"Kamu mengenali laki-laki yang bersama Tyas?"
Dhito masih tidak percaya bertemu Tyas disini, terlebih wanita itu memergoki dia sedang bersama Luna-atasan Tyas, kebetulan juga mantan pacar Dhito-dengan posisi yang tidak pantas dilihatnya
Mereka tidak kembali bersama, tadi dia tidak sengaja bertemu Luna di sini saat sedang menghadiri undangan teman-temannya. Dhito tidak asing dengan tempat ini, meski bukan member kelab malam disini, tetapi beberapa temannya sering mengadakan pesta dan meminta dia datang. kebetulan Luna menjadi tamu undangan juga. Luna, selalu menarik perhatian Dhito sejak dulu, bahkan setelah perempuan itu mencampa-kan, menikah dan bercerai. Siapa sangka takdir mempertemukan mereka kembali.
Mereka tadi minum dan menari bersama, lalu Luna menarik dhito keluar dari sana dan kembali ke ruangan yang disewa teman-temannya. Tetapi ruangan kosong, rupanya teman-teman mereka belum kembali masih asyik bergoyang di dance floor. Dhito tidak menyangka saat Luna yang ia yakini sedikit terpengaruhi alkohol, tiba-tiba naik ke pangkuannya sampai Dhito tidak bisa menolak.
Sampai sebuah kegaduhan dan gadis yang memekik membuat Dhito sadar dan segera menjauhkan tubuh Luna dari pangkuannya. Sampai matanya terbelalak begitu melihat gadis yang biasa dia temui di tempatnya bekerja, ada di kelab malam. Meski pakaian yang melekat di tubuh Tyas lebih terlihat manis di banding Sexy, tetap saja hal itu membuat Dhito jadi memikirkannya dan semakin penasaran mendapati perempuan yang selalu mengaku menyukainya, ternyata sudah memiliki kekasih yang terlihat menyayanginya.
"Artara Rasyid.. pengacara sukses dan anak Adam Rasyid." Luna sama sekali tidak terlihat canggung setelah yang terjadi di antara mereka. Wanita itu dengan santai duduk dan menikmati bir kembali.
"Salah satu pengacara terbaik negeri ini?" Dhito tentu hafal siapa Adam Rasyid, BM Hotel juga berlindung di firma hukum milik Rasyid. Meski belum pernah bertemu secara langsung, tatap muka.
"Ya, Tara putra tertuanya. Majalah-majalah sering memuat wajah tampan Tara, dia sukses dengan mandiri dan bekerja di firma hukum London." Sepertinya Luna sangat tahu.
"Kamu cukup mengenalnya?"
"Tara?" Luna tertawa. "Ayolah, kamu jelas tahu Dhito. Aku mengincar lelaki yang bisa menjamin masa depanku. Tara itu salah satu yang potensial, sejajar dengan para pengusaha muda terbaik negeri ini. Tetapi, sepertinya aku kalah cepat sama bawahan sendiri." Luna tertawa, Dhito bahkan dulu ditinggalkannya karena Luna menemukan lelaki yang lebih mapan. Mereka berakhir baik-baik, Dhito juga tidak punya dendam sama sekali sehingga bertemu kembali mereka tidak canggung satu sama lain.
"kamu yakin mereka pacaran?" Dhito biasanya tidak tertarik ikut campur atau mau tahu urusan orang lain.
Luna bersandar, kepalanya mulai terasa berat. "Yakin, kalau melihat bagaimana penampilan Tyas yang berbeda dari saat dia kerja. Itu bukan hal mustahil. Kamu setuju kan, kalau Tyas terlihat manis?"
Dhito mengangguk, tetap saja ia tidak cukup merasa puas untuk rasa penasarannya, sampai dia tidak betah dan memilih pulang di beberapa menit berikutnya.
***
"Seharusnya kamu bisa menahan diri, Lun. Besok hari kerja." Luna terkekeh menjawab omelan Dhito. "Kamu bisa pulang sendiri, apa perlu aku antar?" Dhito membantu Luna berjalan, wanita itu sudah sempoyongan tetapi Luna selalu keras kepala, setelah kondisinya begitu saja dia masih memaksa untuk pulang sendiri.
"Aku bisa pulang sendiri. Lagi pula kamu nggak mau kita terlibat game, kan?" guraunya, lalu Luna menarik wajah Dhito dan mencium pipinya sebelum berbalik dan masuk ke taksi yang pintunya sudah terbuka. Dhito setuju, cukup tadi dia tidak bisa mengendalikan diri.
"Hati-hati di jalan, pak titip teman saya." Kata Dhito pada sopir taksi tersebut.
Dhito berbalik hendak menuju mobil, langkahnya terhenti saat matanya bertemu dengan mata indah milik wanita yang sepertinya mulai membuat dia penasaran. wanita itu sepertinya sudah berdiri disana sejak tadi, dan memperhatikannya.
Wanita itu masih rapi dengan gaun malam yang lebih cocok ke tempat pesta para orang kaya dibanding pesta bebas di sebuah kelab malam.
Tyas Larasati, mengapa terasa berbeda? Bisiknya dalam hati sambil dia memperhatikan Tyas yang berdiri sendirian, seperti sedang menunggu seseorang.
Dhito akhirnya memberanikan diri mendekat, meski tidak jelas tetapi Dhito menangkap mata gadis itu bergerak dan pipinya merona, terlihat tidak nyamankah dia?
"Tyas, sudah mau pulang?" Dhito berdiri tepat di samping Tyas, dan s**t! Dia menahan diri untuk tidak mengumpat, saat Indera penciumannya berubah jadi tajam hingga bisa mencium dengan jelas aroma vanila yang begitu manis menggelitik dirinya.
"Hai.. Pak, iya." Tyas biasanya akan terang-terangan menatapnya, dan bicara panjang. Tetapi Tyas Larasati yang ada di depannya terlihat terbatas, dan menjaga jarak.
"Dimana.. Hm.. pacar kamu?" dan Dhito merasa aneh saat harus bertanya keberadaan laki-laki lain, yang dikenalkan sebagai pacarnya.
Tidak mungkin dia kecewa karena ternyata wanita yang kerap melontarkan kalimat godaan itu tidak benar-benar suka padanya, malah sudah memiliki kekasih?
"Pa-pacar?" Matanya mengerjap dan keningnya berkerut. Dhito bisa membaca reaksi tersebut di tunjukan karena tidak siap dan terlihat bingung.
"Iya lelaki yang tadi mengenalkan diri sebagai pacar kamu."
"Oh ka hm.. dia lagi ambil mobilnya." Dhito masih terus memperhatikan gestur tidak nyaman wanita itu.
"Artara Rasyid.. saya cukup terkejut kamu bisa kenal dan dekat dengan anak pengacara sekelas Rasyid." Tyas tertangkap membulatkan matanya saat Dhito menyebut nama lengkap pacar wanita itu.
Tyas terlihat menarik napas dalam-dalam, dia kali ini terlihat memberanikan diri menatap Dhito. "Bisa saya percaya bapak." Katanya.
"Percaya?"
Tyas mengangguk, lalu wanita itu menyadari mobil Tara sudah berhenti di depannya.
"Saya percaya bapak bisa merahasia-kan pertemuan nggak sengaja kita ini." Dhito menaikkan satu alisnya, "Saya nggak akan bilang pada siapa pun di BM hotel tentang bapak dan ibu Luna. Artinya, saya juga bisa percaya kalau bapak nggak akan bilang soal saya dan Artara Rasyid. Selamat malam pak Dhito" Katanya tanpa menunggu jawaban Dhito, ia segera bergerak membuka pintu dan masuk ke dalam mobil sport. Dhito semakin penasaran, mobil tersebut jelas memang gambaran kendaraan-kendaraan orang berkelas, sekelas Artara Rasyid.
Dhito masih berdiri disana, menatap pada mobil yang membawa Tyas tersebut. Lalu dia tersenyum kecil begitu mengerti kalimat tersirat Tyas.
Wanita itu mengancamnya. Yang benar saja!
***
Tyas Larasati
Mengapa Dhito kini mulai penasaran dengan wanita itu. Dhito masih terjaga padahal waktu kian naik menuju dini hari. Dhito berbaring di ranjang, apartemennya.
Hidup sendiri di kota Bandung ini, karena Ibu dan keluarga lainnya menetap di kampung halaman, Bali. Dia anak tunggal dan hanya memiliki Danita Rosalind-ibunya seorang setelah ayahnya meninggal beberapa tahun lalu. Ibunya wanita asli Bali, ia menetap dan memiliki sangar tari yang cukup terkenal.
Sementara ayahnya masih ada keturunan darah Australia, wajar jika perawakan tubuhnya tinggi dan besar.
Terakhir memiliki pacar dua tahun lalu, dengan Luna. Setelah itu dia hanya berkencan dengan perempuan random, tidak pernah menjalin hubungan serius. usianya sudah 33 tahun, tetapi Dhito belum memiliki keinginan untuk memiliki komitmen mengikat sekelas pernikahan.
Beberapa waktu lalu ibunya menelepon untuk dia kembali ke Bali dan melamar pekerjaan disana, sebenarnya sudah ada tawaran, hanya saja Dhito masih ingin bekerja di BM Hotel. Mungkin nanti setelah dia memiliki alasan untuk mengambil keputusan itu, dia akan mengabulkan keinginan sang ibu.
Sayup-sayup matanya mulai memberat dan Dhito mulai tertidur, tetapi entah mengapa tiba-tiba ia bisa melihat wajah manis milik wanita itu yang mendekat lalu mencium bibirnya.
Dan rasanya terasa manis seperti kelihatannya..
***
SHIT!
Dhito tidak berhenti mengumpat, pagi tadi dia tergesa tidak memedulikan tampilannya. Gara-gara mimpi erotis yang sialnya dia terbuai, sampai telat bangun.
Come on! dia laki-laki yang sangat normal. Hal ini bukan kali pertama dia mimpikan wanita tetapi semua itu terasa nyata dan nikmat sampai dia tidak bisa membedakan antara bunga tidur dan nyata.
Meeting dengan kepala GM. Dhito bahkan sudah mewanti jadwal ini, dan semua berantakan gara-gara mimpi erotis tersebut dengan wanita yang tidak pernah dia sangka bisa masuk ke alam bawah sadarnya.
Hasilnya, Dhito di tegur oleh kepala GM.
Dhito bersandar di dinding lift, beruntung tidak ada karyawan lain. Dia melonggarkan dasi yang terasa mencekik dan mengusap wajahnya. Tidak pernah dia merasa sekacau ini.
Menarik napas dalam-dalam, dia memejamkan mata. Pintu lift terdengar terbuka membawa sebuah langkah kaki dan aroma vanila manis-langsung membuat Dhito membuka matanya lebar.
"Selamat siang pak Dhito." Wanita itu berdiri dengan mendekap sebuah map, mata Dhito menyelidik menatap kemeja garis-garis berwarna Navy dan rok span yang teramat sopan karena panjangnya sampai bawah lutut. Rambut panjangnya di ikat satu tinggi-tinggi, dan ada anak-anak rambut nakal yang sulit diatur malah meliuk sempurna, menambah kesan manis di wajahnya.
"Pak Dhito?" tangannya mengibas membuat Dhito sadar matanya sudah kurang ajar memperhatikan Tyas terang-terangan.
Dhito berdehem, barulah menjawab sapaan wanita itu "Siang, Tyas."
"Dari ruang GM ya, pak?"
Dhito mencoba bersikap biasa, dia tegakan tubuhnya lalu mengangguk. "Iya, kamu mau ke mana?"
"Ini mau fotokopi, mesin di ruang kami rusak. Jadi, ibu Luna minta saya fotokopi di ruang bawah." katanya. Lalu lift berhenti dilantai dua, Tyas menatap Dhito dengan berani berbeda dengan saat mereka bertemu di kelab semalam.
"saya duluan, mari pak." katanya sopan lalu dia tergesa melangkah keluar dan mata Dhito dengan kurang ajarnya kembali menilai tubuh itu sampai pintu lift yang kembali tertutup.
"gue butuh kopi!" gumamnya lalu mendesah kesal atas kepala dan reaksi tubuhnya lain saat berhadapan dengan Tyas. Setelah beberapa tahun kenal, kenapa baru kali ini dia merasa tersiksa jika Tyas terlihat biasa dan tidak malu-malu seperti biasanya!
Tyas larasati, What have you done to me? Bisik Dhito frustasi!