"Kamu belum tidur?" tanya Daffin datar tanpa menoleh ke belakang.
"Aku mau pipis," rengek Shakira sambil tersenyum getir.
Daffin tetap tak menoleh. Meskipun demikian, dia tetap menaruh perhatian pada Shakira. Tanpa berbicara, dia mendekati Shakira. Bagaimanapun juga sebelum hakim ketuk palu. Mereka masih suami istri dan Daffin juga belum mengucapkan talak.
Lalu Daffin pun segera membopong tubuh sang istri, tanpa berkata apa-apa lagi, wajahnya datar dengan sigap membawa Shakira masuk ke dalam kamar mandi.
Tanpa mau melihat wajah Shakira. Daffin pun mendudukkan istrinya di closet duduk.
"Terima kasih, Mas," lirih Shakira.
"Iyah," balas Daffin singkat. Wajah datar tanpa ekspresi.
Suasana menjadi tegang di antara mereka. Pasca Shakira meminta cerai. Lelaki berhidung bangir itu berdiri di ambang pintu kamar mandi memunggungi. Setelah Shakira menuntaskan hajat kecilnya. Lalu Daffin kembali membopong tubuh sang istri beranjak keluar dari kamar mandi.
"Mas, sudah selesai buat surat cerainya?"
"Sudah saya bilang pada pengacara."
"Semoga Mas dapatkan yang lebih baik dariku," lirih Shakira. Mendadak atmosfer di ruangan tersebut dingin sekali. Wanita itu mengalungkan tangannya di leher Daffin dan menatap lekat manik mata Daffin yang terus menatap lurus ke depan sambil terus berjalan lebar menuju tempat tidur.
Lalu Daffin merebahkan tubuh Shakira. "Tidurlah," ucap Daffin singkat dan jelas.
"Iya, Mas," sahut Shakira sambil menarik selimut yang ada di sampingnya dan menutupi sebagian badannya. Wanita itu berusaha terpejam, sedangan Daffin duduk selonjoran di atas kasur di samping Shakira. Dia tak menyangka bahwa akan menjadi seperti ini nasib rumah tangganya.
Satu jam kemudian. Daffin yang masih terjaga. Dia melirik ke arah Shakira yang tidur memunggungi. Sedari tadi lelaki itu otak-atik ponsel berselancar di internet mencari pekerjaan lewat online.
Lalu Daffin menyentuh pundak Shakira dan memastikan bahwa wanita itu masih tertidur pulas. "Shakira," bisiknya.
Menunggu ada respon. Ternyata tak ada reaksi apapun. Kemudian Daffin pun segera turun dari ranjang dan melanjutkan rencananya untuk mencari tahu tentang Shakira.
Tiba di depan pintu lemari baju dengan perlahan-lahan. Daffin membuka pintu dengan susah payah agar pintu itu tak berderit. Pandangannya mulai mengedar ke arah laci yang ada di dalam lemari. Tempat di mana Shakira sering menyimpan buku diarynya. Iya, Shakira suka menulis sehari-harinya di buku.
Senyum tipis terbit dari bibir Daffin. Lalu dia segera mengambil buku bergambar lumba-lumba. Lelaki itu paham kenapa Shakira menyukai barang-barang yang berbentuk lumba-lumba. Menurut orang jika simbol dari lumba-lumba merupakan pelindung cinta yang sejati. Makanya Shakira menyukai lumba-lumba. Mata Daffin berkaca-kaca melihat gambar itu. Lantas dia segera mengambil buku diary tersebut.
Langkahnya lebar beranjak keluar dari kamar. Daffin duduk di depan televisi. Matanya melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Lalu dia mulai membaca setiap lembar isi buku diary sehari-hari Shakira yang dituangkan ke dalam tulisan.
Ada senyum mengembang kala membaca semua kenangan indah pertemuan pertama Daffin dan Shakira. Dia seperti digiring ke masa lalu.
Tiba-tiba saat dia membuka lembaran paling akhir. Jantungnya seakan mencelos dari tempatnya. Matanya membulat sempurna dan tangannya mengepal erat.
"Arwanaaa," lirih Daffin setelah membaca bagian akhir yang ditulis oleh Shakira.
Dia mencari kelanjutannya, tetapi tak ada. Tulisan tentang Arwana adalah tulisan terakhir yang ditulis oleh Shakira. Bola mata Daffin memerah. Menahan amarah yang sudah naik ke ubun-ubun.
Bulu mata lentik Shakira mengerjap-ngerjap saat merasakan ada hembusan hangat yang mengecup dahinya. Spontan dia terbelalak saat tahu siapa yang membangunkannya. Dia pun beringsut duduk sambil mengusap dahinya sendiri.
"Mas," lirihnya.
"Pagi," sapa Daffin melempar senyum.
"Saya tak akan menceraikanmu. Tapi, akan memberikan pelajaran kepada Arwana."
Mulut Shakira mengatup rapat saat mendengar ucapan Daffin. "Kenapa dengan adikmu, Mas?" Terdengar panik dari suaranya.
"Kenapa tak mau cerita kalau lelaki brengseek itu menyentuhmu?" tanya Daffin menatap tajam kepada Shakira.
'Ya Tuhan, Mas Daffin tahu dari mana?' batin Shakira langsung memalingkan wajahnya. Dia benar-benar tak mau melihat wajah lelaki yang sudah menemani seperempat hidupnya.
"Mas, aku tak mau ada pertengkaran lagi. Kalian saudara."
"Kamu bilang saudara? Bahkan, dia tak pernah menganggap saya kakak kandungnya dengan sikap arogannya itu dan Arwana harus terima pelajaran dari saya."
"Jangan, Mas. Kasihan Ibu kalau melihat dua anaknya berantem," pinta Shakira sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dadaa.
Daffin tak bisa mengontrol emosinya. Dia meninju tangannya sendiri ke kepala ranjang. Rasa nyeri tak dirasa olehnya, lebih sakit hatinya daripada tangannya. Sungguh tak disangka ternyata Arwana akan berani berbuat seperti itu menjamaah Shakira sampai hamil seperti ini.
Suami mana yang akan rela jika istri yang dicintainya dilecehkan oleh lelaki lain. Begitupun Daffin yang seperti membawa dendam dari api neraka untuk Arwana. Dia sudah tak peduli dengan status Arwana sebagai adik.
Hening. Tanpa ada suara lagi. Daffin turun dari ranjang sambil mengepalkan kedua tangannya yang menitikkan darah karena terluka mengenai kepala ranjang yang terbuat dari besi.
"Mas, berhenti!" pekik Shakira yang tak mau terjadi apa-apa dengan Daffin. Membuka suara. Dia juga khawatir melihat tangan sang suami yang terluka.
"Ini urusan lelaki," jawab Daffin menoleh. Lantas dia beranjak pergi meninggalkan Shakira sendiri di kamar.
Saat Daffin melangkah lebar hendak keluar. Dihadang oleh Kakek Ilyas. "Mau ke mana?" tanyanya.
"Mau beri pelajaran buat Arwana."
"Tenang, jangan emosi dulu." Kakek Ilyas meminta Daffin agar duduk.
"Mas, jangaaaaannn pergii!" teriakan Shakira membuat Wina dan Kakek Ilyas mencegah Daffin jangan keluar dari rumah.
Kakek Ilyas pun menarik tangan Daffin. "Jangan pergi," ucapnya. Sejenak diam membisu. Sejurus kemudian dia melanjutkan ucapannya, "Saya punya pekerjaan untukmu."
"Saya mau balas dendam," tandas Daffin yang sudah tak memikirkan soal pekerjaan.
"Kamu bisa balas dendam dengan cara tunjukkan keberhasilanmu. Pasti orang yang tak menyukaimu akan merasa kalah."
Daffin tertegun sejenak. "Memangnya pekerjaan apa untuk saya?"
"Kamu pasti tahu sebentar lagi." Kakek Ilyas mengerlingkan mata.
"Kek, jangan main rahasia segala," protes Daffin yang penasaran dengan apa yang akan ditunjukkan oleh kakek tua itu.
"Mari ikut saya," ucap Kakek Ilyas sambil menepuk pundak Daffin.
"Ke mana?" Daffin mengerutkan dahi.
"Nanti juga kamu tahu. Saya akan bawamu ke suatu tempat," balas Kakek Ilyas.
Daffin menoleh ke belakang. Di mana ada Shakira yang sedang duduk di kursi roda dan di belakangnya pun ada Wina yang berdiri di dekat Shakira.
"Mas, jangan buat masalah lagi," ucap Shakira.
"Iya, lebih baik kamu pergi saja ikuti Kakek Ilyas," sambung Wina.
Lalu Daffin berbalik badan dan hatinya pun sudah dingin. Amarahnya sudah mereda. Meskipun, di dalam hatinya masih bergelayut marah ingin meninju wajah Arwana.
Dia pun membungkukkan badan dan meremas punggung tangan Shakira. "Saya akan balas dendam dan Arwana akan menyesal telah menyentuhmu," bisiknya.
Harus bagaimana lagi? Nasi sudah menjadi bubur. Shakira pun tak bisa berkata-kata saat sang suami sudah bersumpah.
"Tapi, Mas mau terima anak ini 'kan?" tanya Shakira dengan bola mata yang berkaca-kaca.
"Saya akan terima apa adanya kamu. Seperti halnya kamu mau terima saya tanpa membawa harta sepeser pun," sahutnya tersenyum lebar.
Wina tersenyum simpul saat melihat Daffin memeluk tubuh Shakira. Sungguh tak disangka bahwa Daffin akan lapang d**a menerima kenyataan tentang Shakira yang hamil anak Arwana.
"Mas, jangan bersikap kasar pada adikmu? Aku takut Mas akan di penjara lagi." Shakira takut dan dia mengeratkan pelukannya.
Lantas Daffin mengurai pelukan sang istri seraya mengulum senyum tipis. "Saya tak akan bermain kasar. Namun, akan bermain cantik untuk membuat Arwana menyesal seumur hidupnya."
"Daffin, ayo!" ajak Kakek Ilyas.
"Tunggu, Mas," pinta Shakira. Lalu dia menciumi telapak tangan Daffin yang terluka. Wina pun menyodorkan kain kasa serta obat merah untuk mengobati punggung tangan Daffin yang terluka.
"Aku obati dulu lukamu, Mas," lanjutnya sambil mengusap darah yang menetes sedari tadi.
Wanita cantik yang duduk di kursi roda itu dengan sigap mengobati luka Daffin. Sesekali pandangannya berserobok dengan Daffin. Akhirnya, mereka saling bertatapan dan tangan Shakira mengusap dengan lembut tangan sang suami yang sudah dibalut kain kasa.
"Hati-hati, Mas. Janji, yah. Jangan macam-macam dengan Arwana. Dia itu licik," ucap Shakira meremas jari-jari tangan Daffin.
Sangat terasa hangat, kala jari Daffin menyelusup dan senyum manis terukir dari bibir lelaki yang berada di depannya.
Kemudian Daffin undur diri pergi bersama Kakek Ilyas. Bahkan, dia pun sebenarnya belum tahu akan dibawa pergi ke mana oleh Kakek tersebut yang penting dia ingin merubah jalan hidupnya lebih baik lagi.
Daffin terkejut saat melihat mobil mewah berada di depan rumahnya. Dia menghentikan langkahnya dan melirik kepada Kakek Ilyas.
"Itu mobil siapa?" tanyanya lirih.
"Masuk saja," jawab Kakek Ilyas mengerlingkan mata dan menarik tangan Daffin.
"Kek, ini nggak lucu. Kita mau pergi ke mana? Dan ini mobil siapa?" Selidik Daffin.
"Masuk saja. Kamu akan tahu yang sebenarnya."
Supir mobil itu pun turun dan membukakan pintu untuk Daffin dan Kakek Ilyas.
Wina dan Shakira juga terkejut melihat mobil mewah yang menjemput Daffin dan Kakek Ilyas.
"Sebenarnya Kakek Ilyas itu siapa? Kenapa dia membawa Mas Daffin?" tanya Shakira yang memang merasa aneh.
"Ibu juga tak tahu. Sepertinya Kakek Ilyas memiliki rahasia yang memang kita tak ketahui," jawab Wina menatap nanar Daffin dan Kakek Ilyas yang sudah masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil. Daffin terpaku pada supir mobil itu yang menyebut Kakek Ilyas dengan sebutan Tuan besar. Daffin menelan ludah berkali-kali dan melirik kepada Kakek Ilyas yang duduk tenang di sampingnya.
"Nggak usah bingung. Rileks saja. Kamu sudah menolong saya dan ini saatnya saya membalas kebaikanmu," ucap Kakek Ilyas.
"Kek, saya Ikhlas menolong. Jadi tak usah berpikiran untuk balas budi."
Tiba-tiba wajah Kakek Ilyas berubah sedih dan sendu seperti langit saat ini yang mendung tanpa matahari. "Daffin, ada suatu pekerjaan untukmu. Saya berharap kamu dapat menyelesaikannya."
"Sebenarnya Kakek Ilyas mau saya bekerja apa?" Selidik Daffin. Banyak tanda tanya yang bertengger di benak.