"Diam, jangan sok tahu!" bentak polisi itu.
"Saya lihat dia terluka dan mendengar kalau dia itu kesakitan seperti sudah disiksa." Daffin menjawab tegas. Jika ada kejanggalan dalam kematian lelaki yang baru saja dia lihat semalam.
"Waktunya habis," ucap polisi sambil menarik tangan Daffin dengan paksa.
Shakira pun terhenyak dan tertegun melihat Daffin digiring masuk. Hatinya hancur melihat sang suami seperti itu. Lisa segera mendorong kursi roda Shakira beranjak pergi.
Sementara itu Daffin masuk kembali ke dalam sel tahanan sementara waktu. Dia mengacak-acak rambutnya sendiri, berdecak kesal.
Satu minggu berlalu. Pintu jeruji besi itu dibuka. Jambang halus Daffin lebat. Dia mendongak menatap tajam polisi yang masuk sembari tersenyum simpul.
"Kau dibebaskan," ucapnya.
Daffin terkejut mendengarnya. Dia pun bangkit berdiri segera memangkas jarak mendekati si polisi yang berdiri bergeming.
"Siapa yang membebaskan saya?" tanya Daffin sumringah. Bola mata berbinar-binar.
"Aku," jawab lelaki berjas hitam sambil melempar senyum. Dia berjalan tegap mendekati Daffin.
"Kamu?" Daffin mengerutkan dahi.
"Iya. Kak Daffin mau di sini atau keluar dari sini. Apa sudah betah tinggal di kamar bintang tujuh?"
"Arwanaaa, jaga ucapanmu!" bentak Daffin. Dia pun menarik kerah kemeja Arwana.
"Tenang, Kakak. Aku sudah cabut laporannya dan kita bisa selesaikan ini secara baik-baik," tukas Arwana sambil merangkul bahu Daffin. Dia melirik sekilas kepada polisi yang ada di sampingnya. Sejurus kemudian berucap, "Pak, ini adalah Kakakku jadi kami akan selesaikan masalah ini secara kekeluargaan saja."
"Baguslah." Polisi itu tersenyum.
"Mari, Kak Daffin."
"Kenapa tiba-tiba kamu penjarakan aku lalu dikeluarkannya lagi? Rencanamu apa?" tukas Daffin sambil melerai tangan Arwana yang menggelayut di bahu.
"Tak ada rencana apa-apa."
Dua lelaki itu beranjak keluar dari kantor polisi. Sikap Arwana pun berubah menjadi sangat manis kepada Daffin. Bahkan lelaki tersebut mengajak Daffin untuk makan bersama, tetapi ditolak oleh Daffin.
Saat di dalam mobil. Daffin tak banyak bicara. Dia menjadi pendengar setia Arwana yang menceritakan kesuksesannya membangun hotel dan akan diberikan bonus spesial dari Kennedy.
"Kakak bisa pinjam uang untuk modal."
'Apa? Arwana memberikan modal? Kenapa tiba-tiba baik?' batin Daffin bertanya-tanya. Tak biasanya Arwana bersikap manis dan baik. Pasti ada sesuatu yang diinginkan oleh Arwana. Daffin sungguh hafal watak sang adik.
"Bagaimana, Kak Daffin? Mau nggak? Ini sebagai permintaan maafku."
"Tak usah. Saya masih bisa ojeg online membiayai keluarga saya," jawab Daffin menggelengkan kepala.
"Masih miskin saja sombong. Menolak bantuanku segala," protes Arwana sambil terkekeh kecil mengejek.
Untuk ke sekian kalinya. Daffin hanya diam tak mau menjawab. Dia bukannya tak mau terima bantuan Arwana. Namun, Daffin takut jika ini sebuah jebakan lagi.
Tiba di depan rumah. Daffin lekas turun dari mobil. Sebelumnya dia mengucapkan terima kasih kepada Arwana. Lalu Daffin berjalan lebar masuk ke rumah, sedangkan Arwana bergegas melajukan mobilnya dan menyeringai iblis sambil menyetir.
"Shakiraaaaaaa!"
"Shakiraaaaa, Sayang!"
Daffin mencari keberadaan Shakira. Dia kamar tak ada dan di dapur pun tak ada. Pandangan Daffin mengedar berkeliling.
Seketika Daffin terhenyak saat mendengar suara sesuatu yang terjatuh di dalam kamar mandi. Spontan lelaki itu berlari menuju kamar mandi. Betapa terkejutnya dia mendapati sang istri sudah memegangi botol pembasmi hama dan tergeletak di lantai basah.
Kursi roda terguling. Daffin langsung menghambur memeluk tubuh Shakira yang saat ini tiba-tiba kejang-kejang dan mengeluarkan busa.
"Shakira, kenapa kamu lakuin ini?" tanya Daffin sambil membopong tubuh sang istri beranjak keluar dari kamar mandi.
"Saya sudah datang untukmu. Saya sudah keluar dari penjara," bisik Daffin berulang kali mengucapkan itu sambil membopong Shakira yang matanya mengerjap-ngerjap merasakan sakit. Dadaanya turun-naik seolah pasokan oksigen menipis dari rongga paru-parunya.
"Daffin mau ke mana?" tanya wanita paruh baya---tetangga.
"Mau ke rumah sakit." Daffin menjawab singkat dan jelas.
Lelaki jangkung itu pun berlari menyelusuri jalan. Berharap ada mobil yang melintas. Dia sudah panik dan khawatir dengan kondisi Shakira. Tiba-tiba mobil berwarna putih berhenti di depan Daffin.
Pintu kaca mobil itu terbuka. "Apa yang terjadi?" tanya Risma mendongak menatap nanar Daffin.
"Ibu."
"Cepat masuk!"
Seperti mendapatkan angin segar. Daffin bergegas masuk ke dalam mobil. Shakira masih kejang-kejang di dalam mobil dan bola matanya ke atas serta mulutnya mengeluarkan busa. Sontak hal ini membuat Daffin semakin takut kehilangan Shakira. Tangannya terus meremas punggung tangan sang istri.
"Kamu pasti bisa lewati ini," bisiknya.
"Ibu baru saja mau menjenguk Shakira. Ibu dengar Arwana yang menjebakmu masuk ke sel. Anak itu memang kurang ajar. Ibu sudah menasehatinya," cetus Risma yang geram karena Arwana dan Daffin benar-benar berbeda dari watak dan sikapnya juga.
"Jadi Ibu yang meminta Arwana untuk membebaskan saya?"
"Iya, tadi Ibu mau jemput kamu. Tapi, ada keperluan mendadak. Tahu sendiri ayahmu bagaimana sifatnya kalau tak dituruti," tandas Risma sambil mengusap-usap puncak kepala Shakira. "Kasihan istrimu. Pasti dia sangat tertekan. Maafkan Ibu baru tahu ini semua."
"Tak apa-apa, Bu. Yang penting saya sudah keluar dari penjara."
"Hatimu baik, Daffin." Risma mengulum senyum tipis. Sejurus kemudian Risma meminta agar supirnya cepat melajukan mobilnya menuju rumah sakit. Untungnya jalanan hari ini lenggang dan mobil itu bisa leluasa menambah kecepatan tinggi menerobos jalan raya.
Sementara itu. Wina yang kondisinya sudah membaik. Dia pun turun dari mobil online. Wajahnya sumringah ingin memberikan kejutan kepada Shakira dan Daffin.
Wina mengetuk-ketuk pintu berkali-kali. Namun, tak ada jawaban dari dalam rumah. Dia pun celingak-celinguk mencari keberadaan Shakira dan Daffin.
Tiba-tiba terdengar suara wanita yang berdiri di depan pagar melempar senyum kepada Wina. "Ceu Wina, Shakira masuk rumah sakit kayaknya. Tadi aku lihat Daffin lari membopong Shakira."
"Apa? Ke rumah sakit. Kenapa dengannya?" tanya Wina.
Wanita itu yang tak lain adalah tetangga Shakira menggelengkan kepalanya. Tak tahu. Dia hanya melihat jika Shakira dibawa pergi oleh Daffin dan masuk ke dalam mobil. Menceritakan apa yang dilihatnya kepada Wina. Bahkan wanita itu pun mengajak Wina untuk beristirahat dulu di rumahnya.
"Ayo, di rumahku tunggu Daffin pulang."
"Terima kasih. Saya mau ke rumah sakit saja," jawab Wina yang khawatir dengan keadaan Shakira.
"Tapi, Ceu Wina baru sembuh. Mendingan istirahat saja dulu di rumahku," ajak wanita itu sambil menarik tangan Wina.
Namun, Wina bersikukuh ingin ke rumah sakit. Dia pun bergegas menghubungi Daffin. Namun sayangnya, Daffin tak mengangkat teleponnya. Wina dengan cemas langsung gontai berjalan ke jalan dan diikuti oleh tetangga Shakira yang juga khawatir dengan keadaan Wina yang baru pulang dari rumah sakit.
"Ceu Wina mending ikut aku saja. Tunggu Daffin dan Shakira di rumahku."
"Terima kasih." Wina menjawab sambil celingak-celinguk berharap ada mobil taksi yang melintas atau ojol.
"Shakira pasti baik-baik saja. Jangan terlalu khawatir," kilah wanita itu berusaha menenangkan Wina.
Di sisi lain. Di rumah sakit.
Daffin dan Risma berdiri di depan ruang UGD. Mereka tampak tegang dan gelisah. Apalagi Daffin tak bergeming menunggu dokter keluar dari ruangan tersebut.
Pintu ruangan itu terbuka. Lalu Daffin bergegas mendekati dokter yang menangani Shakira.
"Bagaimana keadaan istri saya, Dokter?" tanya Daffin dengan bola mata yang berkaca-kaca.
Suasana menjadi hening. Risma menepuk pundak Daffin agar tenang.
"Tenang, kita dengarkan dulu. Keadaan Shakira bagaimana?"