LDR 7

1281 Kata
        Sudah satu minggu berlalu sejak kejadian aku dengan Mas Barra bertengkar tidak ada komunikasi di antara kami. Mas Barra masih enggan untuk menelvonku begitu juga dengan aku yang masih gengsi untuk memulai duluan. Aku ingin Mas Barra dulu yang memulai dan meminta maaf padaku karena Mas Barra yang salah bukan dengan perkataannya?         Hari ini jadwal kami untuk latihan karena sebentar lagi acara tersebut akan segera tiba jadi jadwal latihan dan persiapan kami semakin intens. Setelah mata kuliah berakhir biasanya kami langsung latihan ataupun mempersiapkan yang lainnya.         Sama dengan kali ini aku sudah berada di rumah temanku untuk latihan kami. Tinggal menunggu Arvin dan temannya untuk datang baru kami memulai. Mereka bilang kalau masih ada mata kuliah makanya kami menunggu.         Hampir satu jam kami menunggu akhirnya mereka datang dan kami langsung memulai latihan kami sore itu. Dua jam kami latihan dan selesai pukul setengah delapan kami istirahat untuk makan dan akan nelanjutkannya lagi selesai makan.         Aku yang enggan untuk membeli makanan duduk di teras belakang rumah temanku dan aku melihat dua panggilan tak terjawab dari Mas Barra. Tetapi aku tidak menelvon balik aku membiarkan hal itu sampai Mas Barra menelvonku kembali. Benar dugaanku Mas Barra menelvonku kembali barulah aku mengangkat telvonnya. “Hallo.” “Iya Mas.” Aku sangat merindukan suara kalem Mas Barra. “Kamu dimana?” “Alunaaa” Aku menoleh ke arah pintu karena Arvin memanggilku. “Aku beliin kamu mango squash sama burger crispy kesukaan kamu nih tadi.” Arvin memberikan bungkusan putih padaku dan aku menerimanya. “Makasih Vin nanti aku nyusul ke dalam ya.” Aku menggoyangkan handphoneku menandakan aku sedang bertelvon Arvin ber oh ria langsung mengerti dan masuk kembali ke dalam. “Aku lagi dirumah teman lagi latihan Mas.” “Yaudah kamu makan aja dulu.” “Mas Barra mau bilang apa nanti kami mau lanjut lagi dan aku pulang malam.” Aku tahu Mas Barra pasti menelvon karena sesuatu makanya aku langsung tanya selagi sama-sama bisa bukan? Aku mendengar Mas Barra menghela nafasnya. “Mas mau minta maaf sama kamu. Soal kemarin maaf kalau udah kelewatan maksud Mas ga kayak gitu. Kamu kan tahu Mas ga suka kayak gitu Aluna bukannya ga mau hargai kamu.” Aku menghela nafas ia aku yang salah karena tidak terima dengan prinsip hidup Mas Barra.         Aku juga sangat mengetahui bagaimana Mas Barra ga suka sama hal-hal seperti itu dia hanya mau hal praktis dan simpel. Ia juga tidak suka neko-neko dalam hidup ia mau hidupnya terus melakukan hal-hal yang bermanfaat. “Iya aku tahu maaf ga ngertiin Mas Barra. Maaf juga sifat kekanakan aku kemarin.” Pada akhirnya kami harus saling mengerti dan memahami bukan? Ldr seperti ini ga mudah bagi kami terutama aku yang harus menyesuaikan dengan sifat dan waktunya Mas Barra.         Bagaimanapun aku ingin seperti pasangan yang lainnya bisa menghabiskan waktu bersama dan pergi jalan-jalan juga bersama. Kami tidak pernah melakukan itu selama kami sudah berpacaran. Tetapi aku tidak bisa menuntut maupun berharap banyak pada Mas Barra. Karena aku tahu Mas Barra saat ini sedang mengejar cita-citanya bukankah pacar yang baik mendukung hal itu? “Iya Mas ngerti kok.” Jawab Mas Barra dari sebrang telvon. Lama kami berdiam diri karena aku tidak tahu mau mengatakan apa-apa lagi. Walaupun banyak hal yang ingin kusampaikan, banyak hal yang mau kuceritakan dan tanyakan tapi tidak bisa. Karena aku tahu akan memakan waktu yang sangat lama dan Mas Barra tidak bisa itu. “Oh iya ambil hadiah di rumah ya. Mas udah titip ke Bunda.” “Hadiah?” Beoku, buat apa Mas Barra memberi hadiah pikirku, bukankah seharusnya aku yang memberi hadiah karena Mas Barra wisuda? “Iya hadiah, untuk saat ini hanya itu yang Mas bisa kasih. Mudah-mudahan kamu suka ya.” Gimana mau tahu suka lihat aja belum pikirku, ya kalau mau lihat berarti aku harus ke rumah Bunda yakan. “Mas Barra kasih hadiah Aluna untuk apa? Ulang tahun Aluna masih beberapa bulan lagi.” Aku mendengar Mas Barra menghela nafas disana. “Mas memang bukan pria romantis seperti yang kamu inginkan. Mungkin bukan juga pria yang bisa kasih perhatian lebih seperti mantan kamu sebelumnya atau belum bisa menjadi apa yang kamu inginkan. Karena Mas mau kamu menerima Mas apa adanya dan seperti adanya Mas yang seperti ini. Tapi setidaknya Mas mau memberikan hal-hal kecil seperti yang kamu inginkan. Itu hadiah Anniversary satu tahun kita, memang tidak seberapa dan tidak mahal jangan nilai harganya tapi nilai seberapa besar Mas tulus memberikan itu ke kamu.” Aku tersenyum mendengar perkataan Mas Barra. Bagaimanapun aku senang Mas Barra ingin memberiku hadiah untuk memperingati satu tahun hubungan kami. Aku tidak bisa pungkiri itu, aku berpikir Mas Barra tidak akan melakukan hal-hal seperti itu. “Pasti aku suka Mas Barra.” Aku mendengar Mas Barra sedikit tertawa membuatku juga ikut tertawa. Walaupun aku tidak tahu Mas Barra tertawa kenapa. Tetap saja mendengar Mas Barra tertawa itu sangat langkah sudah pasti aku senang melihat Mas Barra tertawa. “Padahal kamu belum lihat hadiahnya tapi kamu udah bilang suka.” “Apapun yang Mas Barra kasih, Aluna pasti suka.” Jawabku jujur. Katakanlah kalau aku bucin terhadap Mas Barra aku tidak peduli saat ini dengan itu. Aku tidak pernah menilai seseorang dari barang yang diberikan, seberapun harganya aku pasti terima. Aku lebih menghargai niat dan keteulusan dari orang yang memberi sama seperti Mas Barra yang sudah berjuang berusaha melakukan hal-hal kecil yang tak biasa ia lakukan. “Yaudah kalau gitu Mas tutup ya? Mas masih ada kerjaan.” Aku menghela nafas dan tertunduk lesu, berat ternyata LDR sangat berat. Baru saja mengbrol sudah diakhiri, aku sangat merindukan Mas Barra saat ini. “Nggak bisa lebih lama lagi ya Mas?” Tanyaku mencoba meraih keuntungan walau kutahu dengan jelas jawabannya adalah tidak. “Maaf, Mas masih baru jadi harus bertanggungjawab dengan yang sudah diberikan. Nanti kalau kerjaan lebih cepat selesai Mas akan telvon. Mas usahakan ya.” Aku kembali menghela nafas. Aku mau apa lagi? Memaksa? Jelas tidak bisa. Mau tidak mau aku harus mengerti bukan? “Yaudah Mas Barra jaga kesehatan ya.” Pesanku pada Mas Barra. “Kamu yang harusnya jaga kesehatan. Jangan terlalu sibuk dan sampai lupa makan. Kamu kalau udah fokus sesuatu lupa dengan yang lain. Kalau ada apa-apa kamu bisa telvon Mas atau Bunda. Setidaknya Bunda bisa nolong kamu kalau sesuatu terjadi.” “Iya Mas Barra.” Mas Barra juga tahu aku orang suka ceroboh, makanya sering sekali Mas Barra mengingatkanku seperti anak kecil. “Yaudah, ini Mas tutup ya?” Tanya Mas Barra lagi, satu point penting Mas Barra jarang mematikan telvon secara sepihak kalau nggak marah ya. Mas Barra pasti selalu meminta izin dulu saat mematikan telvon. “Mas,” Panggilku lagi sebelum telvon itu mati. “Kenapa?” Lama aku diam kemudian aku mengatakan apa hal yang ingin kukatakan dan tanpa malu! “I love you Mas Barra.” Seketika itu aku langsung mematikan telvonku karena aku sangat malu. Hal pertama bagiku melakukan hal itu. Norak nggak ya? Aku merasa pipiku panas, selama ini aku mana berani mengatakan hal itu duluan atau melalui telvon aku hanya berani dari pesan singkat yang sering kamu lakukan dan ditambahi emot love. Tetapi entah setan dari mana aku memberanikan diri untuk melakukan hal itu.         Jujur aku sangat malu. Aku takut nanti Mas Barra akan membahas hal itu saat ditelvon kami selanjutnya, atau meledekiku ketika kami bertemu. Hah aku tidak pikir panjang sampai kesana. Tapi aku tidak peduli yang penting aku sudah mengatakan apa yang ingin kukatakan.         Aku melihat pesan whattsaap yang masuk dan notifikasi itu dari Mas Barra. Aku langsung membukanya dengan jantung yang sudah pasti berdegub dengan sangat kencang. Aku seperti remaja labil yang sedang jatuh cinta apa bila seperti ini pikirku. I Love you too Aluna. Have a nice day.         Begitulah isi pesan Mas Barra, hal itu saja mampu membuatku senyum dengan sangat lebar dan merasa perutku penuh dengan kupu-kupu. Hah Mas Barra mampu membuatku meleleh. Aku yakin moodku hari ini pasti sangat baik. “Oi jangan kayak orang gila senyum-senyum sendiri! Buruan latihan!” Teriak salah satu temanku yang menyadarkanku dan mengembalikan kesadaranku atas kebucinanku pada Mas Barra. “Yaelah ganggu kesenangan orang aja!” Aku langsung bangkit berdiri dan kembali masuk menyelesaikan aktivitasku untuk hari ini. Aku tidak perlu makan lagi untuk mengembalikan moodku karena moodku sudah sangat baik karena Mas Barra. Thank you Mas Barra.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN