Perjuangan Hidup Baru

1280 Kata
Mala dengan cekatan membersihkan toilet di lantai basement sebuah gedung mewah. Walaupun baru enam bulan bekerja, hasil pekerjaan Mala selalu membuat decak kagum para senior yang sudah bertahun-tahun bekerja di sana. Nirmala termasuk orang yang sangat beruntung mendapatkan pekerjaan dengan mudah enam bulan yang lalu. Sebuah iklan yang berseliweran di beberapa tiang listrik di jalanan menyita perhatiannya, dibutuhkan segera petugas kebersihan, Gaji di atas UMR, hubungi Sulaiman 081***, usia minimal 25 tahun. Hanya bermodal nekad, Mala mendaftarkan dirinya meski dia menyadari usianya tidak memenuhi persyaratan. Nekadnya membuahkan hasil. Tidak menyangka dirinya dipanggil untuk diwawancara. Keesokan harinya Mala langsung bekerja di tempat yang bagus, di toilet-toilet expatriat yang tentu tidak sulit dibersihkan karena mereka pada umumnya sudah terbiasa dengan toilet kering yang bersih. Tapi Mala bukan pekerja yang hanya mengandalkan SOP saja, dia sangat cekatan dan kreatif dalam bekerja. Ditambah sikap ramahnya kepada siapapun yang dia kenal, terutama kepada rekan-rekan sekerjanya. Mala tidak pernah mengeluh jika dia bekerja lebih keras daripada para pekerja lainnya. Mala terus menyibukkan dirinya, agar pikiran-pikiran sedihnya lenyap seiring waktu dan kesibukannya. "Lha, wajar aja lu diterima, Mala. Lu cakep begini. Badan lu semeloheh..., rambut lu tebal, kulit lu bersih. Hm..., pasti lu kasih foto lu yang terbaik ke HRDnya kan dulu?" ujar Risa. Salah satu sahabat Mala yang sudah lebih dari lima tahun bekerja sebagai pertugas kebersihan di tempat yang sama dengan Mala. Mala dan Risa sedang terlibat perbincangan mengenai sulitnya mencari pekerjaan akhir-akhir ini. Mereka memanfaatkan berbicara di saat istirahat makan siang. "Yaiyalah. Kan kalo melamar pekerjaan harus beri informasi yang terbaik dong. CV yang terbaik, foto yang terbaik. Masa asal-asalan..." balas Mala sambil mengaduk-aduk sup sayur setelah dia campur dengan nasi putih. Risa tersenyum mendengar ucapan Mala. "Elu itu cocoknya jadi artis sinetron. Lu ikut casting aja, Mala. Gue yakin pasti lu diterima. Lu ikut casting sinetron yang sedih-sedih noh. Cocok ama hidup lu. Istri yang tersakiti, istri yang ditinggal suami padahal lagi sayang-sayangnya, istri cakep yang diselingkuhi...," Mala menggeleng tertawa. "Haha. Yah nggak, Risa. Aku nggak punya bakat akting. Aku juga nggak mau," "Yah. Ubah nasib lu, Mala. Dulu istri manager perusahaan terkenal, sekarang malah jadi gembel..., duh..., kalo gue jadi lu, gue udah deket-deket ama bos-bos besar. Balas dendaaaam..." Mala mencibir. "Untung kamu nggak jadi aku..., bisa berbahayaaaa..." Risa ikut menertawakan dirinya yang berparas biasa-biasa tapi memiliki daya hayal yang sangat tinggi dalam memilih pasangan hidup. Usianya yang sekarang sudah menginjak dua puluh tujuh tahun, namun dirinya belum mendapatkan jodoh. Kekasih saja dia belum punya. "Hm. Hidup itu memang aneh ya, Mala. Apalagi yang namanya pernikahan. Penuh misteri. Kayak lu. Lu kurang apa coba. Lu cantik, ramah, pandai bergaul walo pendiam, rajin, pinter bahasa asing..., orang tua lu juga kaya, tetep aja diselingkuhi eh..., dicerai lagi. Lu apa sih kurangnya?" Mala hanya mengangkat bahunya. Dia juga tidak tahu alasan mendasar apa yang membuat Agung menceraikannya. "Lu apa nggak nanya ama mantan laki lu dulu. Alasan dia nyerein lu?" "Aku tanya, dia diam aja. Banyak nunduk gitu." Mala menghela napasnya. "Hm..., kalo menurut gue sih emang pengaruh selingkuhannya yang kuat. Feeling gue dia masih cinta ama lu sebenarnya, sampe dia tutup-tutupi hubungannya dengan selingkuhannya selama dua tahun. Dia aja nggak kuat. Huh..., emang laki-laki itu membingungkan. Gue kalo liat-liat pernikahan orang-orang yang penuh dengan drama, jadi takut menikah. Mana tampang gue pas-pasan begini, bisa-bisa kapan-kapan dia mau, gue dilempar ... pluuung..." Hampir saja Mala tersedak mendengar gerutu Risa yang menyesalkan kisah pernikahannya. Risa memang kerap mempertanyakan kisah Mala. Mala mempercayainya sebagai tempat curahan hatinya di tempat bekerja. Risa juga banyak belajar bersikap dari sikap Mala yang selalu memperlihatkan sikap baik selama bekerja. "Nggak semua begitu, Risa. Jangan satu kasus kamu jadikan patokan. Kayak orang tuaku yang hampir lima puluh tahun bersama, nggak pernah ada drama. Mungkin juga keduaorangtua kamu..." Risa mengangguk-anggukkan kepalanya. "Iya. Bener lu, Mala. Kayak temen gue yang biasa-biasa aja, malah kawin ma ASN. Pintar kaga, cantik kaga, biasa banget. Lakinya wih, guanteng. Tapi nggak pecicilan. Emang nasib aja kali ya, Mala..." "Iya...," "Hm. Lu nggak coba nanya lagi gitu? Lu..., katanya masih sayang..." Mala sudah menghabiskan makan siangnya. "Gimana aku bisa lupain Mas Agung. Selama masih dalam ikatan pernikahan, sikapnya luar biasa baik. Kayaknya aku nggak akan menemukan pria sebaik dia lagi. Walaupun dia cerai dan menikah lagi, seandainya dia minta aku kembali menikah..., aku bersedia. Jadi yang kedua pun aku mau." Risa menggeleng tidak menyetujui sikap Mala yang satu ini. "Ini..., dia sama sekali nggak menyinggungnya. Menghilang begitu saja. Mau aku coba hubungi..., ah..., aku nggak mau mengemis. Hm..., membingungkan. Satu sisi aku nggak mau meminta-minta, di sisi lain aku masih cinta..." Risa terkekeh. "Lupain, Mala. Lu musti coba lupain dia. Dia brengsek." Tiba-tiba pintu ruang dapur dibuka cepat oleh seseorang. Risa dan Mala cepat-cepat merubah posisi tempat duduk mereka agar terlihat tidak sedang bergosip ria. "Hah. Elu, Usi. Gue kira Bu Ajeng," hampir saja Risa mengumpat. Ternyata yang muncul dari luar pintu adalah salah satu rekan kerja mereka yang lain. Wajah perempuan yang bernama Usi itu terlihat murung dengan napas tersengal-sengal. Risa dan Mala memandangnya heran. "Dari mana lu? dikejar herder?" tanya Risa. Usi mencoba menormalkan deru napasnya. Lalu dia menggeleng. "Gue habis bersihin kantornya Pak Damian. Sama toiletnya juga. Hiiii..." Risa terbahak melihat Usi yang menggidikkan bahu dengan wajah jijik. Mala juga ikutan terbahak. Suasana hatinya jadi lebih riang. Usi teman Mala yang juga baik hati. "Gue udah tiga minggu berturut-turut bersiin kantornya si Damn itu. Nggak selera makan gue..." rutuk Usi. "Astaghfirullaaaaah..." ucapnya kemudian seakan mengingat sesuatu yang tidak pantas. "Itu artinya si Bos suka ama kerjaan lu, Usi. Lu dipercaya bersiin kantornya dia," komentar Risa. Usi langsung sinis melihat wajah Risa. "Gue tau nih. Pasti lu kerja asal-asalan kan waktu lu bersiin kandang si Damn kan? Biar nggak disuruh bersiin seprmanya dia?" Usi masih dengan wajah kesal. Dia lepas rompi seragam tugasnya. "Yah nggaklah..., kalo gue kerja ngasal, Pak Damian pasti udah pecat gue sedari dulu. Kayak nasibnya Bang Saepul noh dulu. Lu ingat nggak?" Usi langsung mencuci tangannya. Dia sedang bersiap-siap makan siang. "Hm..., banyak ya?" tanya Risa. Tiba-tiba suaranya berubah pelan. "Lima. Dua di sofa, tiga di toilet..., mana di pinggir-pinggir bath upnya ada lendir-lendir nggak jelas gitu..." Ekspresi wajah Mala seperti mau muntah mendengar cerita Usi. "Untung udah makan..." ucapnya dengan wajah bergidik. "Gue heran ya orang kayak Damian itu bisa hidup panjang umur ya? Setiap hari buang pejuh berpuluh-puluh kali..., ck ck ck..." "Kalo nggak ke luar nggak kaya, Ris. Namanya juga doping..." Risa geleng-geleng kepala. Usi lalu menyiapkan makan siangnya. "Lu tau nggak. Baru buka pintu aja udah bau s****a tuh ruangannya. Hiper kali tuh orang..." Usi dengan santainya melahap makanannya. "Katanya nggak selera makan?" sindir Risa. Matanya menatap binar lauk pauk bekal makan siang Usi. "Laper yang ada..." ucap Usi. Risa dan Mala terkekeh melihat sikap Usi. "Jadi hari ini lu panen kondom lima?" Usi mengangguk. "Penuh?" "Nggak liat detail. Gue ambil sambil merem..." "Yang bergigi nggak?" "Hari ini nggak. Yang muraaaah..." Lagi-lagi Risa dan Mala terbahak. "Tapi gue heran ya? Orang model Damian itu malah jadi idolanya perempuan pengusaha lo. Gue sering denger bos-bos kalo ngomongin perempuan pasti seputar pengusaha. Damian jadi inceran..." "Wajarlah. Lu liat aja fisik Damian kek gimana. Komuk udah kaya artis holiwud, badannya seksi begitu. Nggak kayak sugar dady yang perutnya melendung kayak ibu hamil sepuluh biji..." "Duh amit-amit bisa suka orang model begitu..." "Tetap aja memesona, Ris..." ujar Usi menghentikan kegiatan makannya. "Staf-staf perempuannya aja senyum-senyum bangga gitu kalo ditegor ma tuh PK." Risa menggelengkan kepalanya. "Emang bad guy itu punya pesona sih. Nggak di pelem-pelem, nggak di dunia nyata..., ya nggak, Mala?" Mala yang senyum-senyum itu mengangguk membenarkan pendapat Risa. "Kayak mantan laki lu..." bisik Risa sambil mengedipkan matanya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN