisi menayangkan tentang keluarga William.
Harusnya pagi ini Lisha sarapan omelette lalu meminum s**u dan berakhir di sofa dengan beberapa cemilan sambil melihat kartun favoritnya. Namun Liandra mengacaukan kegiatannya. Lisha menghitung mundur dari sekarang sampai nanti sore bahwa cuti liburnya hari ini akan sangat membosankan dan juga merasa canggung setiap saat.
Tahu begini Lisha tidak akan mengambil cutinya, lebih baik bekerja dari pada berhadapan dengan seorang Lelaki yang sudah menyentuh tubuhnya. Mengingat itu membuat tubuh Lisha merinding saja, hari ini dia sedang berhadapan langsung dengan laki-laki yang telah memperkosanya. Apa kejadian itu pantas jika di sebut pemerkosaan? Mengingat yang menggoda Lian pertama kali adalah dirinya. Lisha yang telah membahayakan dirinya dengan mencoba membangunkan seorang singa yang sedang lapar.
Meskipun murni kesalahan dirinya tetapi Lisha masih merutuki Liandra, menumpahkan semua masalah ini pada Liandra seolah-olah dialah yang bersalah. Jika saja Liandra dapat menahan hasratnya dan membiarkan dirinya tidur di sebuah kamar yang berbeda. Maka kejadian ini tidak akan pernah terjadi dan Lisha tidak akan terjebak dalam situasi sulit seperti ini.
Kucing yang lapar, jika melihat seekor ikan yang sangat menggiurkan baginya, maka kucing itu tidak akan menolak. Dia akan tetap memakannya tanpa peduli siapa pemiliknya. Begitupun juga dengan Liandra, malam itu dia menemukan Lisha tergeletak dengan pakaian minim dan juga menggodanya, membuat Lian tidak dapat berpikir jernih selain membawa Lisha ke kamarnya dan memuaskan nafsu birahinya yang memuncak.
"Apa kau percaya jika saya menyakiti kakekku sendiri?" ujar Liandra, pandangannya masih menatap ke arah depan, tepatnya ke arah layar televisi yang menurut Lisha sangatlah membosankan.
Kecanggungan kembali menghampiri Lisha, apa yang harus ia jawab sekarang. Pandangannya sama seperti pandangan orang-orang terhadap Liandra.
"Ya. karena secara tak langsung anda akan menyakiti dia" balas Lisha akhirnya.
Lian mengangguk, "Saya mengotopsi jenazah kakek saya karena saya yakin wanita sialan itu telah meracuni kakek saya. Hanya itu satu-satunya yang dapat saya lakukan sekarang untuk membuktikan kebenarannya"
Lisha terkejut, mulutnya menganga lebar, sepertinya pembicaraan ini cukup membuat Lisha tertarik.
"A-apa maksudmu dengan wanita sialan itu? Apa dia ibu nya Re-reza" tanya Lisha.
"Duduklah disini, aku akan menceritakan semuanya padamu, Lisha."
Karena penasaran akhirnya Lisha menuruti perkataan Lian, dia segera berpindah duduk ke samping Lian dengan pandangan mata keinginan tahuannya. Membuat Lian terkekeh kecil karena gemas. Sebelumnya Lian tidak pernah seperti ini pada wanita lain. Dia mengambil ucapannya kembali tempo lalu, saat dia mengatakan wanita tidak begitu penting dan hanya akan menyusahkan nya. Sekarang Lian berpikir ulang, wanita itu penting dan sangat di butuhkan dalam kehidupannya.
***
Hampir sore hari karena jam sudah menunjukkan pukul tiga, Lisha dan Lian sedang berada di sebuah mobil yang sama saat Lian membawa Lisha ke mansion-Nya. Mobil yang menjadi saksi pertemuan mereka dan juga hubungan terlarang ini berlangsung. Hubungan terlarang yang seharusnya tidak dilakukan oleh mereka berdua.
Mereka akan berbelanja bersama di sebuah supermarket yang berada di tengah kota. Sedari tadi saat di apartemen Lisha hanya bisa duduk dengan canggung melihat Liandra yang terlalu fokus pada sebuah laptop yang berada di atas mejanya. Sampai tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul tiga barulah Liandra menghentikan kegiatannya dan segera mengajak Lisha berbelanja kebutuhan dapur. Lisha sudah menolak tetapi Liandra tetap memaksanya. Siapapun tidak akan menang melawan Liandra termasuk Lisha.
Masih memakai jas kerjanya, Liandra masuk kedalam supermarket bersama Lisha dan juga Revano-Asisten pribadi sekaligus sekretaris nya. Kaca mata hitam masih setia di matanya, bertengker indah di hidung mancungnya.
Semua orang melihat ke arah mereka dengan tatapan yang berbeda-beda. Hal itu mampu membuat Lisha risih dengan tatapan mereka. Mungkin jika tatapan itu dapat di artikan maka Lisha dapat mengartikannya.
Mereka menatap Lisha seolah-olah menatap sampah, pandangan jijik selalu mereka layangkan pada Lisha, karena jika dibandingkan Lisha dan Lian bagaikan bumi dan Langit. Lisha hanya mengenakan celana jeans dan kaos polos berwarna putih, rambutnya di cepol sembarang, wajahnya natural tanpa make up hanya bibirnya saja yang ia pulas dengan Sedikit Lipghost. Sedangkan yang bersamanya adalah Liandra William. Pengusaha sukses yang tidak asing lagi dimata mereka, bahkan sekarang sedang hangat-hangatnya menjadi perbicangan warga sini.
Lisha meringis membuat Lian menghentikan langkahnya, dia berbalik arah dan melihat Lisha di dorong oleh seseorang.
"Kenapa anda mendorong saya?!" tanya Lisha dengan sedikit ketus sambil menatap wanita yang baru saja mendorongnya
"Maafkan aku, aku tidak sengaja. Mari kubantu." wanita itu mengulurkan sebelah tangannya untuk membantu Lisha berdiri. Namun dengan cepat Lian menepis kasar tangan wanita itu membuat si wanita meringis kecil. Lian menatap wanita itu dengan tatapan tajam nya seolah-olah ingin menerkamnya sekarang juga. Sementara wanita yang di tatap mendadak canggung, meminta maaf kembali dan berpamitan untuk pergi.
"Sudah jelas dia yang mendorongku" ujar Lisha kesal. Dia menggerutu dalam hatinya.
"Ayo bangun!" Lian tidak membantu Lisha untuk bangun dari duduknya. Dia masih mementingkan egonya, karena menurutnya Lisha masih bisa untuk bangun sendiri.
Lisha bangun dengan wajah cemberut. Tanpa permisi, dia melenggang pergi dan melanjutkan sesi belanjanya agar segera terbebas dari Lian. Dia tidak ingin mempunyai hubungan yang jauh dengan Lian. Malam itu ia anggap sebagai one-night stand nya Liandra saja. Tidak lebih, dan itu juga murni kesalahannya.
Sementara Lian Mencoba mensejajarkan langkahnya dengan Lisha sambil mengulum senyumannya. Dia memang tertarik pada Lisha, wanita sederhana yang tak sengaja masuk kedalam hidupnya, wanita sederhana yang mampu meruntuhkan pertahannya. Walaupun hanya dua kali bertemu dan ini kali ketiganya Liandra sudah merasa sangat nyaman dan ingin terus melindungi wanitanya.
Wanitanya? Ya mulai malam itu Liandra telah mengklaim jika Lisha adalah wanitanya. Talisha Aprillya, wanita dengan segala kekurangannya.
"Mr. Lian tolong jelaskan maksud anda ingin mengotopsi tubuh Mr. Alan?"
"Mr. Lian apa ada sesuatu yang ganjil dalam kematiannya?"
Lian menghela nafas kasar, dimana pun dia berada tidak pernah bebas, selalu ada orang yang ingin tahu terhadap kehidupannya. Lian menatap mereka tajam dan pergi meninggalkan mereka menuju mobil dengan di bantu oleh beberapa Boddyguard nya. Biarlah urusan Lisha menjadi urusan Revano. Dia akan menunggunya di dalam mobil saja, itu lebih aman dan baik.