Bab 7. Kesialan Prilly

1022 Kata
Happy Reading Selma mendengar semuanya, matanya tertutup tetapi dia tidak tidur. Benar yang di katakan oleh Nico jika dia memang hanya pura-pura tidur. Sejujurnya Selma ingin sekali pulang ke rumah dan bertemu dengan kedua anaknya, tetapi tubuhnya masih terasa lemas dan sepertinya asmanya kambuh. Sejak siang sampai malam Selma hanya bicara pada Nico rantang perceraiannya, sungguh dia sudah tidak sanggup jika harus di khianati lagi. Namun, beberapa saat lalu dia mendengarkan penjelasan dari Galih–asisten dari suaminya yang mungkin sudah menemukan bukti-bukti tentang kecurangan yang dilakukan oleh mantan sekretaris suaminya itu. Telinganya ia buka lebar-lebar, tentu saja dia ingin mendengarkan penjelasan yang lebih detail lagi agar dia bisa percaya jika semua itu hanyalah rekayasa yang dilakukan oleh Prilly. "Wanita itu benar-benar b******k dan licik. Aku ingin kamu segera membawanya ke sini, dia harus tahu bahwa aku bisa melakukan apa saja!" ujar Nico geram. "Baik, tuan!" Galih menunduk dan undur diri. Dia segera memerintahkan anak buahnya untuk mencari Prilly, wanita yang telah menggali lubangnya sendiri. Sedangkan Selma memikirkan apa yang dia dengar, sepertinya memang suaminya tidaklah berbohong melihat dari kesungguhannya untuk mencari tahu apa yang terjadi. Setelah itu tidak terdengar suara lagi, sepertinya Nico tengah mengistirahatkan tubuhnya dan Selma juga akhirnya bisa terlelap. *** Terdengar suara ketukan pintu yang begitu keras, bukan lagi ketukan melainkan gedoran yang begitu kasar. Prilly terkejut dan membuka matanya ketika orang di depan apartemen itu memanggil namanya. "Siapa sih malam-malam gini nggak sopan bertamu!" Wanita itu beranjak dari tidurnya karena merasa penasaran juga dengan siapa orang yang mengusiknya. Prilly tidak akan tinggal diam jika memang orang itu mencari gara-gara dengannya. Dengan setengah mengantuk wanita seksi itu mencari sebuah alat untuk berjaga-jaga, siapa tahu ada rampok atau orang jahat yang mau menyakitinya. Dia harus mencari sesuatu. "Ah, pentungan base ball!" Wanita itu mengambil pentungan yang berada di pojok itu dan melanjutkan langkahnya ke arah pintu. Suara gedoran itu masih terdengar, tetapi tidak terlalu keras seperti tadi. Dengan tangan yang bergetar, Prilly membuka kunci pintu dan membukanya sedikit. "Siapa kalian?" Prilly berusaha menahan pintu tersebut saat melihat dua pria yang tidak dia kenal berusaha untuk membuka pintunya. Tangan Prilly mengayunkan tongkat yang dia bawa tetapi karena tangannya yang sudah gemetar, tongkat itu malah jatuh mengenai kakinya. "Ikut kami dan jangan memberontak!" Salah seorang dari pria itu langsung menangkap Prilly dan mengunci pergelangan tangannya. "Lepaskan!! Lepas—" Prilly tidak melanjutkan teriakannya karena sudah pingsan saat salah satu pria itu membungkamnya dengan sapu tangan yang sudah diberi bius. Kedua pria itu membawa Prilly dari apartemen murahan milik wanita itu. Di gedung tempat tinggalnya memang tidak banyak orang yang menempati dan hal kegaduhan seperti itu adalah hal biasa. *** Selma membuka matanya dan melihat jika hari sudah mulai siang. Sebenarnya keadaannya sudah baik-baik saja dan sudah bisa pulang, tetapi Selma belum ingin kembali ke rumah meskipun dia sudah sangat merindukan anak-anaknya. "Mommy!" Selma terkejut dan menoleh ketika mendengar suara putranya. Arsen berlari dan memeluk Selma erat, merasakan kerinduan yang luar biasa meskipun hanya semalam Selma tidak tidur di rumah. "Mom, kenapa Mommy bisa di rumah sakit? Mom sakit apa?" tanya Arsenio. Anak laki-laki berusia lima tahun itu menatap sang ibu dengan tatapan sendu. "Arsen nggak perlu khawatir, Mom baik-baik saja dan sebentar lagi akan pulang," jawab Selma mencium pucuk kepala Arsen. Anakku itu duduk di sisi ranjang dan kakinya menggelantung. "Ternyata Mommy sudah bangun, ya? Alisha kangen Mommy." Nico masuk ke dalam ruangan sambil menggendong Alisha. Gadis kecil itu langsung merentangkan tangannya minta di gendong ibunya. "Mommy, Mommy!" Mata Selma berkaca-kaca, tentu dia juga sangat merindukan putri kecilnya itu. "Sini, Sayang. Mommy kangen!" Nico berjalan mendekat dan menyerahkan Alisha pada ibunya. Kedua anaknya memeluk Selma dan hal itu membuat Nico terharu. Ujian rumah tangganya baru saja datang dan semoga Selma percaya padanya dan bukan pada wanita ular itu. "Anak-anak semalaman menanyakan mu makanya aku meminta mereka dibawa ke sini," ujar Nico mengelus pucuk kepala Arsenio yang tengah bersandar pada lengan Ibunya. Selma merasa sedikit tenang ketika sudah melihat kedua anaknya. Kemarahannya juga sudah mulai mereda. Dia pasrah dengan apa saja yang akan dia hadapi, tetapi berusaha untuk memberikan Nico ruang untuk melakukan penjelasan dan bukti-bukti jika dia tidak bersalah. Selma tidak akan gegabah dalam mengambil keputusan. "Arsen nggak sekolah, Nak?" tanya Selma mengalihkan perhatian Nico. "Mom, Arsen nggak sekolah kalau Mommy masih di rumah sakit," rengeknya. Selma merasa bersalah dengan anak-anaknya, akan tetapi dia juga masih belum siap pulang kemarin karena keadaannya yang benar-benar masih shock dan belum stabil. "Hari ini Mom sudah boleh pulang, jadi Arsen besok harus sekolah," ujar Arsenio. Kedua anaknya berceloteh ria dan sesekali Nico menimpali. Arsenio yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata sepertinya paham jika kedua orang tuanya sedang tidak baik-baik saja. Entah apa yang terjadi, tetapi Arsenio yakin jika kedua orang tuanya memang sedang ada masala. *** Prilly menatap dua dokter yang ada di hadapannya saat ini dengan tatapan tajam. Entah bagaimana bisa dia berakhir di tempat yang dia duga adalah rumah sakit. Sebenarnya suruhan siapa orang-orang ini. "Kalian mau apa? Lepaskan aku!" sebenarnya Prilly tidak di borgol, tetapi wanita itu merasa sedang di tahan. "Kami minta Anda bekerja sama dengan kami, jika Anda mau dengan tanpa paksaan, kami tidak akan menyakiti Anda, tetapi jika Anda memberontak terpaksa kami akan melakukan tindakan agar Anda tidak bisa melawan." Prilly menelan salivanya kasar, dia tidak tahu apa yang dimaksud orang-orang ini. Mereka akan melakukan apa kepadanya. "Ka-kalian mau aku melakukan apa?" tanya Prilly bergetar. Sejujurnya dia merasa begitu takut. "Anda ikut saya menemui istri dari tuan Nico dan mengatakan yang sebenarnya jika anak yang Anda kandung bukanlah anak tuan Nico, kalau Anda masih tidak mengaku maka kami pihak rumah sakit akan melakukan tes DNA." "Apa maksud kalian? Jadi kalian orang-orang suruhan Nico? Aku tidak akan mengaku karena memang itu adalah anaknya Nico!" Prilly berteriak meskipun sejujurnya dia benar-benar ketakutan. Sungguh tidak menyangka jika Nico sampai berbuat seperti ini hanya untuk mengetahui anak siapa yang dia kandung. Kedua dokter itu saling berhadap-hadapan, kemudian mereka menatap Prilly kembali. "Baiklah, jika Anda tetap tidak ingin menjelaskan pada istrinya tuan Nico, Anda akan dihadapkan oleh kepolisian karena tuan Nico sudah memiliki bukti saat Anda membiusnya di klub malam waktu itu!" Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN