Jakarta, 2001
***
Aku tidak bisa menemui Mama. Katanya Mama masih berada di dalam ruangan operasi. Sejak beberapa jam lalu, belum ada kabar baik yang diterima oleh telingaku.
Mama kecelakaan ketika dia sedang dalam perjalanan untuk menjemputku. Mobilnya mengalami hilang kendali dan Mama baru bisa menghentikan mobil itu setelah menabrak pembatas jalan.
Aku benar-benar tidak tahu apa yang Mama rasakan saat itu. Apa Mama sempat merasakan sakit sebelum ada pertolongan datang??
Aku merasa menjadi anak yang tidak berguna. Andai kemarin aku tidak berbuat masalah hanya karena urusan jemputan, pasti saat ini Mama masih baik-baik saja. Yaa, andai. Kenyataannya aku sudah membuat masalah sehingga membuat Mama harus turun tangan dan menyelesaikan masalahku.
Aku menghela napas. Menangis sejak tadi memperburuk keadaanku. Napasku terasa sesak. Tapi apa lagi yang bisa kulakukan selain menangis?? Berdoa?? Huh, aku bahkan tidak yakin jika Tuhan masih mengingat namaku. Aku terlalu jarang datang berlutut dan merendahkan diri untuk berdoa. Aku memang tipe manusia yang tinggi hati sehingga selalu merasa bisa melakukan segala hal tanpa Tuhan. Lalu sekarang, disaat semuanya berada di luar kendaliku, apa aku masih mampu untuk berdoa?? Aku tidak punya muka untuk sekadar datang ke Gereja. Aku malu pada Tuhanku sendiri.
Kalaupun ada sesuatu yang bisa kulakukan, pasti sudah sejak tadi aku bertindak. Sayangnya aku tidak bisa apa-apa. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Tidak ada jaminan yang mengatakan Mama akan baik-baik saja.
Mataku bergerak mengelilingi ruangan, aku menemukan Eyang dan Papa yang duduk di sudut lorong.
Disaat aku terpuruk seperti ini, mereka hanya bisa melihatku dari jauh. Aku merasa menjadi anak paling tidak berhuntung karena terlahir di keluatga kaya raya ini.
Yaa, sekalipun beberapa kali mereka mendekatiku dan mencoba menenangkan. Aku menolak mereka. Aku malah berbuat diluar kendali. Aku berteriak dan terus menyalahkan mereka, membuat keadaan kacau malah semakin kacau. Jujur, tindakan itu sebenarnya juga tidak memperbaiki apapun. Aku juga tidak semakin baik setelah berteriak pada Papa ataupun Eyang.
Tapi begitu;lah yang aku pikirkan tadi. Aku merasa jika ada yang bisa disalahkan, maka mereka adalah orang tepat. Mereka membuat Mama tertekan, mereka juga yang menyakiti Mama dan aku.
Aku juga sempat menyerang mereka. Sasaran utamaku adalah w************n yang masih saja duduk di dekat Papa. Tapi untunglah Jovan bisa membuat aku menjauhi mereka. Sekarang setidaknya ada satu hal yang bisa kusyukuri karena aku mengenal Jovan.
Aku menhela napas, kenapa doter itu lama sekali?? Aku ingin tahu keadaan Mama.
Sekalipun Mama jarang memberikan perhatian lebih kepadaku, aku tetap menyayangi Mama. Aku takut ada sesuatu yang buruk terjadi padanya. Setelah semua masalah ini, aku sungguh belum siap mendapat masalah baru.
“Mamamu akan baik-baik saja, Meera. Berhentilah menangis..” Sejak tadi Jovan masih berada di sisiku. Dia tidak membiarkan aku sendirian barang sedetik saja. Aku bersyukur setidaknya dia masih mau menungguku disini.
“Pulanglah, Kak. Ini sudah hampir tengah malam..” Kataku pelan.
Jovan tersenyum lalu meraih bahuku. Membiarkan aku menyandarkan kepala padanya.
Ada banyak kemungkinan buruk yang akan diterima Mama saat ini. Tadi katanya Mama akan kehilangan satu kakinya. Kecelakaan yang terjadi sangat parah sehingga kaki Mama akan sulit diselamatkan. Entah apa yang terjadi ketika Mama sadar nanti. Mama pasti sulit menerima keadaan.
“Istirahatlah, Meera. Matamu terasa berat, kan??”
Beberapa kali aku merasa ada tangan yang mengusap kepalaku.
Mataku terasa semakin berat. Apa aku akan tertidur??
Jika iya, aku akan sangat bersyukur. Setidaknya waktu akan berjalan cepat ketia aku tidak sadar.
***
Beberapa suara berisik mengganggu telingaku. Tanganku bergerak untuk mengusap mata. Ada cahaya yang membuat mataku tidak bisa menyesuaikan. Mataku berkedip beberapa kali sebelum akhirnya bisa terbuka secara sempurna.
“Meera??”
“Mama dimana??” Tanyaku ketika aku masih menemuka Jovan duduk di sampingku.
“Tenanglah, Meera. Mamamu baik-baik saja..”
Aku menghela napas dengan tenang. Artinya operasi berjalan lancar. Tapi.. bagaimana dengan kaki Mama?? Apa keadaan tetap sama?? Apa kakinya akan tetap diamputasi??
“Bagaimana dengan kakinya??” Tanyaku cepat.
“Seperti keputusan awal, kakinya tidak tertolong..”
Mataku mulai terasa panas. Bagaimaan caranya menjelaskan keadaan ini kepada Mama??
Kaki adalah salah satu aset paling berharga yang Mama puja. Jika kakinya diamputasi, apa Mama akan menerima keadaan itu??
“Yang penting keadaan Mamamu baik-baik saja, Meera..” Kata Jovan.
***
Jakarta,2020
Kaki??
Bagaimana rasanya kehilangan sesuatu yang amat sangat penting bagimu??
Yaa, seperti yang sudah aku duga, reaksi Mama tentu tidak jauh berbeda. Mama tidak menerima keadaannya. Mama marah pada keadaan yang menimpanya. Berbulan-bulan setelahnya Mama juga masih tetap sama, keadaan semakin memburuk seiring berjalannya waktu.
Andai dulu aku mau merendahkan diri dan datang kepada Tuhan. Pasti keadaan bisa berubah. Sayangnya hatiku yang keras ini tidak mau menurut. Aku memepersulit diriku sendiri. Kalian tahu? kekuatan doa memang semenakjubkan itu. Kalian harus mencobanya suatu hari nanti.
Aku menghela napas, andai Mama tahu jika anaknya sekarang juga hanya memiliki satu kaki. Ahh, dia pasti luar biasa terkejut jika melihatku. Selain terkejut karena melihat kakiku, dia akan jauh lebih terkejut saat tahu aku masih hidup.
Bagaimana reaksi mereka jika tiba-tiba aku muncul dan pulang ke rumah?? Mereka bahagia atau justru kecewa??
Apa semuanya masih sama seperti dulu??
Apa waita murahan itu masih di sana?? Dan bagaimana dengan anaknya? Apa sudah ada pengumuman pewaris tahta yang baru??
Aku terkadang ingin datang kesana dan melihat keadaan rumah. Bukan, aku bukan ingin merampas sesuatu yang sebenanya milikku. Yaa, harta dan kekayaan bukan tujuan hidupku untuk saat ini aku hanya ingin datang dan melihat mereka. Aku ingin tahu apakah mereka bahagia, aku ingin melihat Eyang yang pastinya sudah amat tua saat ini. Aku ingin melihat kamarku, tempat aku menyembunyikan duniaku. Yaa, aku rindu semua itu.
Terkadang dalam hidup kita sering dihadapkan kepada pilihan yang sulit. Aku sudah pernah memilih, dan sekarang aku hanya tinggal menjalani. Tidak, aku sama sekali tidak menyesali keputusanku. Aku bahagia, yaa begitulah.
Aku sering berharap kembali ke masa lalu. Aku ingin mengucap syukur karena setiap kenangan indah yang kudapat bisa selalu kuingat hingga hari ini. Aku yang dulu amat sering mengeluh, kini rasanya jadi ingin kembali ke masa itu. Jika aku bisa kembali, aku mungkin tidak akan mengubah apapun, aku hanya akan menikmati setiap detik yang dulu kupunya. Hanya itu. Untuk setiap keputusan, aku sama sekali tidak ingin mengubah hal itu.
Untuk Mamaku, andai suatu saat nanti Mama membaca cerita ini, kukatakan sekali lagi. Aku masih Almeera yang sama, aku hanya bertambah kuat seiring berjalannya waktu. Kukatakan juga, aku mencintaimu, Ma.
Memikirkan hal itu membuat aku tersenyum sendiri.
Aku rindu pada Mamaku. Sudah sepuluh tahun aku hidup tanpa berkabar dengannya. Tapi terlebih dari itu, aku merindukan semua orang dan semua hal yang berhubungan dengaku di masa lalu. Aku memiliki masa indah itu, sekalipun tidak semuanya indah, aku tetap mencintai setiap bagian dari masa laluku. Sebuah masa yang mementukku menjadi sekuat hari ini.
Aku memang berjalan dengan satu kaki, tapi aku tahu, ada kekuatan yang besarnya lebih dari seribu kaki. Dan aku bersyukur karena memilikinya. Aku bersyukur karena smepat diizinkan untuk menganal keindahannya, untuk melihat kebaikannya, juga untuk mendapat kekuatannya.
padanya, kukirimkan beribu cinta dari tempatku hidup. Aku tahu dia selalu bersamaku.
Huh, cerita kali ini terasa cukup menyedihkan.. kurasa aku harus berhenti sejenak.
Tanganku bergerak untuk mengambil larutan hand sanitizer. Belakangan marak kasus virus Corona. Aku tentu akan melakukan banyak pencegahan. Jauh sebelum virus itu mulai berkembang aku sudah membeli banyak stok cairan antiseptik dan tissu basah antiseptik juga. Yaa, mengingat banyaknya kasus yang terjadi, kuperkirakan sebentar lagi akan ada kelangkaan barang-barang tersebut.
Jujur saja tahun ini diwarnai banyak masalah. Virus yang berkembang dengan amat sangat cepat sudah menewaskan ribuan manusia. Entahlah, kurasa kita harus mulai berdoa untuk kesehatan bumi.
Selain virus, ada juga masalah yang baru terjadi pagi ini. Kecelakaan pesawat.
Hah, jariku terasa kebas setiap mengingat kecelakaan tersebut.
Banyak kisah yang harus selesai ketika pesawat mulai menghempaskan tubuh ke bumi. Terkadang apa yang kita rencanakan juga harus berakhir sebelum kita mulai berjalan. Takdir terkadang memang menyakitkan.
Yaa, begitulah.
Aku berharap akan ada korban yang selamat, dan jika aku berhuntung, mungkin sepuluh tahun lagi aku bisa membaca kisahnya diterbitkan atau bahkan difilmkan. Tapi untuk yang satu ini, aku ingin membaca kisah bahagia, bukan kisah tragis macam ceritaku ini.