"Emang kalau CEO tuh lebih sibuk daripada direktur ya? Kok bisa gitu? Harusnya kan kamu agak santai aja, bawahan kamu kan banyak. Kamu pagi siang malem kerja kayak gak kenal capek aja, malam tuh waktunya tidur." Ratu sedikit mengomel ketika mereka tiba di rumah. Sesuai janjinya jika Ratu mau ikut jalan-jalan dengannya, Raja harus memijat Ratu, dan disinilah mereka, di ruang kerja Raja dengan kedua kaki Ratu yang berada di atas paha pria itu, sebelah tangan Raja memijat kaki Ratu sementara yang satu lagi memegang pencil ipad, pekerjaannya masih banyak tersisa.
"Ya namanya juga pimpinan pasti sibuk lah." Jawab Raja seadanya. Ia sedikit kesal dengan Ratu, wanita itu tahu bagaimana sibuknya Raja, namun bisa-bisanya ia menagih janji pria itu malam itu juga, seakan-akan sudah tidak ada lagi hari esok.
"Yang bener dong jaa mijetnya, kamu kan udah janji." Ucapnya tak tahu diri. Ia tak peduli sebanyak apa pekerjaan Raja sekarang, yang jelas Raja sudah berjanji dan artinya Raja harus menepati janji itu.
"Bener-bener ya kamu." Desis Raja sembari menatap tajam istrinya sendiri.
*****
Ratu terbangun dari tidurnya dikarenakan mertuanya tiba-tiba datang, dengan seorang anak kecil perempuan yang bahkan tanpa berbicara pun sukses membuat Ratu kesal duluan. Gadis kecil itu bernama Aleta, yang selama ini Ratu ketahui merupakan keponakan dari sanak sepupu Raja yang katanya hamil di luar nikah. Entahlah, apa yang membuat mertuanya iru begitu tergila-gila dengan anak kecil. Ya Ratu tahu jelas bagaimana mertuanya itu begitu menginginkan seorang cucu, tapi akankah semua itu terlalu berlebihan jika sampai harus membawa anak kecil ke rumah?!
"Loh, kok Aleta ada di sini ma?" Tanya Ratu. Gadis kecil itu langsung tersenyum begitu melihat Ratu menuruni satu per satu anak tangga.
"Mama adopsi Aleta, di rumah sepi banget soalnya." Jawab Rika, enteng."
"Loh? Mamanya gimana?" Tanya Ratu, lebih kaget lagi. Ya ia tahu seberapa berpengaruh keluarga suaminya itu, tetapi memisahkan anak dan juga ibunya bukankah hal itu merupakan tindakan kriminal?
"Emang kamu gak tahu ya, mamanya Aleta itu lanjutin study nya di Aussie, tuh kamu jarang banget nimbrung di grup keluarga makanya kudet, sama aja kamu tuh sama Raja." Balas Rika pura-pura merajuk sebab anak dan menantunya itu hampir sama sekali tak pernah terlibat di obrolan keluarga via grup, mereka bisa saja menimbrung tetapi hanya sekedar mengirimkan stiker lucu yang tak ada artinya.
"Kan aku sama Raja sibuk." Balasnya membela diri.
"Tapi ini mama mau titipin Aleta dulu sama kamu, bisa kan ya? Mama tuh mau ikut papa dinas ke Jepang, udah lama sih mama gak kesana jadi daripada Aleta sama Kaisar doang, berdua di rumah mending Aleta di sini. Kamu tahu sendiri kan gimana Kaisar? Main mulu gak ingat pulang. Lagipula Aleta juga udah mulai sekolah besok, kamu tolong anterin ya? Sekalian deh tuh kamu bisa latihan jadi ibu." Rika semakin memancing sementara Ratu hanya menghela napas, ia ingin sekali menolak, andai saja yang di hadapannya ini bukanlah Rika, mungkin sejak tadi Ratu sudah menolak mentah-mentah.
"Yaudah deh kalau gitu, tapi mama sama papa jangan lama di jepang ya?" Ucap Ratu dengan nada memohon, seakan-akan Rika menitipkan monster kepadanya.
"Iyaaa enggak, nanti mama bawain oleh-oleh sekalian." Balasnya sebelum benar-benar menghilang dari pandangan anak menantunya itu.
Ratu melirik anak kecil di hadapannya itu, Sementara Aleta masih saja berbinar menatap Ratu, gadis kecil itu memang benar-benar kagum akan kecantikan Ratu, bisa terbukti sejak kedatangannya ia bahkan hampir tak berkedip memandang kagum ke arah wanita itu.
"Aleta aku tahu aku cantik, tapi kamu bisa santai aja gak ngeliatinnya?" Ucap Ratu, yang risih di tatap seperti itu terus sejak tadi.
"Habisnya Aunty cantik sekali, Aleta suka." Balasnya polos penuh kejujuran. Anak kecil memang tidak bisa berbohong, paras cantik Ratu memang bisa menipu orang-orang, menutupi sifat jeleknya, bahkan andai saja Ratu mau berpura-pura baik, pasti orang lain akan mudah percaya kepadanya.
"I know, tapi aku gak suka kamu lihatin kayak gitu. Oh iya stop call me aunty, aku gak setua itu ya Aleta." Protesnya keras. Ia memang benci jika ada anak kecil yang memanggilnya dengan sebutan Aunty, seakan-akan umurnya sudah sangat tua, menurut Ratu, ia yang masih berusia 27 tahun belum cocok apabila di panggil dengan sebutan Aunty, toh apalagi ia belum punya anak.
"Tapi gak sopan Aunty, nantu Aleta kena marah sama oma."
"Aletaaa, please! Masa yang basic basic gini aja kamu gak ngerti? Sopan gak sopannya seseorang itu gak di nilai dari orang lain, melainkan di nilai dari lawan bicara kamu sendiri, lawan bicara kamu sekarang siapa? Aku atau oma kamu? Aku kan? Yang minta kamu gak panggil Aunty ke aku, ya aku kan? Berarti gak ada orang yang berhak ngatain kamu gak sopan selama aku setuju kamu panggil kayak gitu." Jelasnya penuh penekanan berharap gadis kecil itu mengerti.
Aleta mengangguk "jadi aku harus panggil apa?" Tanya nya polos.
"Why don't you call me with my name? We can be friend kalau kamu gak ngeselin." Jawabnya penuh kesungguhan.
"Beneran? Aku bisa jadi teman kamu Ratu? Aku kalau temenan sama kamu bisa jadi cantik banget kayak kamu juga?" Wajahnya berseri-seri menatap Ratu penuh rasa kagum.
"Iya lah, aku bakal ngajarin kamu cara jadi cantik. Tapi ada syaratnya."
"Apa syaratnya?"
"Jangan cengeng, jangan nyebelin, jangan ngerepotin orang lain, harus mandiri, jangan mau di mengandalkan sama cowok, kenapa? Karena mengandalkan laki-laki sama saja ngejatuhin harga diri kamu Aleta, lihat papa kamu, dia jahat kan? Dia ninggalin kamu sama mama kamu padahal kamu tanggung jawab dia, iya kan? Nah mulai sekarang, kalau ada cowok yang tiba-tiba ngasih kamu perhatian lebih, bahkan untuk hal-hal kecil kamu tolak aja ya? Mereka jahat, mereka selalu bikin perempuan terlihat lemah." Ratu tidak memandang siapa yang menjadi lawan bicaranya saat ini, ia betul-betul mengajarkan hal itu kepada Aleta tidak peduli gadis itu akan paham atau tidak yang jelas sebisa mungkin Ratu akan menjadi Aleta sebagai kelinci percobaannya, rasanya menyenangkan mendoktrin anak kecil menjadi sosok sepertinya.
"Oke Ratu!" Ucapnya dengan penuh semangat.
"Oke, kalau kamu nurut kita bisa jadi teman." Akhirnya setelah itu, barulah Ratu mengantarkan Aleta menuju salah satu kamar yang ada di rumahnya itu. barang-barang Aleta cukup banyak, sehingga gadis itu sukses berhasil membuat Ratu sedikit mengomel karena telah merasa di repotkan.