What i feel

1088 Kata
                “Ben, where is Ratu?” Tanya Raja begitu ia tiba di rumah mertuanya. Orang pertama yang ia datangi adalah Bennedict, kenapa tidak langsung datang ke Hartawan saja? Jawabannya adalah mustahil bagi pria itu untuk tahu dimana keberadaan Ratu apalagi mereka saat ini tengah berseteru, maka semakin mustahil jika Hartawan tahu. Alasan mengapa Raja juga langsung mencari Ratu disana karena, semenjak Ratu mengaku mendapat pengkhianatan dari Rio dan Kirana, maka tidak ada lagi tempatnya untuk pergi, selain kedua rumahnya.                 “Maaf tuan, apa nona Ratu belum pulang ke rumah?” Bukannya menjawab, Bennedict malah balik bertanya.                 “Pulang kemana? Maksudnya apa?” Balas Raja.                 “Semalam, nona Ratu menganiaya Nyonya Melinda hingga babak belur, nyonya Melinda melaporkan hal itu ke polisi dan subuh tadi nona Ratu di minta untuk menghadap ke kantor polisi untuk masalah itu, saya sudah menawarkan untuk menjadi wali nya agar ia bisa segera bebas, namun nona Ratu tidak mau, saya pikir dia menunggu Tuan Raja.” Raja tentu terkejut mendengar penuturan dari Bennedict, tanpa pikir panjang Raja langsung berangkat untuk menemui Ratu. Ya Raja tahu bahwa wanita itu benar-benar mengedepankan gengsinya, namun haruskah ia tetap menomorsatukan rasa gengsinya di saat ia benar-benar membutuhkan pertolongan? Raja tiba di kantor polisi lima belas menit setelahnya, sementara itu Ratu sudah tidak terlihat di sana, begitu juga dengan mobilnya. Dengan panik, Raja mencari keberadaan istrinya itu.                 “Anda siapa? Sebelum masuk kesini, anda setidaknya harus didampingi oleh polisi.” Sesampainya di sana, Raja langsung berlari menuju bagian ruang tahanan, di sana ada beberapa polisi yang berjaga. Ya memang seharusnya tidak boleh, namun Raja sudah kepalang panik sehingga ia langsung saja menerobos masuk.                 “Saya Raja Sabian Mahendra, suami dari Ratu Elisha Hartawan, dimana istri saya?” Tanya Raja, panik. Seketika semua mata tertuju padanya, bagaimana tidak, seseorang yang begitu terkenal akan bisnisnya yang besar di tahun ini tiba-tiba datang untuk menemui istrinya yang tak pernah terlihat di mana-mana, mereka tentu saja terkejut apalagi sejak tadi para polisi itu terus membicarakan perempuan dengan pelaku kekerasan kepada ibu tirinya.                 “Beliau kami tahan untuk sementara pak, sebab korban menunjukan bukti yang kuat dan korban tidak ingin berdamai dengan beliau.” Ucap polisi di hadapan Raja. Raja mengangguk mengerti, wajar saja Ratu mendapat hukuman seperti itu, ia sudah terlalu kelewatan.                 “Bapak bisa bertemu dengan beliau kalau mau.” Sambung polisi itu, Raja mengangguk lalu mengikuti polisi itu dan berjalan menuju ruangan dimana Ratu ada di sana. Setibanya ia di sana, Ratu tengah duduk dengan wajah biasa saja, tidak terlihat panik atau bahkan cemas sekalipun. Wanita itu duduk di sebuah kursi dengan ruangan serba hitam, yang seakan-akan sengaja dibuat senada dengan baju yang ia kenakan, Ratu tak terlihat lelah sama sekali, bahkan riasan di wajahnya masih tetap bagus seperti baru di touch up.                 “You okay?” Tanya Raja. Walau melihat Ratu baik-baik saja, Raja selalu ingin memastikan bahwa Ratu memang baik-baik saja, ia harus mendengar hal itu terucap sendiri dari mulut sang istri.                 “Seperti yang kamu lihat. Kamu ngapain kesini?” Balas Ratu, acuh. Ia sama sekali tidak bersikap selayaknya seseorang yang tengah dalam masalah.                 “Kenapa nolak bantuan Bennedict tadi?” Tanya Raja. Racu tersenyum sinis “Oh dia ngelapor?”                 “Nggak, aku yang nanya. Lagian kamu udah jam segini gak pulang-pulang, dari pagi udah gak ada di rumah. Aku kirain kamu di culik. Harusnya kamu nerima aja bantuan dari Bennedict, lagipula, Bennedict juga pasti di suruh sama papa kamu, ayolah Queen, don’t be selfish.” Ucap Raja setengah frustasi.                 “You don’t know anything. Bennedict just stand by his self. Papa? Kamu tahu dia yang ada di belakang Melinda, bahkan sampai bikin aku gak bisa keluar dari sini, sialan.” Balas Ratu dengan penuh kekesalan di wajahnya, ia benar-benar kesal mengingat bagaimana Melinda mendramatisir suasana pagi tadi, membuatnya seolah-olah yang menjadi biang masalah. Padahal kalau saja Melinda tidak menyenggolnya duluan, tentu saja Ratu tidak mau menyentuh wanita iblis itu.                 “Aku sudah telepon orang buat ngurusin masalah kamu, we just have to wait mungkin tiga puluh menit dari sekarang. Kamu kenapa nyerang Melinda? Bisa gak sih kamu tenang-tenang aja? Jangan kepancing kalau dia berusaha buat bikin kamu marah.” Ucap Raja. Kali ini ia bersandar di kursi sembari memberi nasihat kepada Ratu walau tahu apa yang ia lakukan itu percuma.                 “Dia duluan yang nyerang aku, dia ngatain ibu aku, kalau di balas pakai kata-kata gak bakal ampuh, dia udah kebal, udah gak punya malu, ya udah mending aku pukul aja sekalian, bisa sih sampai mati, tapi aku biarin babak belur aja, biar nanti masih bisa aku pukul.” Balas Ratu seenaknya. Kondisi Melinda saat ini sebenarnya memang bisa dibilang hampir hancur, wajahnya lebam penuh luka-luka, badannya juga sama, bahkan di bibirnya terdapat robekan, hampir terlihat seperti orang yang baru saja kecelakaan.                 “Tapi dia orang tua, kamu gak bisa mukul dia sesuka kamu, sekalipun dia banyak bicara tentang omong kosong yang kamu gak suka, kamu gak bisa memperlakukan dia seperti itu.”                 “You really don’t know what I feel. Udahlah, kamu balik aja, kamu kalau kesini Cuma buat ceramahin aku, gak mempan, rasa benci aku ke Melinda udah mendarah daging.” Jelasnya. Terlihat jelas dimatanya bahwa ia memang begitu membenci ibu tirinya itu.                 “Aku capek ngehadepin tingkah kamu yang kayak gini terus. Kamu sadar gak kalau kamu itu childish banget? sekalipun kamu mau mukul dia sampai mati, apa yang kamu mau udah gak sama dia Queen.”                 “Siapa yang nyuruh kamu ngehadepin aku? nggak ada, kamunya aja yang kurang kerjaan. Ngapain kamu datang kesini? Ngapain kamu nyamperin aku? aku gak pernah minta bantuan siapa-siapa atas semua masalah yang sekiranya aku bisa handle sendiri. Kalau kamu capek, kalau kamu kerepotan. Just go back to your bedroom, and sleep. Aku gak butuh di tolong kalau ujung-ujung nya kamu mau memojokan aku di saat kamu gak tahu apa yang lagi aku rasain, kamu gak pernah ngerti, kamu Cuma lihat tapi bukan kamu yang rasain langsung, kamu pikir aku juga mau berubah jadi monster kayak gini? Enggak, aku gak pernah mau, tapi gara-gara Melinda, gara-gara dia keluargaku hancur, gara-gara dia ibu ku meninggal, gara-gara dia semua yang lengkap di diri aku hilang, gara-gara dia aku gak bisa percaya lagi sama orang, gara-gara dia semua yang ibu ku bangun habis gak bersisa, gara-gara dia, aku kehilangan semua yang aku punya. kamu gak bakal ngerti, bukan kamu yang ngerasain, yang kamu lihat emang aku si manusia yang gak tahu diri, yang selalu ngamuk hanya karena masalah sepele, udahlah ja, kamu pulang aja, I can handle my self.” 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN