09-Promise Me.

1135 Kata
Happy reading :) Pukul 7 pagi, Bisma kembali datang ke apartemen Annelise dengan beberapa kantung makanan. Bisma yakin selera makan Annelise sedang buruk saat ini jadi ia membawakan beberapa makanan kesukaan Annelise. Saat keluar dari lift, Bisma melihat Vanya bersama Vanesa ada di depan apartemen Annelise. Terlihat mereka menekan bel berkali-kali dengan raut khawatir. Bisma berjalan santai mendekati mereka. "Bisma" Vanya menyadari kedatangannya. "kalian ingin bertemu Annelise ?" tanya Bisma kalem. "sejak kemarin dia tidak mengangkat telephone. apa kau tahu Annelise juga tidak berangkat kuliah 2 hari ini ?" tanya Vanya cemas. "ada sedikit masalah. kalian berangkat saja ke kampus. Annelise bersamaku" ucap Bisma masih santai. "apa masalah serius ? biarkan kami melihat keadaannya" Bisma menghela napasnya "sudah ku bilang Annelise aman bersamaku. pergi saja" "kita mengkhawatirkannya. buka saja pintunya dan biarkan kami masuk !" ucap Vanesa tiba-tiba dengan kesal. Sejak lama, gadis ini memang tak menyukai tunangan sahabatnya. Bisma menatapnya sinis "siapa kau berani memerintahku ? Annelise adalah urusanku. kalian pergi saja" "kau- Vanya langsung menarik Vanesa menjauh dari pria itu sebelum terjadi perdebatan tanpa ujung keduanya yang tak jarang terjadi ketika berurusan dengan Annelise "sudah Van. kita tidak akan bisa mengalahkan sifat kerasnya. Nanti saja kita datang lagi. Mungkin nanti Annelise mau bertemu kita" Bisma masih memandangi mereka yang menunggu di depan lift untuk pergi. "ck ck aku tak bisa biarkan Annelise ku tertempeli kuman seperti mereka" Bisma memasukkan password apartemen Annelise dan segera masuk. "baby, kamu dimana ?" Bisma menyusuri ruang-ruang di apartemen sederhana itu dan berakhir di kamar Annelise. Bisma membukanya begitu saja. Bisma melihat Annelise berbaring di atas ranjang dan memunggungi pintu. "kamu belum sarapan kan ? aku membawa makanan favoritemu baby" Bisma duduk di tepi ranjang dan mengusap lengannya "jangan seperti ini. kamu harus tetap makan sayang" Bisma menyentuh leher Annelise, memastikan bahwa tunangannya tak sedang sakit. "ayo sarapan dulu, setelah itu kamu bisa istirahat lagi" "aku tidak lapar" jawab Annelise malas dan semakin menarik selimutnya sampai di leher. "kamu bisa sakit sayang. kapan terakhir kali kamu makan ?" "bukan urusanmu !" Annelise berucap ketus. "tentu saja itu urusanku. kau calon istriku Annelise" ucap Bisma penuh penekanan "apa dengan seperti ini kamu pikir masalah kita akan selesai ? kamu hanya menyakiti dirimu sendiri sayang. bangunlah, aku akan menyuapimu" Bisma meraih tubuh Annelise agar duduk. Annelise menolak dengan lemah hingga kini ia terduduk berhadapan dengan Bisma. Annelise menatap Bisma kesal "bisakah kau pergi saja dan jangan mengganggu hidupku lagi ?" "apa maksudmu ? Kita akan tetap menikah Annelise" ucap Bisma tajam. Sepertinya kesabarannya mulai menipis. "dalam mimpimu !" Annelise hendak berbaring lagi tapi Bisma segera menahan bahunya. Bisma meraih tengkuk Annelise kemudian menciumnya dengan paksa. Annelise mendorong d**a Bisma hingga mereka berjarak. Nyaris tamparan Annelise kembali melayang ke wajah Bisma andai pria itu tak sigap menahan pergelangan tangannya. Keduanya saling melempar tatapan tajam. Annelise sama sekali tak gentar disini walau kekuatan fisiknya sudah jelas kalah dengan Bisma. "berikan aku alasan kenapa kamu ingin membatalkan pernikahan kita" desak Bisma. "kau masih bertanya ? bukankah sudah jelas, kau mengencani banyak wanita di luar sana. Kau melakukan hubungan dengan siapapun, termasuk aku juga. Dan hitunglah berapa banyak wanita yang ku iming-imingi sebuah pernikahan untuk mau melakukannya denganmu-" plakk! Untuk kali kedua, pipi Annelise kembali menerima tamparan dari Bisma.  "kau pikir aku pria-" "memang ! kau pria terbrengsek yang pernah ku temui !!" Annelise memegangi pipinya yang terasa perih kemudian meringkuk memunggungi Bisma "jangan temui aku lagi!! pergi dari hidupku !!" jerit Annelise dengan tangis pilu. Bisma mengepalkan tangannya, rasa bersalah menjalar dari tangannya yang bergetar sehabis menampar Annelise. Bisma sadar, ini kali kedua tangannya melukai wajah Annelise. Semarah apapun Bisma, ia belum pernah melukai fisik Annelise. Bisma tahu dirinya sedang di kuasai emosi. Bisma memejamkan matanya, mendengarkan baik-baik suara tangis Annelise untuk menghukum dirinya sendiri. Bisma merasakan ngilu di hatinya. Untuk waktu yang cukup lama, hanya ada suara isak tangis Annelise yang terdengar di kamar itu. Bisma ingin dirinya dan Annelise dalam keadaan tenang. Ponsel Bisma berdering, menampilkan nama Ayahnya di layar. Bisma berjalan ke balkon agar suara isakan Annelise tak terdengar. "hallo Dad" "Bisma" suara Ibunya yang menyahut. "mom" "ada apa dengan kalian ? bisakah kamu datang secepatnya dengan Annelise ? kalau bisa sekarang juga sebelum orang tua Annelise pulang" "mom, orang tua Annelise ?" "mom tidak mengerti ini Bisma. kenapa Annelise ingin membatalkan pernikahan kalian" Tubuh Bisma menegang. Kedua belah pihak keluarga sudah tahu tentang hal ini. Dan ini bukan hal sepele lagi. "mom, tenangkan Daddy. Semuanya baik-baik saja. Katakan pada orang tua Annelise jika ini hanya salah paham biasa. Bisma dan Annelise sedang berusaha menyelesaikannya. Jangan khawatir. Hari pernikahan itu tidak akan berubah. Akan tetap seperti itu hingga Bisma menikahi Annelise" "kamu yakin ? mom sangat khawatir pada hubungan kalian" "Lusa, mari kita adakan pertemuan. Tolong mom dan Dad yang mengaturnya dengan orang tua Annelise. Bisma akan menjelaskannya disana. Semuanya akan baik-baik saja" "i hope so, my son. Jernihkan pikiranmu. Tugasmu adalah melindungi Annelise, bukan sebaliknya" "i know mom. Bisma tutup" Bisma mematikan sambungan dengan cepat dan melangkah masuk menghampiri Annelise. Bisma menarik selimut Annelise yang masih terisak dan langsung meraih lengan Annelise hingga duduk di hadapannya dengan kasar "kau gila !? huh !? kau mengacaukan semuanya Annelise !!" teriak Bisma murka "apa yang kau pikirkan hingga berani mengadukan ini pada orang tuamu !? jawab aku !!" Bisma tetap meledak-ledak di setiap katanya. Annelise semakin menangis dengan menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Annelise menangis sejadinya. Tak peduli jika hal itu semakin memancing amarah Bisma. "jika kau marah karena aku melakukan 'hubungan' seperti itu, oke aku minta maaf. Aku tidak akan mengulanginya apalagi di Indonesia. Annelise, ku mohon menikah denganku dan aku hanya akan menatapmu. i swear baby" "i hate you" lirih Annelise. Bisma menarik kepala Annelise agar masuk ke dekapannya "dont hate me baby. you cant hate me. i love you" "i hate you more than you can imagine" "baby, please. Stop talking this s**t-" "aku sangat membencimu. Dan aku lebih benci diriku sendiri yang tak rela kehilanganmu, Jerk" umpat Annelise kemudian melingkarkan lengannya di pinggang Bisma yang berdiri. Setelah 2 hari, baru saat ini Bisma bisa menghembuskan napasnya dengan lega. Cinta Annelise padanya adalah senjata Bisma yang paling ampuh untuk melakukan apapun pada tunangannya itu. Bisma tak pernah bermaksud melakukannya tapi pada kenyataannya Bisma melakukannya. Memanfaatkan cinta Annelise untuk kesenangannya. "jelaskan ini pada orang tua kita, okay ?" "hm" Annelise mengangguk di dekapan Bisma. "besok lusa" Annelise kembali mengangguk "ku harap ini terakhir kalinya kamu menyakitiku. promise me" "i promise baby" * * * Annelise tak tahu keputusannya ini benar atau salah. Dirinya yang begitu mencintai Bisma selalu membuat keputusan bodoh dengan terus bersama Bisma apapun yang pria itu lakukan padanya. Tak peduli seberapa sering Bisma menyakiti perasaannya -tanpa sadar- tapi Annelise tetap bertahan dengannya. Ia yang selalu mengalah dan tak punya pilihan. Annelise sangat tahu posisinya ini tapi dirinya terus mencoba buta akan hal itu. Annelise termakan cinta bodohnya pada Bisma. Tak peduli Annelise tak bahagia, asalkan dirinya terus bersama Bisma, Annelise akan menganggap dirinya selalu bahagia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN