Ch.10 Pelakor yang Cemburu

2152 Kata
Tidak ada garansi dalam sebuah hubungan bahwa cinta itu akan selalu menguatkan hati yang rapuh. Selamanya …. ya, kadang membutuhkan waktu selama itu, untuk bisa memadamkan keinginan memiliki seseorang. Seperti Dyandra pada malam ini yang kembali merasa kalah, karena sosok Cersey hadir terus saja merayap, merenggut, dan menarik Arka perlahan dari sisi ranjangnya. Keinginan wanita penyedia jasa sewa rahim tersebut untuk memiliki suaminya tidak kunjung padam. Terus saja menggoda dan mengajak untuk berasyik masyuk berduaan. Tidak peduli bahwa Arka telah memiliki seorang istri. Arka keluar dari kamar mandi. Ia melirik ponsel yang kembali berbunyi. Jemari membuka layar dan seutas senyum muncul di wajahnya saat menatap benda pintar tersebut. Dyandra menatap nanar pada senyum sang suami. Paham kalau senyum tersebut bukan untuk dirinya. “Yank, tidur yuk,” rengkuh Arka menarik manja tubuh Dyandra agar merapat padanya. Ponsel ia matikan dan taruh di atas meja. “Malam ini, kita lupakan semua kesedihan yang pernah terjadi. Aku bahagia, karena kamu telah kembali padaku seutuhnya,” lanjutnya berbisik. “Iya, aku juga bahagia, kok,” lirih suara Dyandra, selirih hatinya meratap pilu di dalam hati. Gempuran kesakitan akan sebuah pengkhianatan disimpan rapat … sendiri. Menanti keputusan sang suami, akankah menerima ajakan itu atau tidak? Kecupan hangat mendarat di bibir, pipi, dan lehernya. Sebagai ucapan selamat tidur dari sang suami. Meski Dyandra tidak bisa tertidur, ia tetap memejamkan mata. Kalbunya berdoa agar suaminya tidak turun untuk “bermain kartu” dengan sahabat karib barunya di kamar bawah. *** Detik berlalu menjadi menit. Kemudian, menit menjadi jam. Sudah satu jam Dyandra berpura-pura tertidur. Sesekali merasakan gerakan sang suami di sampingnya. Setiap Arka bergerak, jantungnya berdetak kencang. Bertanya sekaligus berteriak di dalam hati apakah Arka akan keluar dan menemui Cersey? Padahal, mereka baru saja bercinta pagi tadi! Padahal, ia baru saja menyerahkan dirinya lagi kepada lelaki yang sebenarnya jauh di dalam hati masih ia cintai. Akhirnya, terjawab sudah semua pertanyaan dan ketakutan Dyandra. Ia merasa kasurnya perlahan menjadi lebih ringan di bagian Arka biasa tidur. Tidak lagi ada tekanan berat di sana. Walau sang suami berjingkat dengan sangat pelan, ia masih bisa mendengar halus langkah menuju pintu dan membukanya sangat perlahan. Pintu kamar mereka ditutup sangat hati-hati dan Dyandra tidak bisa lagi menutup matanya. Ia langsung terduduk di kasur. Seluruh tubuhnya merasa gatal, juga nyeri. Meski tidak ada apa pun yang bermasalah di dalam badannya. Digaruknya seluruh tubuh mulai dari leher sampai ke mata kaki. “Bagaimana mungkin semua ini terjadi! Aku selalu bodoh! Aku murahan! w************n!” rintihnya pelan, tertahan. Sepasang kaki jenjang nan mulus berlari ke kamar mandi. Segera pancuran dinyalakan sekeras mungkin. Dyandra menggelung rambutnya ke atas lalu melepas semua pakaian. Air hangat telah membasahi tubuhnya. Memutuskan untuk mandi lagi meski ini adalah jam satu pagi. Meski tidak ada kotoran melekat di tubuhnya. Tangan Dyandra bergetar hebat, memencet botol sabun cair berkali-kali. Meski sudah banyak cairan sabun itu di tangan, tetap saja ia terus menekannya. Dengan cepat wanita patah hati tersebut menggosok seluruh badannya dengan sabun cair yang jumlahnya ekstra banyak. “Manusia b******k! Semoga kalian kualat!” umpatnya tersengal-sengal. Air mata tidak mampu jatuh berderai,l saking kembalinya ia dalam kondisi shock. Hanya umpatan dan makian saja yang bisa dikeluarkan. Hal yang paling membuat shock adalah karena pagi ini dia baru saja bercinta dengan Arka. Sementara itu, malam ini Arka kembali mendatangi Cersey. Dyandra merasa seperti baru saja dijamah oleh orang tak dikenal. Ia merasa jijik dengan badannya sendiri. Bagian kewanitaannya ia sabun berkali-kali dengan sabun khusus. Jemarinya bahkan sampai memasuki lorong di dalam diri sendiri. Ingin mengeluarkan semua sisa bercinta dari suaminya di dalam tubuh. “Sialan! b******k! Kalian laknat!” jeritnya tak tertahankan lagi. Dyandra mengambil botol cairan pembersih kewanitaan tersebut dan membantingnya ke lantai hingga pecah berkeping-keping. “b******k! Kalian semua b******k! Aku benci kalian!” *** Sementara Dyandra menjerit pilu di dalam kamar mandi, suaminya justru sedang merayap naik ke ranjang wanita lain dan memeluk erat tubuh harum. “Kamu berbuat apa saja dengan istrimu di vila itu?” gerutu Cersey dalam pelukan Arka. “Suasana dingin, hanya berduaan di dalam kamar. Pasti kalian bercinta! Iya, ‘kan?” “Hey, ayolah, dia istriku,” sahut Arka mengusap-usap perut Cersey. “Jangan terlampau emosi. Dyandra sudah ada sebelum kamu. Dan aku sudah mengatakan sejak awal, aku tidak akan meninggalkan istriku.” Oke, dia istrimu. Kalau begitu, lalu aku apamu?” desak perempuan muda yang mendapatkan puluhan juta dari menyewakan rahimnya kepada Dyandra dan Arka. “Kamu … kekasihku,” desah Arka, memagut bibir Cersey yang tebal dan selalu membuatnya ingin terus merasakan kenikmatan berdua. “Apakah aku akan pernah menjadi lebih dari sekedar kekasih gelapmu?” Cersey berdesis kesal. “Apa maksudmu? Kemarin kita sepakat saat pertama kita tidur bersama, bahwa hubungan ini tidak lebih dari sekedar kesenangan bersama!” tandas Arka melepaskan pelukannya. “Iya itu dulu, tapi sekarang semua berubah! Aku mencintaimu, Mas. Aku terlanjur jatuh cinta padamu!” Mata Cersey sendu, terlihat jelas bahwa ia menginginkan lebih. Arka menarik nafas panjang, kemudian menghelanya perlahan. Sebuah senyum kecil tersungging di ujung bibirnya. “Aku akan selalu mencintai Dyandra. Aku tidak bisa meninggalkan dia. Tidak sekarang, tidak selamanya,” ungkap Arka dengan wajah serba salah. “Kalau kamu cinta dengan istrimu, kenapa bersamaku di sini?” sentak Cersey yang sakit hati mendengar jawaban jujur Arka. “Karena kamu memberikan aku kehangatan yang Dyandra tidak bisa berikan. Dan untuk itu, aku menyayangimu, sangat menyayangimu ….” Cersey terdiam. Memang baru beberapa bulan ia menjalin kasih yang berakhir dengan hubungan intim bersama Arka. Apa yang bisa ia harapkan hanya dalam waktu sesingkat itu? Bahwa Arka bisa mencintainya sepenuh hati? “Kemarilah …. Biar aku berikan kehangatan lebih banyak malam ini,” bisiknya kemudian menarik kaos Arka ke arah tubuhnya. Tangan Cersey mulai menyusup ke dalam celana tidur Arka. Membangunkan sesuatu, yang akan memberikan lelaki itu kenikmatan dunia, seperti malam-malam sebelumnya. Kalau saat ini ia hanya bisa sebagai penghangat dan pemuas nafsu lelaki pujaannya, tidak mengapa. Seiring berjalannya waktu, Cersey yakin Arka akan jatuh ke dalam pelukannya dan tidak bisa lepas sampai kapan pun. “Aku akan membuatmu mendesah nikmat, Mas,” bisiknya menelisik telinga Arka dengan ujung lidah. Mereka berdua tenggelam dalam gelapnya kamar serta dinginnya malam. Tanpa mereka ketahui, Dyandra berdiri di luar kamar dan mendengar semua percakapan mereka. Lebih dari itu, ia juga mendengar semua desahan serta racauan kenikmatan keduanya. Ya, setelah puas membersihkan diri, ia turun dan menguping pembicaraan serta percintaan suaminya dengan Cersey. Sudah merasa cukup dengan apa yang ia ingin ketahui dan dengar, Dyandra memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Selama berjalan, ia terus memainkan kalung dan cincin berliannya yang baru saja ia dapatkan. Langkah kaki kembali memasuki kamar. Tidak lagi gontai seperti yang pertama. Hatinya sudah semakin hancur hingga ia merasa … mati rasa. Entah kenapa dia turun dan mendengarkan itu semua walau tahu semua hanya akan mendatangkan kepedihan. Sepertinya, ada satu titik di dalam batin yang ingin tahu kenapa sang suami tetap kembali kepada Cersey walau mereka telah bercinta pagi ini. Ketika Arka mengatakan bahwa dia tidak bisa memberikan kehangatan, seketika itu juga perut dirasa mual. Bukankah pagi tadi kehangatan itu sudah diberikan? “Bukan lagi masalah aku menghangatkanmu atau tidak, Mas. Tapi kamu memang sudah tidak bisa setia!” dengkusnya menutup pintu kamar perlahan. *** “Dya! Kamu itu sudah bukan waktunya jadi malaikat! Dunia ini tempat yang keras!” seru Bertha, sahabat Dyandra sejak kuliah. “Kalau aku jadi kamu, sudah aku siram air dari septic tank itu perempuan sialan!” umpat Gendhis menimpali omongan Bertha. “Dia takut bayinya hilang,” sela Drupadi melirik adiknya yang hanya diam termangu. “Halooo! Dya! Bangun, woy!” Sisca menjentikkan jari di depan mata Dyandra. Disanalah Dyandra bersama Drupadi sang kakak dan sahabat-sahabatnya sejak mereka masih duduk di bangku SMA. “Iya, bagaimana dengan bayiku kalau aku keluar rumah? Bayi itu harus lahir dulu. Setelah itu, baru aku bisa lempar mereka dengan air bekas cuci-cuci!” kelakar Dyandra menanggapi kekesalan para sahabatnya. “Apa sekarang mereka masih saja begituan setiap malam?” tanya Sisca dengan wajah jijik. “Suamimu itu sadis! Dua wanita dalam sehari, sama-sama satu rumah pula!” Gendhis bersungut-sungut. “Memuakkan!” “Sudah, kamu cari pelampiasan saja. Kamu itu, lho, masih cantik!” saran Bertha membuat semua kaget, menatapnya sambil mendelik. “Apa? Kan aku benar! Untuk apa Dya harus menderita sampai enam bulan ke depan? Bersenang-senang saja sendiri!” jelas Bertha membela dirinya sambil terbahak. Dyandra dan Drupadi saling tatap. Apa yang diucapkan Bertha memang salah, tapi entah mengapa terdengar seperti sesuatu yang menyenangkan. “Apa kamu mau kukenalkan dengan teman-teman dudaku? Yang perjaka juga boleh. Mereka tidak kalah perkasa, lho, sist!” beber Bertha —janda tanpa anak— sambil terus terkekeh. “Aku lebih setuju kalau disiram air comberan saja. Tapiii …, ide Bertha sepertinya menarik untuk dicoba, Dya,” sambung Gendhis ikut terkekeh. “Aku yang memilih untuk Dyandra! Karena lelaki itu harus tampan, tinggi, tegap, maskulin, kaya, harum, dan hebat di atas ranjaaaang!” seru Sisca terbahak-bahak. Suara tertawa menggema ke seluruh penjuru ruangan hingga Beberapa pengunjung café menoleh kepada mereka berlima. “Kalian memang gila!” Dyandra terus terbahak. Untunglah ia memiliki sahabat-sahabat yang selalu saling setia satu sama lain selama ini. Mereka kompak menopang disaat salah seorang mengalami kondisi yang menyedihkan. Memang pada saat itu, semua ucapan hanya sebatas konteks bergurau. Namun, lagi-lagi apa yang telah teman-temannya ucapkan, sekilas terdengar seperti ide yang paling cemerlang. *** Selepas pertemuan mereka di café, Dyandra bersama Drupadi kembali ke toko keluarganya. Toko pakaian yang sudah memiliki tiga puluh cabang di seluruh negara ini, telah bertahun-tahun terakhir dikelola oleh Dyandra dan Drupadi. “Apakah kamu sudah dengar dari Ayah? Perusahaan kita akan di merger dengan perusahaan anak lelaki dari sahabat ayah?” tanya Drupadi menyeruput secangkir kopi. “Belum dengar. Siapa anak lelaki teman ayah? Dan kenapa kita harus merger? Perusahaan kita baik-baik saja!” sahut Dyandra tidak mengetahui informasi tersebut. “Namanya Skylar. Dan satu hal lagi, yang aku tahu pasti. Dia sangat tampan! Bule, Dya! Aku melihat fotonya di ponsel ayah!” Drupadi terkekeh melirik penuh makna pada adiknya. Dyandra mengerutkan dahi, tidak paham arah pembicaraan kakaknya. “Halaaah, Dyandra! Benarkah kamu tidak paham?” seloroh Drupadi tertawa. “Aku tidak tahu. Apa sih?” Kening Dyandra berkerut. “Baiklah! Skylar, lelaki tampan. Dyandra, wanita cantik. Keduanya bertemu. Kira-kira bagaimana kelanjutannya?” pancing Drupadi. “Kelanjutannya perusahaan kami berdua merger. Yang mana aku tidak paham kenapa kita harus merger?” ucap Dyandra “Ayah merasa, kita akan semakin maju dengan merger ini. Perusahaan Skylar baru saja mendapat gelar perusahaan distribusi terbaik,” jelas Drupadi enteng. “Kamu tidak merasa risih akan bekerja dengan orang baru? Bahwa bukan hanya kita yang menjadi pemilik perusahaan?” cecar Dyandra masih tidak bisa menerima. “Tenanglah, Dya! Ambil nafas panjang,” goda Drupadi menanggapi omelan adiknya. “Ayah akan datang sebentar lagi. Ia akan menjelaskan kepada kita, apa yang ia inginkan dari merger ini! Santailah dulu!” “Kamu tidak pernah cerita kepada ayah dan ibu ‘kan tentang situasi pernikahanku dengan Arka? Aku tidak mau mereka kepikiran.” “Tidak pernah. Bukan hakku untuk mengatakan itu pada ayah dan ibu. Lebih baik kamu sendiri, jika memang waktunya sudah tepat,” yakin Drupadi. Dyandra menghempaskan diri di sofa besar yang terletak di pojok ruangan. Pandangnya menatap langit-langit. Sebuah kata merger terpampang jelas di sana sebelum kemudian berganti dengan wajah Cersey yang selalu ceria menggoda suaminya. *** Ingatan Dyandra kembali merantau pada kejadian beberapa bulan lalu. Pada detik sang suami dikenalkan kepada wanita yang sekarang merongrong keberadaannya. “Arka, ini yang namanya Cersey!” seru Dyandra saat membawa Cersey untuk wawancara awal dalam mengikuti program Surrogate Mother, sekian bulan lampau. “Hai, saya Arka. Suaminya Dyandra,” salam Arka. Hangat, tetapi belum ada perasaan sama sekali kepada si perempuan muda nan jelita. Kala itu, Cersey datang memakai tank top, dilapisi jaket kulit. Sementara di bawah, ia memakai celana jeans panjang super ketat. Lelaki mana pun pasti akan menoleh dan mengamati lekukan Indah di seluruh penjuru tubuh Cersey. Kenangan perkenalan Arka dan Cersey, seperti sebuah film horor yang membuat semua kepedihan dan kehancuran dalam hidup seorang Dyandra. “Aaaarrrgghhh!!!!” jerit Dyandra menutup kedua matanya, tidak ingin lagi melihat sosok Cersey. “Dya? Kamu kenapa?” Drupadi kaget. Belum selesai dua kakak beradik itu berbicara, pintu kantor mendadak terbuka. Ayah Dyandra telah berdiri di pintu masuk, persis saat anak bungsunya menjerit akibat jengah akan kehidupan rumah tangganya. Ujung mata Dyandra terbuka, melirik ke arah sang ayah. Seorang lelaki berwajah blasteran antara Eropa dengan Indonesia menjulang gagah di pintu masuk berdampingan dengan Batara, sang ayah. Lelaki itu menatap Dyandra dengan sorot mata heran, aneh, dan juga bingung. Di situ ia berdiri tegap, sementara di sana Dyandra terbaring dengan rok mini yang agak tersingkap, sehabis berteriak pula. Drupadi memberikan bahasa isyarat dengan kedipan mata, agar Dyandra melihat ke arahnya. Begitu Dyandra menoleh, hanya dengan gerakan mulut tanpa suara, ia mengucap …. “Skylar!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN