Menjadi Pelayannya (2)

1306 Kata
... dia dipaksa mendongak untuk menatap Fuma yang menyeringai memamerkan gigi-giginya yang busuk. "Masih tidak mau menuruti perintahku?" tanya Fuma yang kini tangan lainnya memegang pakaian Helen, mungkin akan merusak pakaian itu jika Darian menolaknya. Darian tidak tahu seberapa mahal pakaian Helen, dan kalau sampai itu rusak, dia tidak akan mampu menggantinya bahkan setelah bekerja beberapa tahun. Dia pernah melihat seorang b***k merusak pakaian tuannya, dan nasib b***k itu kini berada di bawah tanah. Darian menggeleng. "Saya akan lakukan, saya akan lakukan!” Fuma tersenyum puas, lantas melepas jambakannya pada rambut Darian. Dia meletakkan ember cuciannya di atas batu cuci Darian, berkata kepada pelayan lain, "Kalau masih ada pakaian yang belum dicuci, letakkan semua di sini. Kita punya pelayan cuci yang baru." Dengan begitu, hari pertama Darian sebagai pelayan, dia habiskan di tempat pencucian. Hari kedua, karena tidak ingin pulang sampai malam seperti hari sebelumnya, Darian datang ke tempat pencucian lebih awal. Sayangnya, pelayan yang meletakkan cucian di atas batu cucinya malah semakin banyak. Hari kedua Darian sebagai pelayan pun dihabiskan di tempat cuci. Baju di badan Darian telah basah oleh keringat ketika dia pulang petang itu ke rumah Helen. Anak itu nyaris pingsan karena kelaparan dan kelelahan. Gavin masuk ke kamar Darian, memerhatikan anak kurus yang seluruh bajunya basah tapi malah tertidur pulas di kasur. Tersenyum kecil, dia meletakkan saja makan malam untuk Darian di meja, tidak ingin mengganggu tidur Darian. Helen memerhatikan pelayan kecilnya dalam dua hari ini, dan tidak dipusingkan dengan keterlambatannya pulang. Dia pikir Darian mungkin belum terbiasa dengan jalan-jalan di istana, dan tersesat ketika dari-menuju tempat pencucian. Atau Darian yang kekanakan banyak bermain dan jalan-jalan di istana. Gadis itu juga tidak mempermasalahkan Darian yang bahkan tidak ke dapur istana untuk menyuruh pelayan dapur mengantar makanan ke kediamannya, dan justru Gavin yang ke sana dalam dua hari ini. Selama Darian tidak menganggunya, itu bagus. Tapi, kemudian, ini berlangsung selama seminggu penuh. Helen bingung, kenapa pelayan itu masih pulang terlambat? Hari ke sembilan... Darian membawa pakaian Helen ke tempat pencucian. Dia pikir peraturan sebagai pelayan cuci baru akan berakhir kemarin, tapi Fuma malah semakin menjadi-jadi. Cucian yang harusnya menjadi tugasnya diserahkan semua kepada Darian. "Nyonya, ini sudah lebih dari seminggu," kata Darian. "Lalu?" Darian mendongak, ketakutan dengan wajah galak Fuma. Dia tidak bisa melawan wanita itu. Pada tengah hari, saat Darian hampir menyelesaikan cucian Fuma, dan sebelum mencuci pakaian pelayan lain, dia dikejutkan dengan kedatangan seorang gadis muda yang baru hari ini dia lihat kehadirannya. Gadis muda ini mengenakan pakaian pelayan juga seperti yang lain, tapi ada sedikit sentuhan anggun dalam dirinya. Jelas bukan kelasnya untuk menjadi pelayan cuci. Gadis muda ini juga cukup cantik dengan wajah mungil, netra hijau yang jernih, hidung mancung, dan bibir penuh. Bukan fisik cantik membuat iri para pelayan cuci lain yang membuat Darian terkejut, tapi tindakan gadis itu; dia membela Darian. "Hah! Betapa tidak tahu malunya pelayan yang bertingkah seperti Nyonya!" kata gadis itu, namanya Layne. Fuma menyipitkan mata ke arah Layne. "Pelayan pribadi yang diturunkan pangkatnya menjadi pelayan cuci, tidak seharusnya menggonggong di wilayah kekuasaanku." "Fuma!" Layne menendang ember milik salah satu pelayan, dan pakaian di ember itu jatuh ke tanah dekat kaki Fuma. "Anak kurangajar!" Fuma mengangkat tangan untuk menamparnya, tapi kemudian berubah pikiran. Dia menyeringai, nada suaranya mencemooh. "Apa kau pikir ini kediaman Tuan Putrimu? Sadarlah, Layne, kau sudah dibuang!" Ada beberapa cekikikan pelayan lain yang terdengar. Layne yang kesal malah menendang semua cucian di atas batu cuci Darian. Semua itu pakaian para pelayan yang harus Darian cuci. Menatap Darian yang bingung, Layne berkata, "Kau, keluar dari tempat pencucian jika cucianmu sudah selesai." Fuma kesal karena pakaiannya jatuh ke air dan terseret arus, tapi dia tidak bisa melampiaskan kesalnya karena harus mengambil pakaian-pakaian itu sebelum berakhir di limbah. Tak ubahnya pelayan lain yang juga meminta Darian mencuci pakaian mereka, semuanya sibuk mengutip pakaian yang ditendang oleh Layne. Darian agak terhibur dengan tindakan Layne. Walau masih muda, gadis itu sangat berani. Layne membantu Darian berdiri, dia tahu kaki anak itu kram karena terlalu lama jongkok untuk mencuci. "Siapa namamu, pelayan kecil?" "Darian." "Dengar, Darian, hidup di istana itu keras dan tidak stabil. Kau tidak tahu kapan kau akan disayang dan disanjung tuanmu, dan kapan kau akan dibuang ketika mereka bosan." Darian pikir Layne sedih karena baru saja diturunkan menjadi pelayan cuci, makanya dia memeluk, lalu menepuk-nepuk punggung gadis usia lima belas tahun itu, sambil berkata, "Tidak apa-apa... Sudah tidak apa-apa sekarang..." Layne tertegun dengan perilaku Darian. Tidak saja suaranya yang manis, tapi fitur wajahnya pun lembut mirip anak perempuan. Bahkan rambut hitamnya agak panjang menyentuh bahu. Dia pikir Darian memang perempuan, makanya membiarkan anak itu memeluknya. Untuk beberapa alasan yang tidak dimengerti, Layne merasa terhibur. Anak yang lebih kecil dan pendek darinya ini sebenarnya cukup imut dan menggemaskan. Layne tersenyum, berkata, "Terima kasih. Tapi yang mau kubilang, kau harus melawan orang-orang yang menindasmu. Jika kau terus diam, mereka hanya semakin membuatmu menderita, dan suatu hari mereka akan membuat tuanmu membencimu. Sampai akhirnya tuanmu membuangmu. Sama seperti tuanku." Darian sadar itu, tapi dia cuma anak lemah dan pelayan rendahan, bagaimana dia bisa melawan Fuma? "Jangan khawatir, aku sudah di sini." Layne mengibaskan rambut hitam panjangnya, tersenyum cantik. "Kita akan melawan Fuma bersama-sama. Oh, iya, namaku Layne." "Salam kenal, Layne, aku Darian." kata Darian. "Kau pelayan dari kediaman mana, Darian?" "Tuan Yang Mulia." Layne mengernyit. "Siapa nama tuanmu?" "Aku tidak ingat. Tuanku seorang mayor, dan adik raja." Darian kemudian melihat langit, ternyata masih tengah hari. Dia mungkin bisa ke dapur istana hari ini. "Layne, aku harus pergi. Terima kasih banyak karena telah membantuku." Darian langsung pergi sebelum Layne bertanya, 'apakah tuannya bernama Heli?'. Menggeleng, Layne bergumam, "Tidak, tidak. Meskipun rumor mengatakan kalau Yang Mulia Heli akhirnya punya pelayan baru, itu tidak mungkin anak kecil dan lemah seperti Darian. Kalau Yang Mulia Heli mengamuk, Darian bahkan tidak bisa melarikan diri."   *   Darian yang pakaiannya basah karena keringat itu semakin berkeringat karena mencari dapur istana. Beruntung, dia melihat beberapa pelayan dapur membawa makanan dan melihat tempat asal mereka datang. Dia pun membawa keranjang isi pakaian yang telah dicucinya ke dapur. Darian mendatangi kepala koki. "Nyonya, aku dari kediaman Tuan Yang Mulia. Sudahkah pelayan dapur mengantar makanan ke kediaman Tuan Yang Mulia?" Kepala koki mengernyit. "Siapa nama tuanmu?" Darian yang masih belum ingat nama tuannya, "Tuan Yang Mulia." "Siapa namanya?" "Aku tidak tahu.” “Apa kau punya plakat atas nama tuanmu?” Plakat biasanya berbentuk persegi panjang dengan hanya ukiran sebuah nama dan lambang keluarga bangsawan di atasnya. Plakat digunakan untuk menunjukkan identitas dan status kebangsawanan. Plakat untuk bangsawan terendah terbuat dari kayu, yang menengah terbuat dari marmer, dan yang tertinggi terbuat dari akrilik. Orang-orang dalam istana memiliki plakat akrilik. Plakat tidak dimiliki oleh b***k dan k***********n. Setiap tuan akan memberikan plakat kepada pelayan ketika mengutus mereka untuk melaksanakan sebuah perintah. Sistemnya mirip seperti gulungan perintah yang diberikan raja sebagai dekrit, tapi dekrit hanya bisa dikeluarkan oleh raja. Darian tampak berpikir, kemudian menggeleng. Dia belum menerima perintah secara langsung dari tuannya sebelumnya karena sibuk mencuci. Jadi, dia tidak bisa memegang plakat itu. “Kalau begitu, tidak ada makanan,” kata kepala koki. “Tapi tuanku orang yang terkenal, mungkin tidak butuh plakat. Tuanku itu seorang Mayor. Yang baru pulang dari medan perang." Kepala koki mengernyit. "Mayor? Mayor Gavin?" Darian juga tidak tahu kalau orang yang memberinya izin tidur di kamarnya waktu itu bernama Gavin. Dia hanya memanggilnya Tuan. Karena itu, dia mengangguk saja. Kepala koki berpikir, "Seingatku Mayor Gavin selalu mengikuti Yang Mulia Heli. Tapi Yang Mulia Heli tidak pernah punya pelayan. Kalaupun akan mengambil pelayan, tidak mungkin mengambil anak lemah dan kecil ini. Lagipula tadi Mayor Gavin sudah datang sendiri meminta diantar makanan. Sebenarnya dari kediaman mana anak ini? Apa dia mencoba berbohong dan ingin makanan lebih untuk dirinya sendiri?" Darian tidak sabar. Dia takut tuannya kelaparan. "Apakah makanan sudah diantar ke tempat Tuan Yang Mulia?"    ***  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN