"Dua hari sebelum Mereka Berangkat ternyata ada Hal yang tidak Terduga."
*****
Malam hari setelah Gorge menyiapkan alat-alat yang mau dibawanya, dia butuh istirahat sebelum berangkat. Dia menikmati malam bersama istrinya. Dia takut kalau nanti dia tidak kembali lagi setidaknya dia sudah menikmati waktu bersama istrinya.
"Riska kalau aku enggak ada makan yang bener enggak usah terlalu mikirin aku. Pikirin kesehatan kamu," ujar Gorge dibawah langit yang memancarkan cahaya bulan dan bintang.
"Gorge enggak usah ngomong kayak gitu, deh. Kamu aneh-aneh aja deh ngomongnya. Aturan kamu bilang kalau kamu bakal tetep balik gitu. Jangan aneh-aneh lah Gorge ngomongnya. Kamu mau ninggalin aku di sini apa." Gorge tersenyum melihat raut wajah kesal istrinya. Dia hanya mengatakan kalau itu benar terjadinya padahal belum tentu terjadi.
"Iya-iya. Oh iya aku ke sana enggak sendiri loh," ucap Gorge lagi. Riska melihat ke arah Gorge dengan serius.
"Sama siapa?" tabuw Riska.
"Temen-temen Joe bakal ikut sama aku dia juga mau cari Joe di mana."
"Tumben kemaren dia bilang enggak mau ikut kenapa sekarang malah minta ikut," ujar Riska lagi. Gorge menghendikkan bahunya.
"Yaudah lah, Ris 'kan malah bagus itu arttinya aku ada temennya." Riska pun mengangguk.
"Yaudah ah ayo istirahat tidur. Udah tahu bentar lagi kamu mau pergi." Gorge mengangguk mengikuti istrinya masuk ke dalam.
.....
Di sisi lain teman-teman Joe sudah menyiapkan perlengkapan mereka untuk menyusul Joe besok. Mereka yakin akan menyusul Joe karena sadar selama ini mereka bersama baru kali ini mereka berpisah jadi mereka mengalah untuk menyusul Joe.
"Udah semua dimasukin ke dalam tas?" tanya Riski kepada yang lainnya.
"Udah kayaknya si. Udah ah gue mau istirahat duluan. Badan gue pegel dari siang."
"Iya, gue juga deh." Mereka pun saling meninggalkan perlengkapan mereka dan bersiap untuk istirahat.
Tapi, tiga orang ada yang belum bisa tidur. Perasaan masih agak ragu untuk ikut. Tapi, semua temannya ikut tidak mungkin dia tidak ikut sendiri.
"Lo udah siap mati?" tanya Roy bergurau kepada Frans.
"Enggak lah ngapain gue bakal mati. Lagian yang ada monster itu lah yang bakal mati di tangan gue." Roy dan Freo tertawa mendengar keyakinan Frans padahal dia sendiri pun tidak yakin kalau dia akan berhasil.
"Yakin banget lo. Tapi, enggak papa gue tahu kok lo lagi nyembunyiin rasa takut lo itu 'kan?" tanya Freo lagi. Frans hanya menghendikkan bahunya acuh sambil wajahnya menampilkan sosok menyembalkan.
"Tapi, menurut gue Joe ke sana bukan karena dia pengen ngancurin monster itu deh. Gue rasa dia suka sama anaknya Pak Harry yang perempuan yang namanya, Lili itu." Frans menengok ke arah Roy begitupun dengan Freo. Mereka bahkan tidak tahu yang namanya Lili sama sekali. Ah tapi mereka ingat memang ada perempuan sepantaran Joe.
"Halah enggak mungkin lah. Emang Joe orang yang gampang jatuh cinta apa. Lihat aja di sini cewe banyak enggak ada satupun yang nyantol di hati Joe," ucap Freo lagi.
"Ya gue sebagai laki-laki ngelihat itu dengan jelas, Fre kalau ada tatapan cinta Dari wajah Joe. Gue juga pernah mergokin mereka lagi berdua ngobrol kayaknya serius banget dan gue lihat tatapan Joe itu beda." Mereka hanya mengangguk.
"Ya kalau bener enggak papa lah itu artinya Joe bisa buka hati buat orang baru. Selama ini dia 'kan pendiem orangnya. Dia cuma mau ngadain perubahan, tapi selalu enggak bisa. Menurut gue ya Bagus dia ikut Harry mereka satu pemikiran kok, kitanya aja yang waktu itu cemen enggak mau ikut Joe pergi sekarang keadaan mencekam baru mau ikut."
"Oh iya, monster di depan masih ada?" tanya Frans lagi. Soalnya beberapa hari yang lalu monster itu berada tidak jauh dari desa terpencilnya ini.
"Udah aman si kayaknya. Cuma kayaknya monster berlarian ke arah sini karena Harry dan yang lainnya sudah mengusir kali ya?" tanya Freo.
"Ah enggak juga sih. Menurut gue emang mereka pengen ke sini aja," jawab Roy ngasal, "Mereka mau ngejenguk kita kali," lanjut Roy lagi. Dua orang orang itu langsung menggeplak kepada Roy. Roy hanya tertawa lalu teman mereka merasa keberisikan dengan tiga sejoli yang rusuh itu.
"Heh lo pada berisik banget si. Kalau mau ngobrol di luar sana kita mau istirahat."
"Hahaha ... iya-iya. Ah sensian aja lo."
"Ya lagian orang waktunya tidur lo malah berisik gelo pisan," sautnya lagi. Lalu berbalik arah untuk tidur.
"Dahlah gue mau tidur aja," ucap Frans bangkit untuk tidur.
"Iya, gue juga. Emang rada-rada ngomong sama Roy mah," saut Freo lagi. Mereka berdua bangkit dan meninggalkan Roy yang hanya tertawa menggelengkan kepalanya.
Roy masih duduk mengamati keadaan di depannya. Sudah hampir berapa tahun mereka di sini. Sudah banyak Hal yang mereka lewati di sini bersama-sama.
"Huft ... gue kangen sama keluarga gue. Mereka masih ada yang hidup enggak ya. Kenapa setiap gue cari mereka enggak pernah ketemu. Apa mereka udah pergi ninggalin gue," ucap Roy. Tapi, dalam hati Roy memang membenarkan kalau mereka sudah tiada. Monster itu pasti sudah menghabisi keluarganya yang harus terpisah.
Roy pun akhirnya bangkit untuk istirahat, memikirkan masa lalu hanya membuat perasaannya sakit. Kalaupun mereka sudah tidak ada Roy hanya bisa mendoakan yang terbaik. Dia pun ikut teman-temannya untuk istirahat. Dua hari lagi mereka akan berangkat mencari Joe. Semoga saja mudah ketemu Joe.
Walaupun mereka semua tidak tahu harus menelusuri hutan dengan apa. Mereka tidak ada peta ataupun alat untuk menghubungi Joe. Yasudahlah semoga saja bisa menemukan mereka semua. Dan semoga saja monster itu akan segera berakhir setelah banyaknya teman yang ikut turun langsung.
.......
Dua hari kemudian....
Hampir semua laki-laki di desa terpencil ini memilih ikut dengan Gorge dan teman-teman Joe yang akan mencari Harry. Padahal, Gorge sama sekali tidak menyuruh mereka ikut. Tapi, dengan inisiatif mereka. Mereka meminta ikut Gorge dan juga teman-teman Joe mencari mereka.
"Kalian yakin mau ikut? Ini akan bahaya. Saya Tidak bisa meyakinkan kalian akan kembali dengan utuh. Karena tidak mungkin saya menyelamatkan kalian satu persatu. Hanya kalian yang bisa mengandalkan diri kalian sendiri." Gorge mengingatkan mereka lagi untuk sadar bahwa dia tidak bisa menjanjikan apapun untuk mereka bisa selamat.
"Kami yakin, Gorg kami tetap akan ikut membantu kamu dan yang lain mencari keluarga Harry dan juga Joe. Sekarang waktunya kita mencari kebebasan. Anak-anak kami butuh pendidikan dan kesehatan yang layak kalau mereka di sini terus bagaimana ke depannya." Gorge menganggukan kepalanya di sebelahnya ada Riska yang tersenyum. Dengan seperti ini Riska tidak terlalu takut kalau suaminya pergi. Dengan banyaknya orang yang memutuskan untuk ikut semoga saja mereka pun kembali dengan utuh.
"Gorge dengan ini aku enggak takut lagi kalau kamu pergi. Kamu pasti akan kembali bukan?"
"Riska doakan saja aku dan aku akan kembali secepatnya." Riska mengangguk dengan mantap, "Pasti aku bakal berdoa supaya kamu kembali. Cuma orang yang aku punya jadi tidak mungkin aku mendoakan Hal buruk kepada kamu." Gorge tertawa setelah itu dia melanjutkan omongannya kepada mereka semua yang ikut.
"Kalian di sini sudah aman bukan? Di luar sana udah enggak aman. Kalau kalian ikut kalian yakin akan saling membantu?"
"Ya. Kita akan saling membantu. Kita di sini kan sudah keluarga."
"Okelah kalau kalian sudah mantap ikut saya. Ayo kita siap-siap berangkat," ucap Gorge tapi sebelum berangkat mereka berpamitan kepada keluarganya terlebih dahulu.
Angelina datang dengan menggendong anaknya, "Gorge saya ingin mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya karena kamu mau ikut menyusul mencari keluarga saya. Semoga kamu baik-baik saja dan bertemu mereka ya."
"Angelina. Ya, kamu doakan saja ya. Niat suamimu itu baik semoga saja kita bisa bertemu dan menghancurkan monster itu sama-sama."
Angelina mengangguk, "Gorge ada Hal penting yang harus kamu tahu dan kamu beritahu nanti ke yang lainnya."
"Apa, Angel?" tanya Gorge lagi tidak mengerti.
"Kalau kalian belum bertemu dengan Harry dan malah bertemu dengan monster itu. Serang saja kelemahan monster itu ada di telinga, hidung dan mata. Kalian bisa serang itu. Walaupun, saya tahu ini sulit karena tidak ada bunyi apapun yang kalian bawa."
"Bunyi? Seperti radio yang dibawa Harry? Itu aku sudah mencoba rancangannya tapi beneran tidak bisa hanya Harry yang bisa."
"Ya benar radio itu. Tapi, kalian masih bisa menyerang monster itu dengan titik kelemahan saja kalau tidak ada radio itu." Gorge mengangguk paham.
"Terimakasih, Angelina."
"Hanya itu yang bisa saya bantu, Gorge. Saya harap kamu bisa membawa keluarga saya untuk kembali lagi. Saya sangat merindukan mereka."
"Ya doakan kami saja, Angel. Sudah ya kami pamit berangkat lebih dulu." Gorge tidak mau membuang-buang waktu.
"Riska sekali lagi doakan aku. Aku akan berangkat sekarang."
"Iya, Gorge hati-hati. Semoga lekas kembali dengan keberhasilan." Gorge mengangguk.
Mereka semua mulai berjalan mengikuti Gorge ada sekitar tiga puluh orang yang memilih ikut. Tidak semua, tapi itu sudah cukup menurut Gorge.
"Paman kita akan ke mana mencari mereka?" tanya Freo yang berada di samping Gorge.
"Kita berjalan ke arah di mana aku dan Harry bertemu saja. Ada kemungkinan mereka melewati jalan itu."
"Lalu, bagaimana kalau kita malah nyasar dan tidak bertemu dengan mereka?"
"Kalau kalian yakin untuk ikut itu artinya kalian sudah tahu konsekuensinya. Saya Tidak pernah memaksa kalian jadi jika kalian ragu kalian bisa kembali." Mereka Semua langsung menggeleng dan mengikuti Gorge. Keyakinan mereka untuk ikut sudah pasti. Jadi, mereka tidak akan kembali sebelum membawa keberhasilan.
......
Tiga hari sudah mereka berjalan, tapi belum juga menemukan keberadaan Harry dan yang lainnya. Sumber makanan mereka yang dibawa pun sudah habis hanya alam yang ini saja yang mampu mereka harapkan untuk mencari makanan.
"Ada monster. Monster itu jalan ke arah sini." Salah satu memberi tahu itu dengan panik tapi masih menjaga suaranya.
"Berjaga-jaga kalau monster itu datang serang titik kelemahan yang dikatakan oleh Angelina tadi." Mereka Semua pun mengangguk. Benar saja monster itu lantas datang walaupun jumlahnya hanya satu tapi mampu membuat mereka semua bergidik ketakutan.
Satu persatu mereka menyerang monster itu dengan alat seadanya yang mereka bawa. Beberapa orang berjatuhan. Hingga akhirnya ada yang mati juga karena tercabik monster itu.
Keadaan semakin tidak terkendali. Gorge memikirkan cara lain. Lalu, dia melihat sebuah petunjuk. Dia lantas menjauh sejenak.
Dia menimbulkan suara-suara dari sebuah gua yang berada tidak jauh dari mereka berada. Gorge langsung dengan akalnya menarik perhatian monster itu. Monster itupun langsung berlari ke arah sana.
Gorge sontak langsung segera bersembunyi di balik bebatuan. Monster itu berada di dekatnya. Dia harus tenang atau dia akan mati.
Beberapa saat berlalu akhirnya monster itu pun pergi dari sana. Gorge melihat orang-orang yang berjatuhan. Mereka Semua tidak sampai hati melihat mayat teman mereka sendiri.
"Ayo kita Gali tanah untuk mereka." Gorge pun mengintrupsikan kepada mereka untuk saling menggali tanah untuk menguburkan orang-orang ini. Korban yang berjatuhan ada sepuluh orang. Sisanya mengalami Luka cakaran monster tersebut.
"Kasihan mereka. Seandainya...."
"Sudah resiko dan kita tidak boleh saling menyalahkan." Gorge langsung mengintrupsikan itu kepada seseorang yang hendak menjadi provokator.
Mereka pun lantas diam. Apa yang dikatakan Gorge benar. Ini pilihan mereka untuk ikut jadi kalau mereka mati bukan salah Gorge juga. Karena Gorge sudah memberitahukan kalau perjalanan kita akan bahaya.
Salah satu teman Joe juga harus merengut nyawanya. Mereka sangat terpukul dengan kejadian itu. Tapi, mau bagaimana lagi ini sudah takdir.
"Semoga lo lebih tenang ya, Kar." Karlos merengut nyawa saat melawan monster itu.
"Kita kehilangan, Karlos apa dari kita atau gue bahkan. Akan nyusul Karlos juga ya," ucap Freo yang merasa hatinya sakit harus menguburkan teman yang selama ini mereka harus bersama.
"Jangan berbicara seperti itu, Freo. Kalaupun salah satu dari kita mati, setidaknya kita sudah berusaha untuk memajukan perubahan. Dari pada kita mengandalkan orang lain. Bahkan kita enggak tahu gimana keadaan pemerintah dan yang lainnya. Apakah mereka masih hidup atau tidak saja kita tidak tahu. Jadi, yaudah hanya kesadaran kita yang bisa lakukan," jelas Roy panjang lebar. Roy pun sama dengan mereka semua. Takut dan juga merasa kalau ini tidak adil. Tapi, sudah jalannya seperti ini.
Beberapa jam kemudian setelah para korban yang tewas sudah terkubur. Mereka memutuskan untuk beristirahat.
"Kita istirahat di sini dulu. Besok kita baru lanjutin lagi perjalanan kita," ucap Gorge lagi. Karena memang perjalanan mereka cukup jauh dan juga melelahkan jadi sudah hampir malam dan mereka waktunya untuk tidur.
.......
Keesokan harinya setelah mereka semua bangun, mereka mulai berpencar mencari makanan. Beberapa orang saling membantu satu sama lain. Gorge pun sama.
"Kita dapat ikan. Dari sungai di sana. Beruntung kita bisa makan ikan lezat ini."
"Wah kamu pintar cari makanan."
"Hahaha ... tidak jauh dari sini ada turunan di bawah. Dan dibawah sana ada sungai. Sungai itu banyak ikannya."
"Yaudah yuk kita bakar langsung ikannya. Kalau nanti kurang kita ambil saja lagi. Terus kalau mau minum ada sungai di bawah. Masih jernih. Bisa buat cuci muka juga." Mereka Semua mengangguk setelah mendapatkan Info Bagus tersebut.
Beberapa saat kemudian setelah mereka semua kenyang mereka pun lanjut jalan mencari Harry dan yang lainnya. Gorge menjadi orang yang paling depan menunjukkan arah. Hingga akhirnya mereka semua melihat burung berterbangan dari arah utara.
"Monster itu ada di sana kayaknya. Apa kita ke sana aja?" tanya salah satu rekan mereka.
"Ngapain malah nyamperin monster itu. Kalian gila ya?!"
"Siapa tahu di sana ada keluarga Harry dan yang lain yang sedang butuh bantuan kita."
"Iya kalau ada Harry kalau tidak." Mereka malah saling debat walaupun dengan suara pelan.
"Ya tapi kan makanya Kita lihat dulu ayo ke sana. Firasat saya yakin kalau mereka ada di sana sekarang." Gorge pun juga merasa kalau Harry ada di sana.
"Kita sama aja cari mati kalau nyamperin monster itu."
"Niat kita kan membantu memang kalau ada mereka di sana gimana?!"
Keadaan semakin panas. Gorge pun masih berusaha mencari tahu di sana. "Udah kalian enggak usah ribut. Ayo kita ke sana," ucap Gorge Akhirnya.
"Gila, Gorge niat kamu bunuh kita ya. Kita udah kehilangan beberapa orang temen kita. Aturan kita jalan ke arah Timur menghindar dari monster itu." Keegoisan kini merajai mereka karena rasa takutnya.
"Kalau kalian ingin ke Timur silahkan. Kembali ke awal saya tidak pernah memaksa kalian untuk ikut bersama. Tapi, kalau kalian ikut itu sudah Menjadi kehormatan untuk saya karena sudah membantu. Tapi, di sini memang kita akan mempertaruhkan nyawa kita. Jadi, ayo kita ke sana. Takut, kalau keluarga Harry sedang kesusahan di sana membutuhkan bantuan kita." Gorge pun langsung berlari ke arah sana. Teman-teman Joe pun langsung ikut. Tapi, Beberapa orang masih ragu kalau mereka ikut Gorge dan mati di tangan monster itu.
"Yaudahlah aku ikut, Gorge saja. Sudah resiko kalau kita mati. Kita yang memiliki ikut," ucap salah satu. Dia pun berlari beberapa orang mengikuti Gorge langsung. Tersisa Lima orang yang masih ragu, untuk menyusul.
"Saya takut mati."
"Saya juga tapi kalau saya mati sia-sia tidak berguna sudah pertengahan jalan selama berhari-hari jadi saya memilih ikut," ucap salah satu lalu pergi menyusul Gorge walaupun tadinya dia pun merasakan takut.
Dua orang ikut menuju ke Gorge. Sisa tiga orang yang kali ini tersisa. Dia bingung harus ikut atau tidak. Tapi, beberapa saat mendengar sebuah radio berbunyi.
"Sepertinya di sana memang ada Harry dan yang lainnya. Aku akan ikut ke sana setidaknya yang mereka pikirkan akan aman bersama mereka karena ada Radio di sana." Dua orang tersebut langsung lari menyusul. Orang yang takut mati tadi masih diam di tempatnya. Dia ingin menyusul tapi perasaannya sangat takut dan campur aduk. Hingga akhirnya dia pun memilih ikut dari pada mati di sini.
.....
Ternyata benar di sana keluarga Harry sedang bersusah payah melawan monster tersebut. Mereka langsung saling membantu satu sama lain. Gorge melihat Steven yang merebutkan sesuatu akhirnya dia membantunya. Dia memegangi tangan wanita itu bersama teman Joe yang langsung sigap membantu Gorge.
Gorge mengatakan untuk ambil kepada Steven. Steven pun dengan mudah langsung mengambil peluit itu dan lari ke ayahnya. Gorge langsung menyuruh Roy untuk ikat wanita yang meronta ini dan menutup mulutnya rapat.
Setelah itu mereka semua saling bertarung, jatuh satu persatu melawan monster tiga atau ada empat monster di sana. Mereka Semua saling membantu tapi sama halnya kayak tadi ada beberapa orang yang harus berjatuhan dan mati. Tapi, mereka harus ikhlas karena memang sudah itu konsekuensinya.
Sampai akhirnya mereka bisa mengalahkan monster itu dengan bersama-sama. Walaupun, harus ada korban yang berjatuhan.
.... .