Berada di Titik Kecewa

1129 Kata
Siang ini terik matahari sangat menyengat kulit. Dia baru melihat ponsel. Baru selesai kerja sebagai kuli bangunan. Daffin mengusap keringatnya sendiri dengan handuk kecil yang selalu diselempangkan di bahu. Betapa terkejutnya membaca pesan dari sang istri. Lekas Daffin pun bangkit berdiri. Selera makan siangnya sudah surut. Daffin undur diri pulang usai membaca pesan. Sepanjang perjalanan. Pikirannya tak karuan berkecamuk. Daffin melajukan motornya dengan kecepatan tinggi hingga tiba di rumah. Derap langkah Daffin terdengar oleh Shakira. Wanita itu menoleh sembari mengukir senyum manis. Dia masih duduk di kursi roda di ruang tamu. Daffin segera memangkas jarak mendekati Shakira dan dia berlutut di depan wanita yang sangat dicintainya. Suasana menjadi hening. Di sana bak hanya ada Daffin dan Shakira. Meskipun, di ruang tengah ada Wina dan Kakek Ilyas duduk tertegun menatap televisi. Iya, Meskipun mata mereka berdua menatap televisinya. Namun, alam pikiran mereka memikirkan keadaan Shakira dan Daffin. "Apa maksudmu mengirimkan pesan seperti itu?" tanya Daffin menatap nanar manik mata Shakira. "Apa masih kurang jelas, Mas. Aku tak mencintaimu. Aku sudah mempunyai lelaki yang lebih baik darimu dan kaya raya. Aku bosan hidup miskin denganmu," urai Shakira panjang lebar dan menyunggingkan senyum simpul. Bak tersambar petir menggelegar mengenai tubuh Daffin. Lelaki itu diam, sediam-diamnya membisu seribu bahasa tanpa berkomentar. Tatapan sayu dan tangannya yang tadi menyentuh paha Shakira kini terurai. Shakira memalingkan wajahnya. Bahkan, dia memanggil Wina. "Bu, aku mau ke kamar." Tak berselang lama. Wina datang dengan wajah sendu. Lalu dia mendorong kursi roda Shakira. Wanita paruh baya itu pun tak berkomentar apa pun. Memilih membisu, sedangkan Daffin masih berlutut dan menundukkan wajahnya. "Baiklah, kalau kamu mau bercerai. Jadi benar anak yang ada di perutmu itu dengan selingkuhanmu?!" Daffin bangkit berdiri tanpa menoleh ke arah Shakira. Wina menghentikan langkahnya dan mulutnya mengatup rapat. Shakira memberikan kode agar Wina tak ikut campur dengan cara memegang tangan sang ibu sangat erat sekali. "Iya, Mas benar. Aku selingkuh saat Mas di penjara. Hari ini juga silakan kamu pergi dari rumah ibuku," jawab Shakira tegas. Kakek Ilyas yang sedari tadi berdiri dan menyimak percakapan Daffin dan Shakira terhenyak. Lelaki tersebut berdiri bergeming dan terbelalak mencerna semuanya. Rumah tangga Daffin berada di ujung tanduk. Daffin terkekeh kecil. "Baiklah, jadi itu maumu. Kita bercerai dan saya juga tak mau tinggal di sini," balas lelaki itu. "Siapkan surat cerai kita, Mas," tandas Shakira. Lalu dia meminta agar Wina melanjutkan langkahnya menuju kamar. Lantas Daffin beranjak pergi keluar dari rumah dengan seribu macam perasaan yang berkecamuk di dalam hati. Entah sudah berapa lama. Lelaki jangkung itu duduk di tepi jalan sambil menghisap rokok. Dia duduk di atas motor seraya menunggu penumpang. Bahkan, senja pun sudah tenggelam. Langit sudah menghitam pekat. Jalanan tetap ramai lalu-lalang kendaraan beroda empat maupun beroda tiga. Hanya Daffin saja yang sedari tadi diam melamun tak menyalakan notifikasi ojeg onlinenya. Data internet dimatikan. Lelaki tersebut hanya ingin berdamai dengan kenyataan bahwa Shakira selingkuh dengan pria lain. Berada di titik kecewa memang tak enak. Dering ponsel dibiarkan saja oleh Daffin. Lelaki itu berada di bawah jurang yang belum menemukan tangga untuk kembali naik. Dia menatap kosong lautan manusia yang berjalan di trotoar. "Andaikan saya bekerja menjadi orang kantoran. Mungkin istri saya tak akan selingkuh," gumamnya lirih. Tiga puluh menit kemudian. Daffin pun menyalakan internetnya kembali, lalu dia menatap lekat pesan masuk yang ada di wesaap dari Risma. Iya, ternyata wanita itu menanyakan perihal informasi yang didapat oleh pengacara keluarga bahwa Daffin meminta pengacara untuk mengurus surat cerai. Panggilan telepon tak terjawab dari Risma. Membuat Daffin tertegun. Dia pun bingung harus memberikan jawaban apa. Akhirnya, dia mengetik pesan. @Daffin [Ibu, nggak usah khawatir. Saya dan Shakira sudah tak cocok lagi.] Pesan terkirim. Tak berselang lama, pesan terbalas. @Risma [Ada masalah apa? Tiba-tiba kamu meminta pengacara untuk mengurus surat cerai.] Panggilan telepon berdering. Akan tetapi, Daffin memilih untuk mengabaikannya. Tiba-tiba datang seorang wanita cantik yang meminta diantar dengan senang hati Daffin bersikap ramah dan melempar senyum ke penumpangnya. "Silakan naik." Wanita itu tersenyum manis dan langsung duduk di belakang Daffin. Sementara itu di lain tempat. Shakira menelungkup di paha Wina. Air matanya membasahi daster Wina. "Sebenarnya siapa yang menghamilimu?" tanya Wina menyelidiki. "Bu, aku tak mau bahas itu lagi." "Tapi, kamu menangis sedari tadi." "Sebenarnya aku tak mau bercerai. Tapi, ini demi kebaikan Mas Daffin," jawab Shakira. "Apakah ini sudah keputusan bulatmu?" "Iya, Bu." Shakira mendongak dan tersenyum getir. Lalu Wina memeluk tubuh Shakira. "Daffin sudah baik kepada kita. Dia banting tulang menafkahimu dan menyayangi Ibu layaknya ibu kandung. Pasti perasaannya saat ini hancur sekali." Shakira mengusap air matanya. "Daffin pantas bahagia, Bu." Pukul sepuluh malam. Daffin baru pulang kerja. Ketika sampai di rumah. Tampak di teras rumah ada Kakek Ilyas duduk seperti sedang menunggu seseorang. Lalu Daffin pun melempar senyum kepada lelaki yang sudah senja. "Kakek, lagi apa di sini?" tanyanya. "Tunggu kamu," jawab Kakek Ilyas. "Saya mau bicara." Kakek Ilyas menepuk kursi yang ada di sampingnya. Berharap jika Daffin duduk di sampingnya. Lelaki berhidung bangir itu mengerutkan dahinya dan duduk di kursi yang tadi ditepuk oleh Kakek Ilyas. "Ada apa, Kek?" "Apa yakin kalian mau bercerai?" "Kek, ini sudah kemauannya Shakira." "Sebenarnya masalahnya apa? Bukankah dia sekarang sedang hamil dan kamu meninggalkannya begitu saja sendiri." "Tapi, itu bukan anak saya." Daffin menjawab singkat. "Daffin, apa kamu percaya dengan ucapan Shakira? Apakah mungkin Shakira berkhianat? Kamu yang tahu sifat dan watak istrimu. Jadi coba pikirkan baik-baik dengan pikiran yang jernih," tandas Kakek Ilyas seraya menepuk bahu Daffin. Mencerna ucapan Kakek Ilyas. Daffin tertegun. Dia berusaha mengingat kejadian masa lalu sebelum Shakira seperti ini. Wanita itu banyak dikagumi oleh banyak lelaki dan banyak yang berlomba-lomba untuk mengambil hati Shakira. Namun, ternyata Daffin pemenang hati Shakira. Pikiran Daffin kembali mengawang menggiring ke masa lalu. Di kala dia melamar Shakira yang mau terima apa adanya wanita itu. Meskipun, Shakira adalah anak pembantu yang bekerja di rumahnya. Lantas Kakek Ilyas undur diri untuk tidur. Suara Kakek Ilyas membuyarkan lamunan Daffin. Lelaki itu pun mengangguk pelan dan mengulum senyum tipis. "Selamat malam, Kek." "Selamat malam, kamu harus selidiki ini semua. Jangan biarkan rumah tangga kalian kandas di tengah jalan." "Iya, Kek," sahut Daffin tersenyum lebar. Kakek Ilyas masuk ke rumah. Kini Daffin duduk sambil menghisap rokok. Sesekali tangannya meremas-remas rambutnya sendiri. "Saya harus bagaimana?" lirihnya sendu. Lalu Daffin berdiri dan berjalan perlahan-lahan masuk ke rumah yang lampu ruang tamu sudah padam. Tiba di depan kamar singgasananya. Langkahnya terhenti. Jantung berdegup kencang seperti genderang mau perang. Tangannya sedikit ragu untuk memegang kenop pintu. Dia berdiri bergeming. Namun, Daffin harus menyelidiki perubahan Shakira. Lelaki itu berjinjit masuk ke dalam kamar. Tatapannya menajam ke arah Shakira yang sudah tertidur pulas memunggungi. Setidaknya Daffin dapat menghela napas lega karena penyelidikannya berjalan lancar jika Shakira sudah tidur. Maka lekas Daffin menuju ke arah lemari baju. "Mas, sedang apa?" Suara Shakira membuat Daffin terhenyak dan terkesiap menghentikan langkahnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN