Hilang?

1147 Kata
                Untuk kali pertama dalam beberapa waktu terakhir, Ratu kembali menginjakan kaki di rumah orang tuanya. beberapa bagian rumah sudah kosong, termasuk foto-foto mendiang ibunya sudah tidak lagi berada di sana. Rasanya cukup sakit, terlebih ketika Ratu mendapati potongan foto keluarga lamanya yang di taruh di dalam sebuah box yang entah akan di bawa kemana. Kedatangannya ke rumah itu bukan tanpa alasan, ia hanya ingin mengambil beberapa barang milik ibunya yang tertinggal di sana. Ratu juga tidak berkabar kepada siapa-siapa termasuk kepada ayahnya dan juga Bennedict bahwa ia akan datang ke sana.                 “Kamu ngapain ke sini?” Tanya Melinda yang cukup terkejut melihat kedatangan anak tirinya itu. Ratu tidak menjawab, ia hanya tetap berjalan menaiki satu per satu anak tangga menuju kamar ibunya. Kamar yang di tempati oleh beliau, dua tahun terakhir sebelum ia meninggal.                 “Kenapa? Kamu juga sudah bangkrut bukan? Kenapa kesini? Mau minta bagian kah?” Tanya Melinda, lagi. kali ini ia mengikuti Ratu, berjalan di belakang wanita itu dengan segala ejekan-ejekan yang kelua dari mulutnya.                 “Ayolah, jangan sok keras. Saya tahu kamu juga tidak bisa mandiri, kamu juga masih butuh papa mu, hahah! Lihat diri kamu sekarang, betapa menyedihkannya kamu setelah masalah ini.” “Kamu bahkan sama seperti ibu mu, sok kuat, sok mandiri, padahal toh ujung-ujungnya kalian masih butuh sama orang lain, kamu sama ibu kamu sama-sama menyedihkan, ya saya sih pikir kalau hidup kamu sebelas dua belas sama ibu kamu, Raja, Raja belum tentu mau bertahan sama kamu sampai akhir kalau kamu begini, atau bisa jadi sekarang Raja juga punya wanita lain yang jauh lebih sempurna daripada kamu. Seperti papa kamu lebih memilih saya di banding ibu kamu.” Mendengar Melinda menyebut ibunya menyedihkan membuat Ratu sudah tidak tahan lagi dengan ejekan-ejekan dari ibu tirinya itu, dengan cepat ia membalikan badan, lalu menampar Melinda keras-keras di pipinya. Wanita itu tersungkur begitu Ratu menampar pipinya. Belum sempat ia melawan, Ratu dengan cepat kembali memukulinya, menampar pipinya berkali-kali, menjambak rambutnya, bahkan berkali-kali menendang perut Melinda hingga akhirnya Melinda hampir kehilangan kesadaran. “Shout out your freaking mouth, b***h atau saya akan merobek mulut kamu. How dare you to talk about my mom? Don’t you think that you are the one yang menyedihkan? Perempuan rendahan, miskin dan tidak punya harga diri yang merebut kebahagiaan orang lain dengan selangkangannya. Hei b***h look at your self right now, kamu bisa apa sekarang? Mau saya patahkan kaki mu? Atau saya robek muka kamu dengan cincin yang saya pakai sekarang? Cincin ini cukup tajam kalau saya goreskan di wajah keriput kamu. Ahh tapi saya tidak mau merusak cincin mahal saya hanya untuk sampah seperti kamu. Melinda, saya ingatkan kepada kamu sekali lagi, jangan pernah coba untuk berbicara tentang ibu saya lagi, atau bahkan hanya untuk sekedar menyebut namanya. Kalau saja nanti saya mendengar kamu menyebut beliau lagi, saya pastikan saya sendiri yang akan membuat nama depan kamu menjadi almarhumah.” Senyum licik terlihat di wajah Ratu, sebelum berdiri, ia kembali lagi membenturkan kepala wanita itu pembatas tangga entah berdarah atau tidak, Ratu tidak peduli yang ia tahu Melinda pingsan di sana bahkan setelah ia berhasil mengambil barang-barang milik ibunya. Ratu pulang dengan keadaan senang, wanita psiko itu terus tersenyum bahkan hingga ia tibah di rumahnya. Malam itu Raja pulang lebih awal, ia duduk santai di meja makan sembari membaca laporan kerja di ipad nya, melihat Raja duduk di sana, Ratu tersenyum namun sayangnya Raja hanya menatapnya sekilas, tanpa membalas Ratu. Sikapnya tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat dalam waktu sekejap, ya sebenarnya tidak apa-apa, hanya saja aneh sebab semalam mereka begitu hangat dan sekarang Raja tiba-tiba bersikap dingin. “Kamu sakit?” Tanya Ratu. Raja menggeleng “Nggak.”                 “Oh, yaudah.” Balas Ratu. Sebelum beranjak dari sana, ia kembali menatap Raja diam-diam, berusaha mencari tahu apa yang terjadi dengan pria itu, mengapa Raja tiba-tiba berubah menjadi acuh, padahal semalam ia begitu hangat kepada Ratu. Ratu naik ke kamarnya, membawa sebuah box besar berisi barang-barang mendiang ibunya, melihat semua barang-barang itu, ia jadi ingat bahwa ia belum menandatangani kontrak yang pernah ia bahas dengan Raja sebelumnya. Saat itu Ratu hendak langsung membahasnya dengan Raja, namun ia kembali mengurungkan niatnya, mengingat bagaimana ekspresi terakhir yang Raja tunjukan barusan. *****                 Keesokan harinya, Sarah cukup dibuat was-was oleh Ratu, sudah pukul sebelas malam namun sejak pagi wanita itu tak kunjung berkabar, entah apa yang ia lakukan namun ia menghilang bahkan sebelum Sarah bangun tidur. Ponselnya terakhir aktif pukul dua siang, namun sebelum-sebelum itu Ratu juga tetap tidak membalas satu pun pesan dari Sarah, padahal Sarah khawatir Ratu akan kenapa-kenapa jika ia keluar sendirian.                 “Mbak-mbak di sini nggak ada yang dikasih tahu sama Ratu dia mau kemana?” Tanya Sarah kepada salah seorang pelayan yang sejak tadi sibuk membereskan makan malam di atas meja.                 “Tidak non, tapi saya kurang tahu, terakhir subuh tadi saya lihat nyonya keluar pakai pakaian serba hitam, tidak tahu mau kemana.”                 “Serba hitam?” Tanya Sarah dan  Wanita tua itu mengangguk.                 Sarah semakin kalang kabut sendiri, Ratu memang seringkali menghilang namun tidak biasanya ia menghilang tanpa kabar seperti itu, setidaknya paling tidak ada satu atau dua orang yang tahu ia kemana. Saat itu, pikiran Sarah langsung tertuju kepada Raja, entah kenapa, setelah mereka melunak akhir-akhir ini, setiap kali Ratu tidak ada di dekatnya, orang pertama yang Sarah ingat adalah Raja, saat itu juga Sarah menghubungi Raja untuk menanyakan Ratu, sebab saat itu Raja belum tiba di rumah juga. Lo sama Ratu gak?                 Tidak. Kenapa? Ratu nggak ada di rumah.                 Mungkin dia lagi keluar sebentar, kamu di rumah? Gua di rumah daritadi, dari bangun tidur sampai sekarang Ratu gak ada, dia gak ngabarin?                 Raja yang saat itu hendak menyantap makanan yang dibuat oleh Raina, seketika langsung menyimpannya kembali ke atas meja, Raina yang melihatnya tentu saja kesal sekaligus kebingungan sendiri. Baru saja mereka kembali seperti kemarin-kemarin, namun telepon sialan yang entah dari siapa itu harus mengganggu makan malam mereka berdua.                 “Rain.” Ucap Raja.                 “Mas kenapa?”                 “Saya mau ke rumah mertua saya dulu.” Raina langsung menegakan duduknya, ia menatap Raja dengan tatapan penuh kekecewaan, ia sadar ia saat ini bukanlah siapa-siapa dalam hidup Raja, hanya seorang gadis yang tiba-tiba masuk ke kehidupan pria itu berharap ada tempat untuknya, namun bukankah terlalu kelewatan kalau di tengah-tengah kebersamaannya dengan Raja kali ini, Raja masih harus memprioritaskan orang lain?                 “Ngapain mas? Ini udah tengah malam, bukannya mas mau nginap di sini?” Raina kini berdiri, ia meraih tangan Raja agar pria itu tidak beranjak kemana-mana.                 “Saya mau ketemu Ratu.” Balasnya. Raja melepas tangan Raina, lantas buru-buru memakai jas dan juga mengambil tas kerjanya.                 “Tapi mas udah janji sama aku…”                 “Maaf Rain, kita bisa ketemu besok.” Balas Raja, ia pergi dari sana dengan cepat, berharap setidaknya Ratu berada di rumah orang tua nya, bahkan Raja akan bersyukur walau Ratu sedang membuat kekacauan di sana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN