“Ibu, maaf dua minggu lagi saya harus mengikuti ujian akhir tesis untuk mempertahankan hasil penelitan saya. Jadi maaf bu, untuk sementara saya tidak bisa ke rumah ibu dulu menemani eyang. Tadi saya sudah infokan ke eyang, tapi sepertinya eyang ngambek deh bu, gak mau melihat saya terus menangis. Jadi agak mendingan setelah saya janji selesai segala hal yang menyangkut tesis saya ini, saya akan segera main lagi ke sini.” Kataku pada ibu peri. Hari ini hari terakhir aku bisa main ke rumah mewah ini untuk menemani eyang. Aku lihat ada kekecewaan sekilas di wajah cantik ibu peri di depanku ini. Tapi mau bagaimana lagi? Tidak mungkin kan aku mengacaukan kuliah magisterku selama setahun setengah ini.
“Iya Rein, gak papa. Saya mengerti. Kalau kamu butuh apa-apa tolong infokan ke saya ya. Oiya berhubung Pak Sudin sedang ada keperluan dan Zayn sepertinya sangat membencimu, kamu pulang diantar Kevin saja ya. Tadi saya sudah minta dia untuk bersiap-siap. Nah tuh anaknya.”
“Terima kasih bu, jadi senang saya kan dijemput dan diantar pulang.”
“Saya yang merepotkanmu Rein, oiya ini ada banyak makanan dan buah yang kamu bisa bawa ke kostmu.” Ibu peri memberikan banyak sekali makanan siap santap dan buah-buahan untukku dibawa pulang. Itulah kenapa aku memanggil beliau ibu peri. Wong memang baik hati banget kan?
“Biasanya anak kost kan suka makan sembarangan, mie instant atau jajan sembarang tempat atau junk food. Gak baik itu untuk kesehatanmu.” Lanjut ibu peri.
Aku cuma tersenyum tidak mau mendebat, wong sudah dikasih ya lebih baik berterima kasih. Ibu peri ini tidak tahu saja, kost eksklusif yang aku tempati ini termasuk mewah dan mahal untuk ukuran anak kost. Ada sarapan sehat tiap pagi. Dan makan malam jika berminat tinggal pesan pada pengurus kost. Bapak dan ibuku yang memang tinggal jauh dari Jakarta, tmereka tidak mau anaknya yang paling cantik ini - ya iyalah karena kakakku laki-laki - kekurangan makan di rantau. Selain biaya kost yang mahal ini, stok bahan makanan dan buah-buahan aku tidak pernah kekurangan. Bapak selalu memantauku tiap tengah bulan dan menanyakan apa saja kebutuhanku yang sudah berkurang.
Hmm… enaknya jadi anak cantik kesayangan bapak ya kaya gini. Kadangan Mas Rhandra sampai iri dan protes ke bapak. Tapi bapak punya jawaban jitu yang akan membuat Mas Rhandra tak bisa menjawab.
“Kowe ki cah lanang, Rein wedok. Sepatute cah lanang kuwi ya sing prigel ora menyeye. Toh Rein juga gak njaluk macem-macem kok. Kalian bocah loro anake bapak ki sing penting mandiri, ojo ngerepoti wong liya, nek iso malah dadi wong berguna.” (Kamu ini laki-laki, Rein perempuan. Sudah sepantasnya lelaki itu pantang menyerah, tidak lemah. Lagipula Rein juga tidak minta macam-macam kok. Kalian berdua anak bapak yang penting harus mandiri, jangan merepotkan orang lain, kalau bisa malah menjadi orang yang berguna bagi masyarakat.)
Tapi gak papa deh, lumayan juga tambahan bahan makanan ini, bisa dibagi bersama teman-teman di kost. Lumayan.
“Baiklah ibu, terima kasih. Saya pamit ya bu.” Kataku kemudian menggamit punggung tangan kanannya. Seperti biasa ibu peri akan mencium pipiku kanan kiri. Berasa menantu kesayangan beneran dah.
“Kabari saya kapan kamu bisa segera join di perusahaan saya Rein. Saya butuh kamu, tidak hanya untuk eyang, tapi juga agar Zayn bisa lebih benar.” Kembali Ibu Peri merayuku.
Memangnya si Zayn Malik itu selama ini salah ya? Kok agar bisa jadi lebih benar?
“Rein, yuk aku tadi udah panasin mobil.” Ajak Kevin padaku. Duh nih cowok kenapa bisa imut kaya gini sih? Udah imut, cweeet banget pula. Meleleh hati adek, baaaang.
Dasar nih holang kayah. Beda anak aja beda mobil. Ada berapa sih mobil mereka? Sumpah aku penasaran banget, ibu peri itu punya berapa mobil? Apa seperti salah satu seleb yang mobilnya ada sembilan itu ya? Karena istrinya tiga?
“Rein….” Kevin memanggilku dengan lembutnya, selembut lembaran tisu merk Maseo.
“Ada apa?” Aku memiringkan badanku ke arah kanan agar bisa melihat Kevin. Sumpah ya nih cowok cakep banget. Jadi pingin dibelai kan…. hiks.
Reiiiin! Sadar hilangkan pikiran tidak senonohmu itu! Bentak Si Putih di kepalaku.
Gak senonoh gimana? Rein kan gak mikir jorok, cuma pingin ngerasain dibelai aja sama si babang tamvan di sebelahnya ini. Si Hitam tidak mau kalah, tentu saja, meracuni pikiranku. Buset deh dua makhluk ini, membuatku tersenyum sendiri dengar mereka selalu bertengkar.
“Rein, kamu kenapa senyum sendiri sambil melihatku begitu? Gak pernah liat cowok cakep ya?” Tanya Kevin sambil menaikturunkan alisnya, membuatku bengong. Heh dia tidak tahu saja betapa gantengnya Mas Rhandra.
Aku mengeluarkan ponselku, mencari foto kakakku itu yang kalau difoto selalu pose kaku. Beruntung ini candid, jadi gak kaku banget.
“Menurut lu cowok ini ganteng gak?” Tanyaku sambil menunjukan foto Mas Rhandra.
“Mana coba liat.” Mendadak Kevin mengambil ponselku, mumpung lagi macet jadi dia bisa melihat dengan jelas. Kudengar mulutnya berdecak kagum.
“Waah ganteng banget Rein! Bener ganteng! Kakak lu ya, mirip. Ganteng banget."
“Kok kalau lu yang ngomong ganteng kenapa terdengar beda sih Kev? Kamu pipisnya lurus kan?” Tanyaku penasaran.
“Lah kalau gak lurus, Rein, terus gimana gue bisa pipis coba? Lu ini blak-blakan banget ya, pantesan Zayn sampai pusing ngadepin lu. Btw kok nama gue disingkat jadi Kev doang terus lu yang ngomong, terdengar merdu gitu ya? Kalau Keanu, Zayn ama Mas Ganda yang manggil, kenapa aneh?”
“Mas Ganda?” Aku mengerutkan keningku, mendengar nama asing itu. Perasaan kemarin gak ada yang namanya Ganda deh, suaminya Kak Fayzha juga namanya bukan Ganda seingatku, entahlah kalau aku mendadak hilang ingatan karena berada di sebelah cowok cakep ini.
“Iya, dia sepupuku, kakaknya Keanu. Ada di Jerman sono, pindah kewarganegaraan karena sesuatu dan lain hal. Udah dua tahun ini gak pulang, ntar kalau pulang aku kenalin deh. Mirip sama lelaki yang ada di ponselmu tadi sepertinya.”
“Mirip?” Tanyaku.
“Iya, sama-sama ganteng.” Jawab Kevin.
“Kev…. lu masih suka makhluk yang berjenis kelamin perempuan kan?” Tanyaku hati-hati.
“Hahaha… sialan lu, Rein. Iyalah, cuma aku emang deket sama Mas Ganda, karena beda umur kami yang lumayan jauh. Dan dia ngemong kami banget sih. Mapan, kaya, pelukis daaan jomlo loh.”
“Oiya? Lelaki dengan kualitas seperti yang lu sebut tadi kalau masih jomlo tuh patut dipertanyakan Kev. Pipisnya lurus atau…”
“Mas Ganda dua kali jadi duda. Jadi gak perlu dipertanyakan lagi haha. Gue suka deh ama lu, blak-blakan gini. Andai saja mama ngejodohin elu ama gue ya Rein, besok udah nikah kita.” Kata Kevin sambil tertawa.
“Kev, emang kenapa sih Ibu Peri niat banget memisahkan Zayn dari Medusa itu?” Aku kan penasaran tingkat akut, ingin tahu alasannya. Kevin melihat ke arahku dengan tatapan serius. "Ibu Peri? Maksudmu mama ya?" Aku mengangguk.
“Gue kasih tahu ya, tapi ini sih subyektif aja." Kevin menarik nafas sebelum bercerita.