Asset

1196 Kata
                Walau selalu merasa sulit akan semua sikap yang Ratu tunjukan kepadanya, bukanlah hal yang mudah bagi Raja jika harus menceraikan Ratu. Ada banyak pertimbangan sehingga Raja lebih memilih untuk bersabar di banding dengan harus mentalak tiga istrinya itu, terlebih lagi orang tuanya terlalu sayang kepada Ratu, hampir mustahil bagi Raja untuk menceraikan wanita itu. setelah Rapih, Raja bergegas turun ke bawah, entah bagaimana ia harus menunjukan sikapnya di depan teman-teman Ratu yang sudah melihat pertengkaran mereka pagi tadi, Raja sudah kehilangan harga dirinya sendiri. Dan benar saja, ketika dirinya melewati Ratu dan teman-temannya, mata Ratu tak berhenti menatap tajam suaminya itu, tatapan yang tak pernah berubah selama mereka menikah, tatapan yang tak pernah terlihat bersahabat, Ratu memang sebenci itu kepada suaminya sendiri.                 “Lo serius, memperlakukan dia kayak gitu selama kalian menikah?” Aura menatap serius punggung Raja yang perlahan hilang dari pandangan mereka. Mereka hanya tak menyangka, bagaimana Raja yang berwibawa, yang di idam-idamkan oleh kaum hawa itu mendapat istri seperti Ratu, bukankah seharusnya Raja mendapatkan pasangan yang setidaknya mencintainya?                 “Bukan salah gua kalau gua kayak gitu, salah dia sendiri kenapa dia setuju-setuju aja pas di suruh nikah sama gua.” Seakan tak punya hati, Ratu hanya menatap kosong ke arah televisi di hadapannya. Ia pun juga sibuk mengunyah makanan yang tadi ia masak.                 “Terus, dengan tetap bareng sama Rio, lo gak ngerasa bersalah?” Tanya Vania Ratu menggeleng “Buat apa ngerasa bersalah? Yang seharusnya ngerasa bersalah di sini tuh Raja, bukan gua. Dia datang ke kehidupan gua, mengacau, kalau aja dia gak setuju waktu itu, gua mungkin udah punya anak sama Rio sekarang-sekarang ini. udah deh, lo semua gak usah prihatin sama Raja, dia tuh gak patut di prihatinin tau gak, tampangnya doang cakep, aslinya najis deh.”                 “Tapi selama ini dia gak pernah neko-neko kan Rat sama lo? Maksud gua, selama kalian nikah, lo seenaknya gini dia gak pernah apa, ngelirik perempuan lain? Raja laki-laki normal kan? Bertahun-tahun nikah, gak di kasih jatah batin sama lo, apa dia gak pernah tidur sama perempuan lain?” Selama menikah dengan Ratu, Raja bisa dibilang adalah orang yang bersih , bersih dalam artian dia tidak pernah sama sekali menyentuh perempuan lain, padahal ia adalah laki-laki normal. Bagi Raja, pernikahan adalah hal yang sakral yang  tidak akan pernah ia kotori, ia tidak peduli jika Ratu masih menjalin hubungan dengan pria lain selain dirinya, yang penting ia tidak mengkhianati pernikahan mereka.                 “Nggak pernah kayaknya, atau gak tau deh kalau dibelakang gua dia kayak gimana. Tapi yang selama ini bertingkah Cuma gua sih, gua yang berani bawa Rio datang kesini, tapi kayaknya dia emang gak berani sih soalnya gua pernah bilang kalau gua gak pernah mau ada perempuan lain yang injak rumah gua tanpa seizin gua sendiri.” Ratu menghisap habis rokok di tangannya, egosi memang, namun ia sama sekali tidak peduli dengan tanggapan orang lain perihal sikap buruknya itu.                 “Rat… kurang-kurangin deh, sebelum laki lo nyerah.” *****                 Kesenangan Ratu hari itu tiba-tiba lenyap ketika ia mendapat kabar dari asisten papa nya bahwa orang yang di percaya oleh ibu tirinya untuk merombak villa milik ibu nya di Bali ternyata adalah seorang penipu. Dari awal ia sudah memperingati papa nya bahwa semua aset milik almarhumah ibu nya tidak boleh di apa-apakan, namun ibu tiri nya malah nekat dan berujung membawa petaka bagi mereka semua, saat itu Ratu tanpa basa-basi langsung berangkat menuju rumah orang tua nya, sudah bisa di pastikan bahwa ibu tirinya akan habis di tangannya sendiri.                 “ANJING!” Tanpa rasa bersalah Ratu menabrakan mobilnya ke mobil kesayangan ibu tirinya yang kebetulan terparkir di depan rumah, mobil seharga milyaran rupiah itu kini terlihat tak beraturan akibat ulah Ratu sendiri, setelah puas, ia kemudian masuk ke dalam rumah membawa sebuah tongkat golf yang ada di mobilnya, ia tidak pernah takut akan hukum yang akan menjeratnya, selagi hatinya merasa puas dengan apa yang ia lakukan.                 “Ratu!” Hartawan meneriaki putrinya itu ketika sadar ada benda berbahaya yang di pegang oleh Ratu begitu memasuki rumah. Hartawan tahu betul bagaimana Ratu jika mengamuk, ia tidak akan pandang bulu, ia betul-betul akan menyakiti siapapun yang berulah kepadanya.                 “Ratu! Papa mau bicara sebentar!” Ratu dengar apa yang papa nya katakan, namun ia tidak peduli, ia terus menyusuri rumah, mencari keberadaan ibu tirinya itu.                 “RATU!” Hartawan berteriak, membentak putrinya itu agar Ratu berhenti sejenak. Melinda, istri keduanya bisa mati kalau Ratu tidak dihentikan saat itu juga.                 “APA?! AKU UDAH SERING BILANG HARTA IBU KU JANGAN DI GANGGU GUGAT! AKU UDAH SERING BILANG KE PAPA, SAMA KE DIA JUGA!” Ratu menghantam sebuah keramik mahal di hadapannya hingga pecah tak bersisa. Hartawan saat itu hanya bisa mengelus d**a, Ratu memang tidak bisa di hentikan begitu saja, sebelum ia benar-benar menghantam Melinda dengan tangannya sendiri.                 “RATU BICARA SAMA PAPA!” Kali ini suara Hartawan pun lebih tegas dari sebelumnya, dengan itu Ratu bisa diam selama beberapa saat papa nya membentak. Dengan cepat Hartawan menarik putrinya untuk duduk  berdua dengannya.                 “Apa? papa sengaja narik Ratu buat duduk karena papa takut kalau Ratu macem-macem ke istri papa kan?!”                 “Ratu, papa bicara dulu sebentar.”                 “Papa gak usah ngebelain dia!”                 “Papa gak ngebelain dia!”                 “You do!”                 “Papa akui itu sebuah kesalahan… kamu berhak marah, kamu bahkan berhak menuntut ibu tiri kamu atas itu semua, semua itu bisa kamu lakukan andai saja papa tidak punya nama besar di negara ini, kalau kamu melakukan itu nama keluarga kita akan benar-benar tercoreng, bisnis keluarga kita akan hancur, bisnis kamu, bahkan bisnis suami kamu pasti juga terkena imbas nya. Papa tidak mau kamu jatuh sayang… sayang sekali jika bisnis yang sudah kamu bangun dari nol harus jatuh hanya karena ada gosip miring tentang keluarga kita.” Kepala Ratu terasa ingin pecah begitu mendengar ucapan dari papanya barusan, menyandang nama belakang Hartawan tidaklah mudah, separuh hidupnya dipertaruhkan oleh nama besar itu, ia tidak boleh asal bertindak, ia tidak boleh gegabah.                 “Tapi aset ibu, udah setengah jalan dan itu jumlahnya gak main-main! Kita bahkan bakal jadi bahan perbincangan orang-orang kalau sampai proyek itu mangkrak! Papa! Bahkan sampai sekarang papa masih selalu mengacaukan hidup Ratu!” Ucap Ratu dengan suara yang hampir terdengar menjerit, rasanya oksigen begitu tipis di ruangan itu, ia memikirkan setiap kemungkinan yang akan mereka dapat jika saja proyek itu tidak segera dilanjutkan.                 “Maaf, memang papa selalu mengacaukan hidup Ratu, papa akui itu. mungkin untuk kelanjutan proyek itu, papa yang akan menanggungnya. maaf sayang…” Ratu memalingkan tatapannya dari Hartawan, ia sudah kehabisan kata-kata, jumlah dana yang mereka butuhkan untuk menutupi semua kerugian itu tidaklah main-main, bahkan tanpa laporannya pun Ratu sudah bisa memperkirakan akan ada seberapa banyak uang yang akan mereka hamburkan.                 “Ratu mau bicara dengan Bennedict, hari ini.” Bennedict adalah orang kepercayaan Hartawan, pria berumur 50 Tahun yang separuh hidupnya ia gunakan untuk mengabdi di keluarga itu, Bennedict pula yang tahu seluk beluk keuangan keluarga Hartawan, harta dan semua yang keluarga itu miliki. Hartawan mengangguk “Papa tidak melarang.”                 “Tapi Ratu… Papa tidak mau, dan tidak akan pernah mau melihat tangan cantik Ratu, jadi kotor hanya karena hal-hal kecil seperti itu.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN