LDR 1
Aku hanyalah perempuan biasa seperti perempuan pada umumnya. Aku seorang mahasiswa di salah satu universitas negeri di Malang. Tidak ada hal yang menarik tentangku, aku adalah anak pertama dari dua bersaudara. Aku mempunyai adik perempuan yang saat ini masih berseragam SMA. Aku tinggal sendirian di rumah sederhana milik orangtuaku. Aku memilih untuk tidak tinggal bersama orangtuaku karena mereka memilih untuk menetap di Surabaya tempat Kakek dan Nenekku sedangkan aku lebih memilih untuk kuliah disini.
Aku hanyalah perempuan yang lahir di keluarga sederhana, Papa yang hanya sebagai karyawan biasa di salah satu perusahaan dan Mama yang mempunyai toko pakaian kecil untuk di kelolanya. Begitu juga dengan diriku tidak ada hal yang menarik karena aku bukan perempuan yang jago make-up seperti teman-temanku yang hasilnya sangat bagus. Aku hanya memakai bedak tabur my baby dan liptint saat kekampus hanya itu.
Wajahku juga biasa saja menurutku, sehingga menurutku jarang ada pria yang tertarik padaku. Tidak seperti teman-temanku yang digilai banyak pria, tetapi teman priaku banyak karena aku sangat bisa berteman dengan siapa saja. Tetapi hal itu nyaman ketika aku bisa bertukar pikiran dengan mereka, terkadang bisa memahami pola pikir pria.
Awalnya kehidupan kampusku biasa saja, aku menikmati masa kuliahku dengan sangat baik. Aku memang memilih untuk tidak mengikuti organisasi apapun, ya aku emang sedikit kurang suka bergabung dengan dunia luar. Jadi kalau kata temanku yang lain aku ini kupu-kupu. Setelah kuliah pulang, hal itu memang sering kulakukan. Karena sesampai dirumah aku akan menonton Drama Korea kesukaanku.
Tetapi semua keadaan masa kuliahku yang sangat baik tetapi datar kini berubah ketika aku menjalin hubungan dengan anak salah satu dosenku. Seketika hari-hariku di kampus berubah, karena banyak yang membicarakanku. Kalau yang dibicarakan yang baik-baik tidak apa tetapi ini tidak, mala menceritakan yang tidak-tidak.
Bahkan sampai dikatakan bahwa aku memakai pellet sehingga bisa berpacaran dengan anak dosenku. Bahkan seniorku juga melakukan hal yang sama, banyak yang datang padaku untuk menanyakan kebenaran itu. Tetapi aku hanya diam dan tak menjawab, mereka mengatakan bahwa aku perusak. Mereka lebih kenal duluan dibandingkan diriku.
Awalnya aku sedikit kepikiran dengan perkataan mereka, tetapi lambat laun aku mengerti bahwa mereka sirik saja padaku. Aku mengambil sisi positifnya saja dan tetap menjalani kehidupanku dengan pria itu.
Anak dosen yang kini menjadi pacarku itu namanya Barra Mahendra saat ini kami sudah menjalani hubungan selama sepuluh bulan. Maka selama sepuluh bulan tersebut kehidupanku di kampus mulai disoroti. Balik lagi dengan Mas Barra kami saling kenal saat aku datang kerumah dosenku saat aku mengantarkan laporan yang diminta oleh Bu Tania dosenku. Tetapi itu bukan pertemuan kami yang pertama.
Pertemuan pertama kami saat aku membawakan buku-buku milik Bu Tania ke dalam mobilnya dan ternyata saat itu sedang dijemput oleh anaknya, hanya saja saat itu aku tidak memikirkannya dan menganggap biasa saja. Tetapi ketika di pertemuan selanjutnya, aku merasakan yang berbeda ketika Mas Barra membukakan pintu untukku. Aku langsung jatuh cinta pada pandangan pertama, baru pertama kali aku merasan jatuh cinta pada pandangan pertama.
Walaupun aku sudah pernah berpacaran dulu, tetapi tidak seperti yang kurasakan pada Mas Barra. Kali ini sangat berbeda sehingga aku hampir saja kehilangan akal sehatku. Aku dengan Bu Tania memang sangat dekat dari awal aku masuk kuliah, beliau orang yang sangat baik dan sangat perhatian pada mahasiswanya. Sehingga aku sering sekali menolong Bu Tania begitu juga dengan sebaliknya.
Bu Tania memang sering menceritakan tentang anaknya padaku saat dikampus maupun di rumahnya, tetapi aku tidak menyangka bahwa anak yang dimaksud Bu Tania adalah Mas Barra. Karena anak Bu Tania ada tiga, dan Mas Barra. merupakan anak kedua. Aku berpikir Bu Tania selama ini menceritakan tentang anak pertamanya, padahal aku sempat kagum mendengar cerita Bu Tania, ternyata aku salah orang.
Hubunganku sama Bu Tania jangan tanyakan lagi kedekatannya karena saat tidak berada di ruangan kelas ia memintaku untuk memanggilnya Bunda. Karena ia melihat diriku merindukan anak perempuannya yang memilih untuk pergi keluar negeri untuk melanjutkan kuliahnya. Maka dengan senang hati aku memanggilnya Bunda. Baik kali ini aku akan menyebutnya dengan Bunda. Bunda Tania juga sering menyuruhku untuk menginap di rumahnya atau bahkan hanya sekedar datang untuk menemaninya atau bahkan memberikanku makanan.
Karena Bunda Tania tahu bahwa aku tinggal seorang diri disini, sehingga ia menyuruhku untuk sering datang ke rumahnya. Bunda Tania tinggal berdua dengan anak pertamanya, tetapi anaknya terlalu sibuk bekerja. Sedangkan suami Bunda Tania berada di Jakarta karena beliau memang bekerja disana.
Kembali lagi dengan hubunganku dengan Mas Barra. Awalnya memang aku yang melakukan pendekatan pada Mas Barra. Aku sudah bilang bukan aku bakalan sampai hampir kehilangan akal sehat, tetapi ternyata tidak sia-sia yang kulakukan. Mas Barra merupakan salah satu mahasiswa di universitas negeri di Bandung, saat itu ia datang ke Malang karena libur semester. Nah saat itu kami juga baru saja selesai UAS.
Maka pada saat itu aku sedang di kampus untuk bertemu dengan temanku dan Bunda Tania meminta tolong padaku untuk mengantarkan kertas ujian yang berada di mejanya ke rumahnya. Kalau mengingat bagaimana aku supaya terlihat oleh Mas Barra sangat konyol dan bodoh. Karena Mas Barra mempunyai sifat yang berbeda dari Mas Billy yang merupakan anak pertama. Apabila Mas Billy lebih welcome dan sangat suka berbicara sedangkan Mas Barra sangat irit sekali berbicara dan terkesan cuek.
Hal itu memang sangat terbukti di masa pacaran kami yang saat ini sudah berjalan sepuluh bulan. Sedikit tips jangan malu untuk mengejar dan berusaha pada pria yang kita sukai, yakini saja bahwa akan mendapatkannya dan lakukan dengan hati yang tulus dan jadi diri sendiri, maka hasilnya juga akan baik. Hal itu yang dilihat oleh Mas Barra sampai akhirnya ia yakin padaku.
Bahkan ketika ia mengajakku berpacaran tidak ada romantis-romantisnya sama sekali. Tidak ada kata cinta yang keluar tetapi aku yakin bahwa dia mencintaiku, terlihat bagaimana sikapnya yang menjagaku dan kata-katanya terakhir sebelum ia balik ke Bandung.
“Tolong jaga hati, karena aku tidak ingin berbagi.” Tidak manis bukan? Tetapi kata-kata itu mampu membuatku tidak tidur semalaman karena perkataannya. Hal itu sangat romantic menurutku ya iyalah namanya juga lagi jatuh cinta jadinya gitu buta.
Aku akan ceriatakan bagaimana Mas Barra akhirnya mengajakku berpacaran.
Flashback on
Saat itu kami baru saja selesai makan malam di rumahnya, Bunda Tania memasak makanan kesukaan Mas Barra dan aku disuruh datang untuk menemani mereka. Setelah makan Bunda Tania pamit untuk mandi, sedangkan aku dengan Mas Barra mendapat tugas harus mencuci piring. Maka aku yang mencuci Mas Barra yang membilas. Ketika aku sedang sibuk mencuci Mas Barra mengatakannya padaku yang membuatku menghentikan cucianku.
“Kejujuran dan apa adanya dirimu mendekatiku membuat Mas yakin kalau kamu tulus. Jadi mari kita berkomitmen untuk saling menjaga satu dengan yang lain. Terutama perasaan ini, biarkan kita menjalaninya dengan semestinya, hanya kita tanpa melibatkan orang lain.” Aku hanya bisa menatap Mas Barra dari samping seperti orang bodoh.
“Lanjutkan cuci piringmu. Mas udah mau selesai.” Mas Barra mengatakannya tanpa menatapku.
“Maksud omongan Mas Barra tadi apa? Mas Barra mengajakku berpacaran?”
“Apa perkataanku kurang jelas?” Ketika menanyakan itu baru Mas Barra menatapku tepat di manik mataku dan aku melihat ada keseriusan disana. Aku hanya menggelengkan kepalaku.
“Lanjutkan cuci piringmu, maka Mas akan memperjelasnya.” Aku langsung menyelesaikan cucian piringku, agar aku bisa tahu jawabannya. Walaupun saat ini jantungku sedang berdetak tidak karuan tetapi aku harus tetap fokus.
“Aku sudah selesai.” Aku langsung bediri di depan Mas Barra yang sedang duduk di kursi ruang makan untuk menungguku. Mas Barra bangkit berdiri dan memelukku aku kaget dengan apa yang terjadi saat ini bahkan jantungku semakin berpacu.
“Ayo kita jalani hubungan ini bersama-sama mulai dari hari ini.”
“Huaaaaaaa hiks hiks” Mas Barra melepaskan aku dari pelukannya dan menatapku.
“Kamu kenapa?”
“Barra Kamu apain Aluna sampe nangis gitu?”
“Gatau nih Bun.” Mas Barra pergi keruang tamu meninggalkanku.
“Bundaaaaaa” Aku memeluk Bunda Tania dan kembali menangis.
“Kamu diapain Barra?” Bunda mengelus bahuku.
“Kenapa Mas Barra So sweet banget sama Aluna kan makin tambah cinta.”
“Astagah Aluna Bunda kirain kamu kenapa. Udah ahh ayo kedepan.”
Flashback off
Semenjak dari situ kami menjalin hubungan bersama, romantis ga? Pasti enggak orang nembaknya aja lagi di dapur nyuci pirig pula. Tapi kata-kata Mas Barra sangat manis menurutku. Mungkin gitu kali ya kalau lagi jatuh cinta garam aja bisa rasa gula.