"Silakan masuk," ucap Kakek Ilyas seraya tersenyum simpul. Sorot mata hangat penuh kasih sayang.
Tukai kaki Daffin melangkah lebar. Pandangannya mengedar berkeliling. Di ruangan tersebut terdapat meja kerja dan kursi hitam berukuran besar serta ada lemari susun berukuran sedang tempat penyusunan dokumen. Ruangan kantor itu dominan warna biru muda dan putih.
"Ini ruangan kerjamu."
"Apa?" Daffin terbelalak mencerna ucapan Kakek Ilyas.
"Kamu adalah CEO di perusahaan saya. Namun sayangnya, kami sedang goyah. Membutuhkan seseorang yang bisa bekerja keras sepertimu agar perusahaan saya tak gulung tikar," jawab Kakek Ilyas sembari meminta Daffin agar duduk.
Mereka berdua duduk berhadapan. Kakek Ilyas duduk dengan elegan dan tampak aura kepimpinannya keluar meski kerut-kerutan tanda menua tak menghilangkan kharisma Kakek Ilyas pemilik PT Ilyasa di bidang kecantikan.
Kakek Ilyas pun mulai bercerita siapa dirinya sebenarnya kepada Daffin. Iya, dia berpura-pura hidup di jalanan. Semata-mata untuk mencari orang yang tulus benar-benar menolong tanpa pamrih seperti Daffin. Kakek tua itu ternyata tak memiliki keluarga, dia pernah menikah, tetapi istri dan anaknya meninggal dalam kecelakaan.
"Makanya saya harus seperti ini agar dapat menemukan orang pekerja keras sepertimu supaya dapat menolong perusahaan saya. Bagaimana nasib karyawan saya jika ini ditutup? Mereka seperti keluarga bagi saya."
"Kakek Ilyas, pemilik PT. Ilyasa kosmetik?"
"Iya. Saya ingin kamu melanjutkan usaha saya. Kamu tahu sendiri 'kan jika saya sudah tua. Bahkan, sedikit pikun. Makanya saya tak cocok di bidang bisnis," pungkas Kakek Ilyas mengulas senyum manis.
Ini seperti mimpi. Daffin mendapatkan pekerjaan yang bagus langsung menjadi CEO. Bak mendapatkan durian runtuh. Daffin lekas menghambur memeluk tubuh Kakek Ilyas yang sudah dia anggap seperti kakeknya sendiri.
"Kamu pasti bisa Daffin."
"Kek, apakah saya bermimpi?"
"Kamu tak bermimpi. Ini adalah langkahmu menuju kesuksesan. Tolong selamatkan karyawan saya supaya mereka tetap bekerja di sini," imbuh Kakek Ilyas seraya menangkupkan kedua tangannya di depan dadaa. Sungguh besar harapan kakek tua itu kepada Daffin tampak bola matanya berbinar-binar.
Mereka berdua saling bertatapan dan saling melempar senyum seraya tangan keduanya saling menggenggam satu sama lain.
"Menuju sukses!" seru Daffin.
"Saya suka semangatmu, Nak!"
Terdengar suara tawa renyah mereka berdua dan Daffin pun diminta duduk di kursi singgasana. Di mana tempat itu adalah kebesaran seorang Kakek Ilyas memimpin perusahaan.
Ketukan pintu terdengar. Kakek Ilyas langsung mempersilakan wanita berambut cokelat itu masuk ke dalam sembari melempar senyum.
"Tolong siapkan rapat. Saya akan berikan pengumuman dan memperkenalkan Daffin kepada semuanya karyawan."
"Baik, Pak," jawab wanita itu langsung berbalik badan dan beranjak keluar dari ruangan.
*
Pulang dari kantor Kakek Ilyas. Daffin turun dari mobil bersama Kakek Ilyas. Lelaki itu langsung berlari masuk ke dalam dengan sangat sumringah.
Langkahnya lebar menuju kamar singgasananya yang di mana Shakira banyak menghabiskan waktu di depan laptop sebagai penulis. Itu adalah hobi baru Shakira untuk mencari nafkah tambahan mengurangi beban Daffin.
Lantas Daffin langsung merengkuh erat tubuh Shakira dari belakang seraya berbisik, "Mas punya kabar bagus."
"Apa, Mas?" Shakira melirik.
"Mas harus dari nol agar mencapai puncak. Kakek Ilyas memberikan jabatan sebagai CEO di perusahaannya."
"Jadi Kakek Ilyas orang kaya?" Shakira terbelalak.
"Iya, ini awal kita merubah hidup," tandas Daffin sembari mengecup tengkuk Shakira.
Kabar gembira Daffin menjadi CEO sudah didengar oleh Wina dari Kakek Ilyas. Lalu dia diminta memasak makanan yang enak sesuai permintaan Kakek Ilyas.
"Anggap saja ini bentuk perayaan kecil. Daffin bukan tukang gojeg lagi," ucap Kakek Ilyas.
"Baik, Kek. Saya akan segera masak yang enak buat nanti malam."
"Ini buatmu." Lelaki itu memberikan beberapa uang lembaran kertas merah pada Wina.
"Ini buat apa?"
"Belanja. Masak kesukaan makanan Daffin dan Shakira. Apalagi Shakira sedang hamil membutuhkan gizi yang baik dan asupan vitamin yang banyak," seloroh Kakek Ilyas.
Spontan Wina menitikkan air mata haru. Sungguh tak disangka bahwa lelaki tua yang di depannya bak malaikat penolong bagi keluarganya datang memberikan semangat hidup.
"Terima kasih, Kek," sahut Wina.
"Saya juga mau ucapin terima kasih," tandas Shakira yang saat ini sudah ada di belakang punggung Kakek Ilyas. Ternyata dia dan Daffin menjadi pendengar setia di kala Kakek Ilyas dan Wina sedang mengobrol.
"Kalian sudah saya anggap seperti keluarga. Daffin pantas menjadi bos," balas Kakek Ilyas sembari mengerlingkan mata.
Atmosfer di ruangan tersebut hangat dengan canda tawa bahagia. Kakek Ilyas pun meminta agar masih bisa tinggal bersama Daffin. Dia sudah nyaman. Mereka bercengkraman hangat seraya berdialog.
*
Roda berputar ke atas. Dunia Daffin berubah seratus persen. Dia bukan kuli bangunan dan tukang ojol lagi. Melainkan CEO di perusahaan kosmetik. Pasca Kakek Ilyas mengumumkan jabatan Daffin. Lelaki itu pun mulai mengatur strategi agar perusahaan yang dia geluti saat ini berhasil kembali ke puncak, dengan cara kerja keras.
Lelaki tersebut merubah cara marketing penjualannya agar kosmetik dapat terjual memelesat serta diganti kemasan produk dan menjurus pasarannya tertuju ke usia tujuh belas tahun ke atas. Bahkan, Daffin merubah tampilan modelnya diganti dengan model baru yang lebih segar enak dilihat.
Ini benar-benar dari nol. Daffin merangkak dengan susah payah. Hari ini adalah pemotretan model baru, tetapi sudah hampir dua jam model itu tak datang. Suasana di sana menjadi tegang dan risau.
"Bagaimana ini, Pak? Model kita tak datang. Katanya dia mendadak sakit." Terdengar suara sekretaris Daffin panik dan matanya berkeliling melihat sekelilingnya yang sudah siap dari kamera dan dekorasi juga sudah matang tinggal menunggu sang model datang. Namun sayangnya, tak bisa datang dan ini membuat Daffin tertegun sejenak. Dia berdiri bergeming dengan tangan bersedekap.
"Hari ini pemotretan apa?" tanyanya.
"Parfum lelaki, Pak."
"Parfum wanita sudah ada modelnya 'kan?" Daffin melirik sekilas ke arah model wanita yang sudah duduk manis menunggu.
Hening sejenak. Lantas Daffin melangkah lebar menuju kamar ganti tempat pakaian model pria. Sekretaris itu melongo selang sepuluh detik kemudian Daffin keluar dari kamar ganti berpakaian kasual dengan memiliki rahang yang kokoh menambah kemaskulinan seorang Daffin tampak tampan dan dadaa bidangnya terlihat saat kancing kaus bajunya dibuka tiga.
"Pak, mau jadi modelnya?"
"Kenapa tidak. Saya akan coba." Daffin mengulum senyum simpul.
Semua wanita yang ada di sana terpana dan terpesona. Tak bisa diragukan lagi bahwa Daffin memang tampan cocok juga sebagai model.
Langsung dimulai pemotretan. Cahaya putih sudah menyorot ke arah Daffin dan model wanita,mereka berdua diminta berfoto layaknya sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta.
Awalnya Daffin merasa gugup dan banyak mengulang kesalahan. Dia hampir saja tak bisa bekerja secara profesional. Terasa tegang.
"Pak, rileks saja. Coba bayangkan kalau saya adalah istri Pak Daffin," bisik model wanita itu yang kerap dipanggil Nina.
Daffin tertegun seperti mendapatkan hipnotis. Dia pun melihat si wanita itu wajahnya seperti Shakira. Lantas pemotretan pun kembali dilanjutkan.
"Yeayyhhhh! Berjalan dengan lancar," seru sekretaris Daffin sambil bertepuk tangan.
Gemuruh tepuk tangan menghiasi gendang telinga Daffin. Lelaki itu pun menatap lamat-lamat Nina dan melempar senyum. "Terima kasih, Nina," ucapnya lirih.
Kemudian Daffin beranjak pergi meninggalkan tempat itu, sedangkan Nina mengukir senyum tipis menatap punggung Daffin.
"Sama-sama Pak ganteng," jawabnya.
*
Saking Daffin fokus bekerja di kantor. Shakira merasa kehilangan kebersamaan dengan Daffin yang sibuk setiap harinya. Namun, wanita itu tak bisa protes karena sang suami sedang mengejar impian.
Seperti halnya malam ini. Shakira menunggu Daffin untuk makan malam. Padahal Kakek Ilyas dan Wina meminta Shakira agar jangan menunggu Daffin pulang. Memang akhir-akhir ini lelaki tersebut memang sering pulang tengah malam.
Daffin tertegun saat melihat Shakira di ruang tamu. Lelaki itu pun melirik ke arah jam tangan yang melingkar di tangan kanan.
"Sudah jam sebelas. Kamu belum tidur?" tanya Daffin.
"Mas, aku rindu kita makan malam bersama. Waktu Mas saat ini lebih dihabiskan di kantor daripada di rumah," jawab Shakira.
"Shakira, kamu kenapa? Bukankah dari dulu saya seperti ini pulang tengah malam waktu ngojeg," kilah Daffin seraya mensejajarkan posisinya dengan duduk bersimpuh di depan Shakira yang masih duduk di kursi roda.
"Mas, ini beda. Sudah jadi CEO. Pasti mempunyai anak buah banyak dan bahkan dikelilingi wanita cantik," hardik Shakira. Tercium aroma cemburu dari nada suara Shakira.
Lalu Daffin menangkupkan kedua tangannya di wajah Shakira. "Saya bekerja tak akan macam-macam. Kamu ingat bahwa saya ingin sukses dan balas dendam. Saya harap kamu mengerti."
Bola mata Shakira sayu. "Tapi, Mas. Saya takut jika semakin lelaki itu mempunyai harta maka dia akan banyak tingkah mempunyai wanita lain," protesnya sambil memanyunkan bibir.
Mencerna ucapan Shakira. Daffin justru terkekeh. Bisa-bisanya wanita itu dapat berpikir seperti itu.
"Saya tak akan macam-macam. Meskipun, ada bidadari yang turun dari Surga. Saya akan memilih kamu," sahutnya sembari mengecup puncak kepala Shakira.
"Soal foto Mas bagaimana?" Shakira mengurai pelukannya.
"Foto yang mana?" Daffin mengerutkan dahi. Dia tak mengerti apa yang dimaksud oleh Shakira. Kadang wanita jika cemburu buta menguasai akan mendadak menjadi detektif handal.
"Mas, beneran mau sukses tanpa macam-macam?" Selidik Shakira memicingkan mata.
"Mas tak macam-macam. Kamu kenapa?" Daffin mencubit hidung Shakira mengajak sang istri bercanda. Bahkan, dia langsung membopong tubuh Shakira menuju ke dalam kamar.
Namun, tetap saja raut wajah Shakira asam dan ditekuk seperti cucian kering yang belum diistrika. Daffin mengajaknya mengobrol. Shakira memilih diam seribu bahasa tanpa menjawab semua pertanyaan Daffin.
"Mas, nggak mau makan?" Shakira lolos mengucapkan itu dari mulutnya.
"Mas sudah makan tadi karyawan kantor."
"Karyawan atau karyawan, Mas?" Selidik Shakira.
Lelaki berhidung bangir itu mengernyit keheranan dengan cara bicara Shakira seolah sedang memojokkan dirinya. Dia pun dapat menangkap bahwa Shakira sedang curiga.
"Kamu kenapa? Apa ada yang mengganjal hatimu? Sampai dari cara bicara sedari tadi ketus begitu?" protes Daffin menatap nanar manik mata Shakira yang tampak berkaca-kaca.