Masalah Melinda

1225 Kata
                “Mobil Ratu kenapa pak?” Raja tidak sengaja pulang ke rumah sebelum waktunya, ia perlu mengambil sendiri dokumen penting perusahaannya yang ia simpan di rumah. Namun ketika sampai ia tidak sengaja melihat mobil istrinya sudah di urus oleh orang-orang suruhannya.                 “Ibu ngamuk pak, di rumah orang tua nya.” Mendengar hal itu, Raja tanpa basa-basi langsung berlari masuk ke dalam rumah, mencari keberadaan Ratu. Wanita itu tengah terduduk sembari menyesap sebotol alkohol di tangannya.                 “Ratu.” Panggil Raja. Wanita itu hanya menoleh sebentar, kemudian ia kembali memalingkan wajahnya.                 “What’s wrong with you?” Raja merebut botol minuman di tangan Ratu agar wanita itu berhenti menenggak alkohol, jika sudah terlalu banyak Ratu bisa lebih gila lagi. Ratu menatap tajam suaminya begitu botol di tangannya sudah berpindah ke tangan Raja, ia ingin marah namun entah kenapa energinya seakan habis begitu saja, ia menjatuhkan bokongnya di kursi sembari menatap kosong ke arah Raja yang kini juga sedang menatapnya.                 “Kamu gak biasanya minum siang-siang begini.” Raja duduk, beberapa meter dari Ratu. Ia tidak akan mungkin duduk di sebelah wanita itu, sebab Ratu pasti akan lebih marah lagi.                 “That’s not your business.” Desis Ratu. Raja mengangguk, ia kemudian berdiri, menyimpan botol minuman itu jauh-jauh dari Ratu sebelum Ratu kembali merebutnya.                 “We talk later.” Ucap Raja sebelum ia benar-benar pergi. Sementara Ratu, kini hanya menatap punggung suaminya yang perlahan menghilang dari pandangannya, walau sedang butuh bahu untuk bersandar saat ini, Ratu tidak akan menurunkan harga dirinya di depan Raja sekalipun. *****                  Ratu seakan di timpa masalah secara bertubi-tubi, keuangan perusahaannya kacau di saat-saat ia begitu membutuhkan uang tambahan untuk melanjutkan pembangunan aset milik ibu nya, satu-satunya harapan yang ia miliki sekarang adalah papa nya sendiri. Dulu juga pernah terjadi hal yang sama dengan perusahaan Ratu, namun ia tidak khawatir sebab ia tahu papa nya bisa mengcover semua kekurangannya, namun kali ini ia Ragu sebab aset milik ibunya juga harus di lanjutkan, dan hal itu membutuhkan milyaran bahkan hingga trilyunan rupiah hingga selesai.                 “Tagihan kartu kredit sudah di bayar?” Tanya Ratu. Ratu Wanita di sampingnya menggeleng “Sesuai perintah ibu, kami belum approved perihal itu. lagi pula kami butuh persetujuan ibu untuk memotong dan dari rekening pribadi ibu.” Lagi-lagi Ratu kelimpungan sendiri dengan apa yang terjadi kepadanya, bukannya berkurang, Ratu bahkan merasa bahwa masalahnya semakin bertambah.                 “Gosh.” Desis Ratu, kesal. Di saat yang sama ponselnya berdering, sebenarnya benda kecil itu sejak tadi sudah berdering, namun Ratu seakan-akan tak mendengarnya, entah kenapa hari itu rasanya ia enggan berbicara kepada siapa saja.                 “Dari bapak Rio bu.” Anna menyerahkan benda kecil itu kepada Ratu, Ratu menatap ponselnya sepersekian detik, sebelum menjawab panggilan dari kekasihnya itu.                 “Iya sayang.” Ucap Ratu, bahkan dari nada bicaranya saja semua orang sudah bisa menebak bahwa Ratu sedang frustasi.                 “I need money untuk operasi mama, kamu bisa bantu aku kan?” Mendengar hal itu Ratu menjauhkan ponsel dari telinganya. Ia menyimpan benda itu di atas meja, kemudian ia menyambar tas nya lalu pergi begitu saja, ia tidak bisa berdiam di kantornya terlalu lama, ia perlu bertemu dengan papa nya, membicarakan masalah mereka, setidaknya, agar Ratu tenang dulu.                 Sebenarnya, bisnis yang dijalankan oleh Ratu baik-baik saja, andai saja Ratu tidak ceroboh sendiri selalu memberi Rio kartu kredit milik perusahaan untuk dibelanjakan untuk keperluan pribadinya, ya awalnya semua normal-normal saja, Rio belanja seperlunya dan itu semua tidak mempengaruhi keuangan dan pendanaan perusahaan, namun entah kenapa beberapa bulan terakhir ini, Rio seakan lupa diri ketika memakai kartu itu, ia berbelanja sesuka hati tanpa memikirkan akibatnya, sehingga keuangan perusahaan dan bisnis Ratu menjadi kacau balau seperti yang terjadi sekarang ini. sebenarnya, mengunjungi papa nya juga tidak pasti akan memberinya solusi, namun Ratu tidak punya tempat lain untuk mengaduh kecuali kepada pria tua itu.                 “Tuan sakit nona.” Seorang pelayan muncul secara tiba-tiba di hadapan Ratu, sembari menunduk, ia memberitahukan Ratu akan kondisi kesehatan papa nya itu. sudah satu minggu semenjak terakhir mereka bertemu, satu minggu setelah Ratu menabrakan mobilnya ke mobil kesayangan ibu tirinya itu, sudah seminggu pula mereka berdua tidak saling bertukar kabar.                 “Sakit? Sakit apa? kenapa tidak ada yang mengabari saya?!” Pekik Ratu. Walaupun sudah tua, Hartawan bukanlah tipikal orang yang gampang sakit, kondisinya begitu bugar, maka dari itu setiap kali Hartawan sakit, Ratu selalu panik. Ratu berlari menyusuri rumahnya sendiri, ia berlari menaiki satu persatu anak tangga hingga sampai ke lantai dimana kamar papa nya berada, di depan kamar itu terdapat dua orang yang berjaga di depan pintu, yang siap sedia menyambut siapapun tamu yang menjenguk Tuan Hartawan.                 “Sudah kabari dokter?” Tanya Ratu kepada pelayan yang sejak tadi mengekorinya.                 “Sudah Nona, Dokter menjaga tuan bergantian. Siang dan malam.”                         “Berapa Dokter?” Tanya Ratu.                 “Dua. Nona.”                 “Dua? Dua dalam dua puluh empat jam? Kalian gila? Panggil empat Dokter lagi, maksimalkan perawatan papa saya.” Ratu mengusap kepala papa nya, sayang. Pria tua itu nampak begitu pucat dalam tidurnya, sudah lebih dari lima hari Tuan Hartawan tidak merasa baik-baik saja, kesehatannya benar-benar menurun, ia bahkan hanya terbangun dalam beberapa jam dan lebih banyak tidur, tidak seperti Tuan Hartawan pada biasanya.                 “Papa…” Ucap Ratu tepat di samping telinga papa nya, ia berharap semoga Hartawan lekas pulih, bukan karena keresahannya perihal jatuhnya keuangan perusahaan mereka atau tentang aset ibu nya yang di ujung tanduk, lebih dari itu Ratu betul-betul mengkhawatirkan papa nya.                 “Di mana Melinda?” Kali ini Ratu berpaling pada semua pelayan yang ada di kamar papa nya, masing-masing mereka berjaga di setiap sudut ruangan dengan tugas mereka masing-masing.                 “Sudah terbang ke Bali dua hari yang lalu Nona.” Mendengar hal itu tentu saja Ratu semakin geram, bagaimana mungkin wanita itu tega meninggalkan papa nya sementara pria tua itu tengah terbaring lemah. Ratu berjalan cepat keluar dari kamar papa nya, ia akan bertemu dengan Bennedict hari itu juga, rasanya ia sudah tidak tahan melihat tingkah ibu tirinya yang semakin hari semakin kelewatan batas.                 “Bennedict.” Tanpa basa-basi Ratu membuka pintu ruang kerja Bennedict dengan emosi yang begitu meluap-luap, untung saja pria tua itu berada di sana dengan setumpuk pekerjaan yang sudah pasti di bebankan oleh Tuan Hartawan kepadanya.                 “Nona Ratu…” Bennedict berdiri, menundukan sedikit badannya ketika berhadapan dengan Ratu.                 “Atas semua kekuasaan yang saya punya di rumah ini, saya minta, tarik semua aset yang dipegang oleh Melinda sekarang juga!” Bennedict cukup terkejut, bagaimana tidak, Ratu adalah orang yang paling keras terhadap pernikahan kedua papa nya itu, namun sekeras-keras nya Ratu ia sama sekali tidak pernah mau mengusik apapun yang orang lain dapatkan atas pemberian papanya sendiri, walau sebenarnya ia bisa. Namun pernyataan Ratu barusan, tentu begitu bertolak belakang dengan bagaimana Ratu selama ini, tentu saja membuat Bennedict terkejut.                 “Apa yang mengganggu mu nak?” Tanya Bennedict khawatir. Mereka bahkan sudah seperti keluarga sendiri.                 “Tarik! Tarik sekarang juga, bahkan pengawal yang menjaga nya juga tarik semua, pulangkan ke Jakarta malam ini juga. Bennedict, ini perintah. Kalau malam ini semua tidak selesai, saya pastikan saya yang akan turun tangan sendiri.” Ucap Ratu dengan penuh penekanan di setiap kata nya.                 “Baik Nona, perintahmu segera saya laksanakan.” Ucap Bennedict penuh hormat kepada Ratu. Pria tua itu segera mengurus perintah Ratu, semuanya harus benar-benar selesai malam ini juga sesuai dengan apa yang Ratu perintahkan kepadanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN