“Ngapain ya di rumah? Bosen bangett.” Sejak tadi, Ratu hanya mondar-mandir di rumah. Ia begitu bosan dengan kegiatannya belakangan ini, semenjak adanya masalah itu Ratu betul-betul seperti tahanan di rumahnya sendiri, ia bahkan tidak bisa memulai bisnis apa-apa hanya karena dirinya menyandang nama belakang Hartawan. Ratu mengitari rumahnya, melihat setiap sudut dari rumah itu yang tak pernah terjamah olehnya, terlalu menyenangkan hingga akhirnya ia berhenti di depan kamar tidur Raja. Ratu sedikit Ragu untuk masuk, mengingat bagaimana kali terakhir ia masuk ke sana tanpa sepengetahuan pria itu dan berakhir dengan perang di antara mereka berdua. namun, Ratu tetaplah Ratu yang jika penasaran harus menuntaskan rasa penasarannya saat itu juga.
Toh gua juga gak ngapa-ngapain di dalam, gua cuma ngeliat-liat doang.
Akhirnya Ratu memutuskan untuk masuk, pinnya belum di ganti, jadi tentu saja Ratu beranggapan bahwa Raja sengaja tidak mengganti pin nya agar suatu waktu Ratu bisa masuk kapan saja ia mau. Ruangan bernuansa monokrom itu cukup nyaman, dengan kasur King Size, meja kerja, televisi, dan rak buku yang juga menjadi pembatas antara sekat kerja dan ranjang membuat kamar itu nampak nyaman. Ratu melewati itu semua ia duduk di ranjang, kemudian menatap lemari super besar yang ada di hadapannya, di bawahnya ada berbagai macam laci, setahu Ratu, Raja tidak pernah menyimpan apa-apa di laci itu, namun sebuah pita di salah satu gagang laci itu menarik perhatian Ratu, Ratu berusaha menebak pin laci itu, sekali hingga dua kali salah, lalu percobaan ketiganya ketika ia memasukan tanggal pernikahan mereka, dan akhirnya berhasil. Berbagai macam kotak perhiasan di dalamnya, bertumpuk menjadi satu.
“Gosh aku kirain apaan.” Ratu kembali menutup laci itu lalu kembali melihat ke seluruh penjuru ruangan, tidak ada yang menarik, hingga akhirnya ia menemukan ipad milik Raja di nakas samping tempat tidur, Ratu memeriksanya, melihat galeri foto Raja yang hanya terdapat beberapa foto dan itupun bersama dengan teman-teman kantornya. Tidak ada yang benar-benar menarik hingga akhirnya, Ratu menemukan foto dimana Raja berfoto bersama Raina, gadis yang ia temui di aprtement Raja di kala Raja sakit. Ratu menimang-nimang ipad itu di tangannya, kemudian kembali menutupnya.
“It’s gonna really super fun.” Desisnya sebelum meninggalkan ruangan itu.
Nyaris tiga bulan ia harus mendekam diri di rumah, membatasi ruang geraknya, dan membuat hidupnya terasa hampa, semua hal sudah Ratu lakukan, mulai dari Yoga, menonton drama korea yang dulu enggan ia tonton, bahkan sampai mengikuti acara gosip di televisi membuatnya betul-betul nampak seperti pengangguran, sisa tabungannya juga semakin menipis, Ratu melirik ke sekeliling rumah, ia mendapati foto ibunya yang ia pajang beberapa hari yang lalu di atas meja hias, rasanya ia sudah terlalu rindu akan wanita itu, dengan langkah gontai, Ratu berjalan menuju kamarnya, mengganti bajunya dengan pakaian serba hitam, lengkap pula dengan kacamata hitam nya yang membuatnya nampak semakin gelap. Ya, hari itu ia berkunjung ke makam ibunya, entah sudah berapa lama ia tidak kesana, setiap kali kesana Ratu harus menyiapkan mentalnya dulu, takut seseorang melihatnya menangis di sana, kalian masih ingat kan kalau Ratu tidak suka di pandang lemah oleh orang lain, bahkan dengan papanya sekalipun.
“Mau kemana?” Ratu menyadari bahwa adik iparnya, Kaisar berada di rumahnya saat itu. entah kapan ia datang, yang jelas Kaisar muncul secara tiba-tiba di saat ia hendak keluar rumah.
“Ke makam.” Balasnya cuek. Kaisar menoleh ke belakang. Di luar masih banyak sekali wartawan yang menunggu Ratu untuk buka suara perihal kebangkrutan keluarganya, di pikir menyenangkan mengganggu orang hingga berbulan-bulan?
“Aku ikut ya mbak.” Ucapnya. Ratu mengangguk, Kaisar akui ia memang terlalu membenci Ratu, namun sebagai seorang pria, ia tidak akan membiarkan kakak iparnya itu pergi sendirian, apalagi sekarang ia adalah incaran banyak wartawan yang mungkin bisa saja membahayakannya jika ia pergi seorang diri.
Kini, mereka tengah duduk berdua di dalam mobil, Ratu yang menyetir sementara Kaisar duduk di sebelahnya. Tidak ada percakapan di antara mereka berdua, yang ada hanyalah lantunan lagu Maroon 5 yang bergantian dengan 5 second of summer, selera musik Ratu cukup bagus, setidaknya masih relate dengan selera musik Kaisar sehingga Kaisar tidak merasa pusing-pusing amat duduk berjam-jam di mobil itu.
“Jauh banget sih mbak.” Keluh Kaisar, iya, mereka sudah berada di atas mobil kurang lebih dua jam lamanya namun belum ada tanda-tanda bahwa mereka akan segera tiba.
“Siapa suruh kamu ikut.” Balas Ratu.
“Kok jauh banget di makaminnya? Kenapa gak di Sandiego Hills aja, kayak oma opa kamu?” Tanya Kaisar.
“Supaya aku gak sering kesana.” Jawabnya dengan suara dingin.
“Hah, gimana maksudnya?” Tanya Kaisar lagi. namun Ratu tak lagi menjawab, wanita itu begitu dingin, tatapan matanya terlihat kosong dan juga tajam hingga akhirnya mereka tiba di pemakaman umum yang jauh sekali dari standar mereka.
“Ini serius? Di makamin di sini? Orang kaya kayak mereka makamin keluarganya di sini?” Kaisar keheranan sendiri, melihat tempat di mana ibu dari Ratu di makamkan. Oke baiklah, sebenarnya tidak ada yang salah dari tempat itu, hanya saja setahu Kaisar, keluarga Ratu rata-rata dimakamkan di Sandiego Hills, hampir semua, ia lantas bingung mengapa mereka masuk ke sebuah perkampungan dengan makam umum di dalamnya.
“Mbak, kamu lagi gak bercanda kan?” Tanya Kaisar, sekali lagi ia ingin meyakinkan dirinya sendiri. Selama ini Kaisar memang tidak pernah tahu dimana mendiang ibu Ratu di makamkan, sebab kala itu, di saat beliau meninggal Kaisar sedang berada di luar negeri, ia sedang mengambil kelas liburan musim panasnya.
Ratu mengangguk “Kamu tunggu di sini.” Ucap Ratu, ia berjalan menuju salah satu makam, tidak mencolok, sama seperti makam umum yang lainnya. Berbagai macam rerumputan liar ada di sekitar sana, benar-benar tidak terurus.
“Misi den.” Ucap salah seorang pria, dengan baju lusuh menghampiri Kaisar.
“Ya? Kenapa pak?” Jawabnya kebingungan.
“Keluarganya nyonya?” Tanya nya.
Kaisar mengangguk “Saya adik iparnya. Oh bapak penjaga kuburan di sini? Itu beneran kuburan ibunya dia? Tanya Kaisar, lagi-lagi memastikan.
“Iya den, saya penjaga kuburan yang baru, yang lama baru saja meninggal dua hari yang lalu. Saya tidak tahu kapan nyonya akan datang, saya juga tidak tahu nomor hp nya, jadi begitu saya tahu nyonya datang saya langsung kesini, hanya untuk memberitahu kalau almarhum mang Dadang sudah meninggal.” Balasnya. Mang Dadang, adalah salah satu orang yang Ratu percaya untuk menjaga dan merawat makam ibunya, dahulu, beberapa tahun yang lalu bahkan Hartawan melarang siapapun untuk menyentuh makam mendiang istrinya itu, bahkan hanya untuk sekedar merapihkan tumbuhan liar di sampingnya, namun Ratu bersikeras dan di tolong oleh Mang Dadang yang juga turut melawan orang-orang suruhan Hartawan yang kala itu di tugaskan untuk mengontrol makam mendiang ibu Ratu.
“O-oh iya pak.” Balas Kaisar yang masih terkejut mengetahui fakta bahwa seorang putri konglomerat di kubur di tempat seperti ini.
Cukup lama Ratu berada di sana, bahkan hampir satu jam lamanya, Kaisar bahkan menggerutu kesal karena hujan sebentar lagi akan turun namun Ratu belum juga beranjak dari sana. Entah apa yang ia lakukan, sejak awal ia datang ia hanya berjongkok di samping kepala kuburan itu, dan nyaris tak bergerak, sebelah tangannya sesekali terlihat membersihkan rerumputan yang bisa ia jangkau dan sebelah lagi terus memegang kepala dari kuburan itu.
“Ayo.” Ucapnya kepada Kaisar. Tanpa melihat mata yang sembab pun Kaisar juga tahu kalau wanita ini sedang menyembunyikan matanya yang sembab, hidung dan sekitaran pipinya memerah, napasnya bahkan tak beraturan. Di detik setelahnya Kaisar benar-benar iba.
“Ini ada yang mau ketemu.” Kaisar menunjuk pria tua yang juga turut menunggu Ratu di sampinnya.
“Mang Iman.” Ucap Ratu, ia kenal dengan pria ini, orang yang selalu bersama dengan Mang Dadang setiap kali ia berkunjung kesana.
“Saya nyonya.” Ucapnya penuh rasa sopan.
“Mang Dadang kemana? Kok daritadi gak kelihatan?” Tanya Ratu, ia celingak-celinguk mencari dimana keberadaan Mang Dadang.
“Itu kuburan Mang Dadang, beliau baru saja meninggal dua hari yang lalu. Beliau sakit, tapi terlambat di obati, beliau tidak pernah bilang kalau beliau sakit nyonya.” Sekali lagi, sesuatu melukai hati Ratu namun, ia berusaha untuk tidak lagi mengeluarkan air matanya, ia tidak mau Kaisar melihatnya menangis.
“Turut berduka ya, Jadi mang Dadang yang gantiin ya? Ini mang ada sedikit untuk keluarga beliau, dan juga sekalian sampaikan rasa belasungkawa saya kepada keluarga beliau, dan ini untuk mang Iman, saya titip makam ibu saya, rerumputannya tolong di bersihkan saya tidak suka kuburan ibu saya kotor begitu.” Ratu menyerahkan lima ikat uang seratus ribuan dari dalam tas nya, tiga untuk keluarga mang Dadang dan dua untuk Mang Iman, Ratu memang benar-benar tidak pernah perhitungan jika menyangkut tentang ibunya.
“Nyonya ini terlalu banyak.” Ucap Mang Iman setelah melihat jumlah yang Ratu berikan kepadanya.
“Tidak sebanding dengan kerja keras Mang Iman. Kalau begitu saya permisi ya mang, terimakasih, saya titip makam ibu saya.” Kaisar benar-benar melihat sisi lain dari diri Ratu kali ini, andai saja ia bisa mendokumentasikan mungkin tentu saja ia akan mendokumentasikan kejadian langka itu. ternyata di balik kerasnya Ratu, ia juga masih punya sisi baik yang setidaknya bisa menutupi sebagian sisi jahat dari dirinya.
“Saya kira kamu adalah orang yang paling tidak berperikemanusiaan mbak.” Ucap Kaisar setelah mereka kembali duduk di dalam mobil.
“Saya memang jarang memanusiakan manusia kok.” Balas Ratu. Wanita itu selalu menolak apabila ia menunjukan sisi baiknya. Ia selalu menganggap dirinya jahat, seperti yang dipikirkan oleh orang-orang.
“Nggak, kamu baik, Cuma gak semua orang yang bisa ngerasain baiknya kamu.”