What's the true love?

1235 Kata
               “Gue di rumah sakit” Ucapnya pada Sarah dengan suara pelan, ia memelankan suaranya takut-takut menganggu Raja yang juga masih belum sadar. Sudah dua jam lamanya namun pria itu masih tenggelam dalam tidurnya.                “Lah sakit apa dah? Kok tiba-tiba banget? Gua kesana ya?” Balas Sarah.                “Nggak, bukan gua. Tapi Raja. Lo gak usah kesini, lagian mana boleh ramean, udah deh gua Cuma ngabarin doang, gua tutup ya.” Ratu menutup teleponnya, sesekali ia melirik suaminya yang juga masih tak sadarkan diri.                Ratu memandang Raja sesekali, pertanyaan-pertanyaan konyol di kepalanya membuatnya enggan menghilang saat itu juga, kenapa ia harus di sana menunggu Raja sadar? Apa perannya? Kenapa harus dia yang menunggu, kenapa bukan Raina saja? , namun semakin di pikirkan Ratu semakin enggan untuk tahu, ia memilih untuk diam di sana, menunggu Raja hingga sadar sembari sesekali mengecek pekerjaannya via ipad di tangannya. Tak berselang lama setelah menutup telepon dengan Sarah, Raina tiba-tiba muncul dari balik pintu, dengan wajah penuh kekhawatiran, jauh terlihat lebih khawatir di banding dengan Ratu.                “Mbak! Mas Raja kenapa?!” Ucapnya sedikit histeris. Dengan malas Ratu langsung berdiri tanpa menjawab pertanyaan wanita itu.                “Mbak! Mbak bisa gak sih berhenti bikin kekacauan? Mas Raja gini pasti gara-gara Mbak!” Bentaknya. Andai saja Raja sedang tidak sakit, mungkin saat ini Ratu sudah membungkam habis mulut Raina, namun ia masih berada dalam titik warasnya, buru-buru Ratu pergi bahkan sebelum Raja sadar, ia tidak mau terlalu lama berada di ruangan yang sama dengan Raina. Begitu Ratu pergi, Raina langsung duduk di sebelah Raja, menggenggam tangan pria itu erat-erat. Berharap bahwa secepatnya pria itu akan segera sadar. Wajah Raja nampak sangat pucat, bahkan bibirnya pun bisa menunjukan betapa lemahnya Raja saat ini. Dengan telaten, Raina betul-betul menunggu Raja hingga pria itu sadar, ia ingin menjadi orang pertama yang Raja lihat begitu Raja sudah sadar dari pingsannya.                “Mas…” Ucapnya begitu Raja sudah mulai membuka matanya. Keadaan pria itu benar-benar parah, jauh lebih parah dari terakhir kali ia sakit, penglihatannya bahkan tak berfungsi dengan jelas.                “Queen…” Desis nya tak sadarkan diri. Mendengar hal itu hati Raina tentu saja panas, hanya karena satu kata itu ia berhasil di buat cemburu oleh Raja, ia pikir ia lah yang kini menjadi Ratu di hati Raja, namun ternyata ia salah, Raja masih berfokus pada istrinya sendiri.                “Mas! Aku Raina! Aku bukan Mbak Ratu, mas sadar!” Ucapnya dengan penuh kekesalan. Namun Raja masih terlalu lemah dan belum sepenuhnya sadar untuk sekedar merespon ucapan Raina barusan. Keringat dingin membasahi pelipis dan juga lehernya, suhu badannya juga belum normal.                “Aku Raina mas Rajaa.” Ucap Raina dengan penuh rasa kesal, ia belum puas dengan Raja yang juga masih belum mengenalinya. Raja sepenuhnya sadar, namun ia memang mencari Ratu, entah kenapa di saat sakit seperti ini malah Ratu lah yang ia butuhkan. Enggan merespon ocehan Raina, buru-buru Raja kembali memejamkan matanya, kepalanya masih begitu pusing, dan Raina tidak mengurangi rasa pusingnya sama sekali, ia malah semakin terganggu dengan ocehan-ocehan childish dari wanita itu. Raina yang melihat Raja bersikap seperti itu, tentu saja merasa kesal, ia langsung meninggalkan ruangan itu, meninggalkan Raja sendirian yang masih terbaring lemah. *****                “Gue kayaknya mau resign aja.” Ucap Ratu kepada Sarah. Ia menjatuhkan tubuhnya di atas sofa sembari ikut menonton bersama dengan wanita itu.                “Tiba-tiba banget, bosen ya lo jadi bawahan?” Tanya Sarah. Ratu menganggu dengan Ragu. “Iya nih.” Padahal tidak, entah kenapa ia malah kepikiran dengan Raja yang tengah terbaring lemah di rumah sakit, pikirannya sejak tadi berada di sana sementara ponselnya terus berdering menandakan seseorang tengah meneleponnya secara terus menerus.                “Yaudah, resign aja. Duit laki lo masih banyak lagian.” Jawab Sarah, namun Ratu menggeleng, ia sama sekali tidak mengharapkan sama sekali uang dari Raja. Ratu segera berdiri dari tempatnya, berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya, ia tidak bisa tenang dengan pikiran kalut kemana-mana seperti itu. Setelah mandi, ia kembali dengan pakaian rumahannya, Sarah sedikit terkejut dengan sikap Ratu yang benar-benar santai seperti itu, sepertinya ia benar-benar serius dengan perkataannya.                “Sar, gua mau masak. Lo sekalian mau?” Tanya Ratu. Sarah mengangguk “Boleh deh.” Ratu segera berjalan menuju dapur, membuat sesuatu yang tentu saja untuk Raja, entah kenapa hatinya tergerak untuk membuat sesuatu untuk pria itu. Ia sedikit merasa bersalah sebab pasti ia lah yang menjadi bahan overthinking pria itu hingga akhirnya Raja jatuh sakit, akhir-akhir ini Ratu jadi lebih sering memancing amarah Raja dengan berbagai macam cara, terlebih semenjak Raina datang, jadi Ratu berpikir bahwa tidak ada salahnya jika hanya membuatkan Raja makanan apalagi sekarang ia tengah sakit.                “Bukannya lo lagi marahan sama dia? Kenapa segala bikin makanan? Kan dia dapat tuh dari rumah sakit yang ahli gizi nya lebih jelas.” Sahut Sarah.                “Gapapa kepengen aja. Katanya dia kebanyakan mikir jadi sakit gitu, gua cuma ngerasa bersalah aja sih, akhir akhir ini gua sama dia debat mulu makanya untuk menebus rasa bersalah gua, yaudah masak aja kali ya? Biar beres.”  Sarah mengangguk padahal dalam hati ia tahu, seberapa khawatirnya Ratu terhadap Raja, hanya saja Ratu terlalu gengsi untuk mengakuinya.                Setelah masak, Ratu buru-buru berangkat menuju rumah sakit dengan tampilan sederhana, dress selutut dengan rambut yang ia gerai, untuk kali ini ia memilih untuk berangkat sendiri, tidak peduli dengan tatapan orang-orang nanti, bukan untuk pencitraan namun ia benar-benar tulus melakukan itu semua. Sesampainya di rumah sakit, Ratu mengintip sedikit dari pintu ruang rawat Raja, entah kenapa rasa gengsi tiba-tiba menyerangnya saat itu, ia takut Raja tiba-tiba bangun dan mendapatinya tengah membawa makanan seperti itu.                “Dia belum sadar?” Tanya nya kepada seseorang bertubuh tinggi tegap yang merupakan pengawal Raja.                “Sudah sempat sadar nyonya tapi sekarang beliau tengah beristirahat lagi, nyonya silahkan masuk.” Jawabnya. Ratu mengintip sedikit lagi, namun rasa ragu dan gengsinya mengalahkan segalanya.                “Enggak deh, ini aku nitip aja ya, suruh makan yang bener, aku balik dulu eh kalau ada apa-apa langsung call ke nomor pribadi ku aja.” Ucap Ratu sebelum benar-benar meninggalkan ruangan itu, pria bertubuh kekar itu mengangguk mendengar perintah dari istri boss nya. Tidak lama kemudian, Raina kembali datang, ia sempat berpapasan dengan Ratu hanya saja Ratu tidak mau peduli, masa bodoh dengan Raina yang akan berpikir macam-macam tentangnya, selagi ia masih berstatus sebagai istri sah dari Raja, tidak ada masalah jika ia memberikan suaminya sedikit perhatian seperti itu.                “Apa itu?” tanya Raina melihat paperbag berwarna cokelat di dekat kursi tunggu.                “Makanan dari nyonya Ratu.”                “Oh sini, biar aku aja yang bawa masuk.” Pengawal tadi langsung memberikan makanan itu kepada Raina, sesampainya di dalam Raina langsung membangunkan Raja, pelan-pelan, ia mengelus rambut pria itu dengan penuh kasih sayang hingga akhirnya Raja berhasil bangun.                “Saya masih pusing Rain.” Ucapnya dengan lemah.                “Aku tahu, makanya ini aku ada masakin sesuatu buat mas, yuk makan.” Ucapnya dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya. Sementara Raja sesekali melirik ke arah pintu berharap ada Ratu yang datang untuk menjenguknya. Raja segera menghilangkan ekspektasi yang menurutnya sangat aneh itu, di kepalanya hanya ada pikiran, mustahil jika Ratu bersedia menjenguknya, yang ada di sisinya hanyalah Raina, Raja jadi sedikit tersentuh, setidaknya Raina sudah menyempatkan diri untuk membuat sesuatu untuknya padahal ia juga tidak bisa bergerak banyak di rumah.                “Thanks Rain…”                “Gak masalah mas, aku kan cinta sama mas, masak kayak gini ya gak ada masalah.” Balasnya.

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN