Mulai Pergi

1006 Kata
"Hidup di masa seperti ini harus berani. Jika tidak ingin berakhir sia-sia." *****           Pagi-pagi buta Harry sudah siap untuk berangkat. Perlengkapan semua juga sudah Angelina siapkan tinggal mereka membangunkan Estel.      "Sudah, Lin aku ingin membangunkan Estel dulu," ucap Harry saat semua perlengkapannya sudah siap.   "Iya, Pi." Angelina mengikuti mereka dari belakang. Ketakutan pasti ada dalam diri Angelina tapi mau bagaimana lagi. Mereka tidak mungkin bertahan di sini tanpa pemasok makanan siap saja atau beberapa obat-obatan untuk persiapan.    "Estel ... Estel bangun, nak...."   "Emm...." Estel hanya memolet saja tidak juga bangun. Memang hari sangat pagi sekali pasti akan sangat sulit membangunkan Estel kecuali memang terdengar auman suara monster itu. Tapi, hari ini terasa tenang tidak seperti sebelumnya.   "Estel sayang bangun ayo kita berangkat sekarang."   "Ke mana?" tanya Estel dengan suara seraknya Dan mata terpejam. Steven yang mendengar Papinya membangunkan Estel pun segera bangun.   "Papi biar aku gantikan saja, Estel."   "Tidak perlu, sayang kamu tetap jaga Mami dan adiknya di sini biar Papi bersama Estel," jawab Harry lagi. Hari pun membangunkan lagi Estel walaupun anak itu susah untuk diajak bangun.    "Pi, tidak usah berangkat lah ya aku ngantuk," icqp Estel lagi dengan malas.   "Estel jangan gitu kita harus tetap berangkat untuk mencari makanan dan obat-obatan takut terjadi sesuatu nantinya kalau stok habis."   "Papi sendiri saja ya, aku di rumah enggak akan nakal." Harry menggelengkan kepalanya.   "Tidak ayo buruan sayang. Kalau semakin siang resikonya akan semakin berat nanti monster itu tidak tahu kapan akan tetap terjaga. Jadi ayo ikut, Papi." Estel pun mau tidak mau bangkit dan ikut dengan Papinya. Angelina tersenyum mengelus kepala anaknya.       Dia memakaikan jaket tebal untuk anaknya karena memang sedang musim Dingin juga. Dia kira monster itu tidak akan ada ada di musim Dingin. Ternyata semalam dia masih juga mendengarnya.   "Sudah ya sayang. Kamu nurut apa kata, Papi jangan membantah ya." Estel mengangguk sambil menguap karena matanya yang masih ngantuk. Angelina Dan Steven menemani mereka ke luar. Keadaan masih sangat sangat gelap.     "Masih gelap, Pi," ucap Estel mengucek matanya.   "Memang Dan semoga ini yang aman."    "Pi, hati-hati ya kamu jaga anak kita dengan baik," ucap Angelina sangat berat melepaskan mereka tapi mau gimana lagi semua harus jadi pemberani di saat seperti ini.   "Iya kamu juga hati-hati. Steven ingat kamu laki-laki kuat. Jaga Ibu Dan juga adikmu. Kalau terjadi sesuatu ingatlah yang sudah Ayah latih kepadamu." Steven mengangguk dan menjawab, "Baik, Pi Steven akan jaga Mami dan adik. Papi hati-hati ya."   "Iya sayang."   "Estel ingat ikuti perintah, Papi jangan nakal kamu tahu resikonya besar bukan?" ucap Steven kepada Adiknya itu. Estel mengangguk paham. Rasa kantuknya hilang saat dia sudah berada di depan. Sesekali suara monster itu terdengar walaupun takut dia harus jadi berani. Dia ingat sekali dengan Kakaknya yang mati karena ulahnya jangan sampai Papinya juga kenapa-kenapa saat bersamanya.   "Yaudah, Papi sama Estel berangkat dulu ya." Harry tidak ingin berlama-lama di sini. Dia harus segera berangkat.    "Hati-hati,Pi," ucap Steven lagi. Harry mengangguk dan segera berjalan menggandeng Estel dengan pelan. Angelina merasa was-was saat mereka sudah mulai berjalan pergi.   "Mi, ayo masuk."   "Mami jangan ngomong kayak gitu. Udah ayo masuk nanti Eveline bangun kita enggak tahu." Steven membawa Ibunya masuk lagi ke dalam.     Di dalam Steven menyuruh Ibunya untuk istirahat lagi. Dia juga masih lumayan mengantuk jadi dia ingin tidur lagi. "Mi mending istirahat dulu lagi. Mami tidur lagi. Terlihat dari mata Mami, Mami kurang tidur."   "Mami tidak mengantuk. Mami sedang berfikir sampai kapan makhluk itu ada. Bagaimana cara membunuh makhluk itu."    "Steven juga belum tahu. Dari mana asalnya makhluk itupun belum diketahui. Saluran radio yang biasa aku dengarkan pun tidak memberikan petunjuk," ucap Steven lagi duduk di karpet yang ada di ruangan Maminya. Ini tidak bisa disebut kamar hanya celah-celah beda ruangan yang berada di bawah tanah.    "Mami ingin cari tahu kelemahan makhluk itu sehingga, Mami tahu cara membunuhnya."   "Seiring waktu pasti nanti ketemu kok, Mi."   "Yes, I wish...."    Steven mengangguk dan ingin bangkit ke tempat tidurnya di depan supaya Maminya istirahat," Kamu mau ke mana?" tanya Maminya mencegah Steven untuk ke luar.   "Istirahat juga, Mi besok aku harus cari persediaan air."    "Di sini aja temani, Mami tidur. Mami tidak pernah bisa tidur tenang sekarang. Bayangan adikmu yang tewas di tangan monster itu membuat Mami selalu mimpi buruk. Adikmu selalu muncul di pikiran, Mami dan dia bilang takut Dan sakit." Angelina selalu bermimpi buruk tentang Violine.    "Mi, Violine malah udah tenang dan dia enggak sakit lagi kok."   "Dia pasti kesakitan saat badanya terkoyak. Mami ingat jelas teriakan adikmu."   "Aku tahu aku juga mendengarnya. Tapi, aku tidak bisa membantu adikku karena memang aku waktu itu posisinya lebih jauh Dan Violine yang lebih dekat. Seharusnya aku menjaga adikku."   "Mami tidak menyalahkan kamu. Seharusnya Mami yang menjaga anak-anak Mami."   "Tidak, Mi ini semua sudah kententuan takdir. Tuhan tidak mau Violine hidup di zaman seperti ini makanya Tuhan lebih baik menjemput Violine."   "Itu artinya Tuhan tidak sayang kepada kita. Tuhan ambil anak Mami tanpa diberi kesempatan kalau Mami—"   "Mami jangan berkata seperti itu. Enggak boleh kita harus tetap berdoa. Sesuatu yang indah bakal kita dapatkan setelah ini."   "Bagaimana bisa mereka dihilangkan sedangkan jumlah mereka banyak. Bahkan satupun manusia Mami yakin tidak akan berani. Entahlah sekarang semua manusia masih hidup atau belum." Steven memeluk Maminya Dan menenangkannya. Maminya yang kuat ternyata rapuh. Steven juga sebenernya sedih tapi menyalahkan keadaan tidak ada gunanya. Mereka hanya perlu terus bersabar kalau ini semua akan segera berakhir.   "Sudah, Mami istirahat, Steven temani di sini. Supaya, Mami tidak berfikiran buruk ya. Jadi, istirahat aja sekarang." Steven pun menyuruh Maminya untuk tidur dia berada di samping Maminya Dan memeluknya.     Angelina pun berusaha untuk memejamkan matanya walaupun rasanya ngantuk. Tapi, yasudahlah. Benar kata anak sulungnya semua ini pasti berakhir. Walaupun entah kapan. Semoga saja setelah ini semua akan membaik.    "Mi sudah tidur jangan difikirkan nanti, Mami malah sakit. Kita harus saling menjaga satu sama lain. Kalau, Mami sakit nanti ASI Mami ke luarnya tidak sedap Dan Eveline malah tidak ada gizinya.    "Iya, nak." Angelina memejamkan Matanya dan berusaha untuk tidur begitupun dengan Steven yang memang masih terasa mengantuk. Mereka akan tetap aman ya semoga saja. .....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN