"Ini siapa, Mas?" tanya Shakira menatap lamat-lamat Daffin. Dia menunjukkan foto yang dia dapat berseliweran di media sosial. Bahwa Daffin berfoto mesra dengan wanita lain.
"Oh, dia adalah model parfum dan lipstik. Namanya Nina. Kenapa memangnya?" jawab Daffin tenang. Dia duduk di tepi kasur sembari memilin rambut Shakira yang panjang tergerai.
"Apa harus berfoto seperti ini gandengan tangan segala layaknya sepasang kekasih," tukas Shakira. Tampak sekali matanya berembun. Lalu dia kembali berucap, "Apa harus Mas jadi model juga?"
"Nggak ada model pria. Waktu itu spontan saja saya maju. Daripada harus gagal tak jadi pemotretan. Karyawan saya sudah pada menunggu lama," tandas Daffin menjelaskan agar Shakira dapat paham bila itu semata-mata hanya pekerjaan tak lebih.
Shakira memunggungi Daffin. Lalu lengan Daffin segera mengapit sisi tubuh Shakira dan kaki kanannya mengait di kaki Shakira. Hawa panas mulai menjalar ke sekujur tubuh Daffin. Dia merasakan bahwa bersentuhan erat dengan sang istri dapat membangkitkan sesuatu yang sudah lama tak mendapatkan jatah. Gairah lelaki itu mulai membara.
Terdengar irama napas Shakira. Wanita itu pun mulai menggeliat dan mendesis saat bibir Daffin bermain di bagian belakang telinganya. Panas tubuh dari Daffin ternyata juga mampu membangkitkan dan rasa marah Shakira surut.
Lelaki tampan itu bergerak. Membuat Shakira panik dan bulu mata lentiknya mengerjap-ngerjap merasakan sesuatu yang keras menonjol di belakang pinggulnya. Bahkan, tangan Daffin mulai menjelajahi gunung kembar milik Shakira. Satu-persatu kancing baju wanita itu dibuka.
"Mas," lirih Shakira manja.
"Bolehkah malam ini saya minta jatah," bisik Daffin terdengar renyah dan jantan.
Pinggul Daffin bergerak terus lalu ditempelkan ke punggung Shakira. Lengannya pun mengencang merengkuh tubuh Shakira. Tubuh Daffin merapat dengan tubuh Shakira. Lalu si wanita berbalik badan. Kini keduanya saling berhadapan.
Napas hangat menerpa wajah Shakira. Kala Daffin maju dan bibir lelaki itu memagutnya lembut bersamaan dengan gerakan tangan yang slow motion tanpa Shakira sadari kini telaanjang dadaa. Gunung kembar menjulang menjadi pemandangan indah bagi Daffin.
Lantas Daffin mulai mempermainkan sepasang bukit itu. Membuat Shakira menggelinjang dan tubuhnya bergemetar seperti cacing kepanasan. Apalagi Daffin menyelisik setiap inci tubuh Shakira. Lantas lelaki itu beringsut mundur turun dari ranjang.
Daffin pun kini sudah menanggalkan semua bajunya yang dibiarkan berserakan di lantai. Lalu dia kembali merambat naik ke ranjang langsung ke inti yang membangkitkan birahiinya.
Tangan Shakira meremas kuat-kuat lengan Daffin. Saat tubuh lelaki itu sudah berpacu dengan gerakan pinggul yang berirama. Sorot mata lelaki itu seperti ingin menerkam dan memakan bulat-bulat tubuh Shakira. Lalu Daffin mencengkram tubuh Shakira dengan sangat erat.
Keduanya polos tanpa sehelai benang pun yang melekat di tubuh. Hawa panas dari suhu tubuh mereka meningkat. Ruangan AC di kamar tak berpengaruh, yang ada hanya kini saling mengembuskan napas cinta bersama di atas ranjang. Butiran keringat mengucur deras dari tubuh keduanya. Seperti sedang naik roller coaster. Tampak ada ketegangan yang dibalut oleh kenikmatan.
Iya, Daffin dan Shakira. Sudah lama tak melakukan hubungan layaknya suami istri. Pasca Daffin bekerja keras dan melupakan urusan ranjang. Bak mendapatkan madu di depan maka tak akan disia-siakan begitu saja oleh Daffin. Dia hisap pelan-pelan hingga madu itu seperti memberikan tenaga extra ke tubuhnya.
Lolongan desahan panjang keduanya menandakan jika mereka sudah sampai ke puncak. Daffin merebahkan kepalanya di dadaa Shakira. Sesekali tangannya memilin ujung bukit kembar itu.
"Mas, nggak selingkuh 'kan?" tanya Shakira. Terdengar renyah dan sexi.
"Tidak, Shakira," balas Daffin mengerlingkan mata. Lantas dia berguling ke samping melepaskan tubuh Shakira. Tangannya melingkar di pinggang Shakira.
"Kamu mau lagi," bisik Daffin terdengar jantan dan mampu mengundang birahi Shakira masih berada di tempat.
"Tidurlah, Mas," balas Shakira sembari mengusap pipi Daffin.
Daffin mengerucutkan bibirnya. Padahal jagoannya masih mampu berpacu beberapa jam ke depannya. Akan tetapi, Shakira tampak kelelahan yang ditandai dengan mulutnya yang sudah menguap.
"Baiklah, selamat malam," imbuh Daffin sambil tersenyum lebar.
Dia membiarkan kepala Shakira berada di bahunya. Selang tiga detik. Daffin melirik sekilas tampak Shakira sudah terpejam pulas.
"Terima kasih, Shakira," ucapnya lirih.
Pergulatan rindunya bersama Shakira sudah tersalurkan. Lelaki itu pun mulai memejamkan matanya melepaskan penat dan lelah hari ini.
*
Menjelang siang. Daffin tertegun sejenak saat membaca undangan rapat ada nama Kennedy dan Arwana. Di mana semua pengusaha sukses akan berkumpul bersama di pesta kolega Kakek Ilyas.
Matanya menatap nyalang ke arah sekretarisnya. Dia pun lolos melontarkan tanya, "Siapa yang memberikan undangan ini?"
"Pak Ilyas, Pak," jawabnya.
"Apakah saya harus menghadirkan rapat ini?"
"Kata Pak Ilyas harus. Ini penting untuk mencari kolega bisnis."
Daffin mengembuskan napas kasar. Tangannya mengetuk meja dan giginya bergemeletuk bukan karena kedinginan, tetapi menahan amarahnya.
"Baiklah, saya akan berbicara dengannya," tandas Daffin.
Lalu wanita itu pun pergi meninggalkan Daffin sendirian di ruang kerja. Dering ponsel berbunyi nyaring memekak telinga. Lelaki itu pun melirik ke arah ponselnya yang teronggok di meja.
Tampak panggilan teleponnya itu dari Shakira. Lekas tangannya terulur meraih ponsel tersebut. "Halo."
Mata Daffin membulat sempurna seketika itu juga. Setelah mendapatkan kabar dari Shakira. Lantas dia segera beranjak dari kantor. Derap langkah kakinya melebar menuju lobby kantor.
Supir mobil Daffin sudah menunggu di depan. Lekas dia pun masuk dengan perasaan yang tak menentu. Tubuhnya terasa mengambang mendengar Risma sakit.
"Ayo, Mas," ajak Shakira sambil menarik tangan Daffin. Dia sudah berulangkali meminta Daffin agar cepat ke rumah sakit.
Baru lima belas menit lelaki itu sampai di rumah. Dia duduk di kursi tertegun sejenak belum mengindahkan ucapan Shakira.
"Ibu sakit apa?" tanya Daffin datar.
"Ibumu di rumah sakit. Pasti nggak ada ayahmu," jawab Shakira.
"Baiklah," jawab Daffin seraya berdiri. Lalu dia mendorong kursi roda Shakira keluar dari rumah. Tiba-tiba datang Kakek Ilyas. Mereka berdua berpapasan.
"Kalian mau ke mana?" tanya Kakek Ilyas melempar senyum.
"Mau ke rumah sakit," jawab Daffin.
"Siapa yang sakit?" Kakek Ilyas menaikkan sebelah alisnya. Terdengar panik.
Terdengar suara piring jatuh. Spontan Daffin dan Shakira menoleh ke belakang. Sumber suara itu berada di dapur. Lekas Daffin dan Kakek Ilyas berlari ke arah dapur.
"Ibuuuu!" pekik Daffin saat melihat Wina sudah tergeletak di lantai.
Lekas Daffin membopong tubuh Wina keluar dari dapur. Shakira terbelalak saat tahu ibunya tak sadarkan diri.
"Kenapa dengan ibu?" tanya Shakira.
"Kita bawa ke rumah sakit," cetus Daffin.
Lelaki berhidung bangir itu lekas menaruh Wina di belakang mobil, sedangkan Shakira berada di mobil Kakek Ilyas. Daffin bergegas melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tampak raut wajahnya panik dan sesekali melirik ke arah Wina yang masih terpejam.
"Bertahan, Bu," lirihnya terdengar panik.
Pikiran Daffin kacau. Dia terus melaju menembus jalanan yang padat merayap. Di sisi lain.
Kondisi Risma saat ini berada di ruang gawat darurat. Dia berjuang melawan malaikat maut.
Kennedy dan Arwana berdiri di depan ruangan itu. Tampak raut wajah mereka berdua panik dan khawatir.
Tak berselang lama dokter keluar dari ruangan UGD. Lekas Kennedy menghampiri dan melontarkan pertanyaan, "Pak, bagaimana dengan istri saya?"
"Dia terus memanggil nama Daffin. Apakah Anda bisa memanggil dia?" tanya dokter itu.
"Apa? Daffin kenapa harus dia?" protes Arwana geram mendengar ucapan dokter.
"Arwana, tenang," ucap Kennedy.