VIII. Perkenalan lanjutan
Seseorang meneleponku di pagi itu. Hari ini lebih cerah dibandingkan kemarin yang dipenuhi awan suram. Beberapa saat setelah deringan pertama diam, kembali datang deringan kedua yang tak kalah berisiknya. Aku merupakan tipe orang yang tidak mengangkat telepon dari nomor tidak di kenal. Dunia sangat berbahaya sekarang, menjaga dan membatasi diri adalah sebuah pilihan yang harus diambil. Seketika ruang kamarku kembali tenang, tidak ada keributan ataupun deringan lagi.
Hari minggu adalah hari yang tepat untuk menyesuaikan diri dalam ketenangan. Pikiran dan tubuhku melepas semua beban selama 5 hari dan 1 hari tambahan yang melelahkan. Beberapa tubuhku masih sanggup untuk melanjutkan tidur, tapi perutku keroncongan. Dan pikiranku tak sejalan dengan tubuhku, ia mulai memikirkan tentang menu sarapan pagi. Dari tadi hidungku belum mengendus bau makanan yang enak.
Aku baru ingat jadwal makan hari ini, aku menertawakan kebodohanku dan mengecek beberapa list sarapan yang kuinginkan. Mungkin roti isi bulan? Roti gandum yang ditumpuk dengan berbagai macam sayuran, ham panggang dan telur goreng. Air ludah ku hampir saja keluar saat memikirkannya. Aku terus memilah-milah isian roti isi bulan sampai melupakan waktu.
Aku memutuskan untuk turun ke dapur dan melihat sarapanku di atas meja makan. Barangkali mirip seperti yang kuinginkan, betul saja! Menunya sama sekali tidak mirip dengan ekspetasiku. Ibuku tau tentang diriku, dan ia malah membeli mie kuah. Sebenarnya tak ada masalah tentang roti isi bulan ataupun mie kuah, keduanya sama-sama sarapan dan mengenyangkan. Dan mie kuah ini betul-betul mengenyangkan hingga aku harus sering berlari ke toilet.
Beberapa jam setelah menikmati sarapan yang dinamakan mie pangsit ini, aku langsung bergegas ke atas. Melihat beberapa tugas ataupun jadwal hari ini. Aku menyanggupi diri untuk sekedar mengecek smartphoneku. Beberapa hari yang lalu aku membeli sarung handphone warna hitam. Aku melihatnya tergeletak pasrah di meja rias.
Aku melihat beberapa notifikasi telepon yang masuk, ada sekitar 5 kali telepon saat jam 5 pagi. Dan beberapa kali telepon lagi saat jam 8 pagi dari nomor yang sama. Terselip beberapa pesan baru yang masuk di antara notifikasi.
Pesan itu menuliskan sebuah perkenalan dari seorang laki-laki mungkin? Isinya tak begitu penting menurutku.
“halo? Maaf ini Jacob yang kemarin duduk di sebelahmu saat acara”
Pesannya berakhir sampai di situ, ia mengirimkannya sekitar jam 8.30 pagi. Aneh, untuk apa ia menelepon jikalau bisa mengirim pesan? Ia mengirimkannya lewat sebuah aplikasi yang sedang digandrungi anak anak remaja. Perkenalan singkat yang tak begitu berarti.
“maaf, salam kenal. Kakak mendapatkan nomor saya dari mana ya kak?” aku menjawabnya dengan sopan. Tak lama kemudian ia segera mengirimkan kembali pesan lain, dengan cepat dalam hitungan menit ia langsung membalas.
“ahh, itu dari teman laki-laki yang duduk di sebelahmu kemarin”
Rey sialan, ia memberikan nomorku kepada laki-laki yang bahkan tak ku kenal ini. Sebenarnya aku lumayan senang karena bisa berkenalan lebih dalam lagi dengan dia. Perempuan mana yang tidak suka lelaki tampan yang baik namun berpenampilan badboy?. Jangan egois kalau masih menjawab tidak, sebab perempuan mengerti perempuan lain. Mulut bisa berbohong tapi hati tidak.
Dari acara dan pesan singkat darinya kami bisa berkenalan satu sama lain. Ia cukup manis, tingkahnya yang manja membuatku gemas.
Kukira kami akan sampai pada tahap berpacaran seperti orang lain. Setelah semua kata-kata manis yang ia lontarkan, beberapa buaian cinta yang ia katakan. Ternyata semua memang tidak sesuai fakta yang kuinginkan. Tuhan berkata tidak untuk sekarang. Mendadak ia tak pernah menghubungiku lagi, bahkan sekarang kami tidak saling bertanya kabar ataupun sekedar basa basi yang membuat rindu
Setelah kucari tau lebih jauh lagi, aku malah menyakiti diriku sendiri. Ia sudah menjalin hubungan berpacaran dengan seorang gadis berumur 18 tahun. Hubungan mereka sudah berjalan sekitar 2 bulan. Dan aku hampir di cap sebagai seorang pelakor tak tau diri yang berharap banyak pada seorang lelaki sialan.
IX. Ingatan Tentang Dirinya Yang Belum Pudar.
Sehabis semua rentetan kejadian yang terjadi dalam satu waktu membuatku berubah jadi lebih diam. Aku sekarang lebih memikirkan tentang suatu kebenaran dibandingkan mengikuti kata hatiku. Namun mau bagaimanapun usaha untuk melupakannya, semua berakhir sia-sia. Terlanjut cinta adalah kata yang cocok untuk menggambarkan keadaanku sekarang. Tertulis besar di atas kepalaku kata “GAGAL BANGKIT”.
Mungkin beberapa orang menganggapku bodoh karena terlalu membawa perasaan tingkahnya yang biasa saja. Mau apa dikata? Sudah terlambat untuk memperbaiki semuanya. Mau berharap waktu diputar kembali? Jangan bodoh!. Itu semua hanyalah kebohongan belaka yang dibesar-besarkan tanpa adanya fakta.
Sekalipun waktu diputar kembali, maka yang terjadi sudah bisa ditebak. Sakit hati untuk kedua kalinya yang menghampiriku. Aku tak begitu mengerti alasan apa yang membuatnya mendekatiku. Aku bukanlah seseorang yang cukup cantik untuk bersanding dengannya, ataupun orang yang rajin bekerja seperti dirinya. Bahkan aku termasuk orang yang pendiam, bukan orang yang mudah bergaul seperti dia. Setidaknya aku lebih pintar dibanding dirinya.
Tapi jika diingat-ingat ia benar-benar manis saat mengatakan “aku mencintaimu”. Tanpa ragu ia selalu mengirimkan pesan itu saat pagi ataupun saat aku hampir tertidur di kasurku. Rasanya hari-hari tanpa kata itu jadi hambar.
Aku tak benar-benar ingin untuk mengingatnya. Namun saat mata menutup, maka ia yang muncul di antara bayangan-bayangan gelap, dan mataku terjaga tiap malam. Beberapa air mengalir di sudut ujung mataku. Saat pagi, aliran air mata itu membekas panjang sampai ke bawah wajahku.
Ini sebenarnya bukanlah akhir dari kisah ku dengan dia, dialah pemeran utama laki-laki di kisah ini. Namun cerita kami memang harus berhenti di sini. Dia datang kembali atau tidak, bukanlah urusanku . Tentang bagaimana nantinya dia datang kembali merupakan tanda Tanya besar bagi diriku. Dia menjanjikanku sesuatu dan aku akan mengingatnya.
“ah, aku tak akan menerimanya lagi, aku pastikan itu. Walau ia memohon ataupun bertekuk lutu di hadapanku. Aku tak akan pernah menerimanya. Dan ini janjiku pada dunia” gumamku sembari mengaitkan kedua jari kelingking. Kau taukan? Perempuan tetaplah manusia bodoh. Apapun jalan yang dihadapinya, ia tetap menjadi seseorang yang bodoh.
“harapan itu nihil, harapan itu musnah, harapan? Apa itu? Sejenis makanan ringan? Atau apa?
Bahkan tak ada 1 harapan pun yang benar-benar kupercaya sekarang. Ah, aku punya 1 harapan. Aku hanya berharap pada kesehatan ibuku, bukan pada cintamu yang penuh dengan kebohongan itu.
Tak perlu banyak alasan untuk mengungkapkan semuanya, kau hanya perlu…. Perlu…
- Valeria Sutanto”