Acara menonton film yang digadang-gadang Dyandra sebagai ajang memanasi Cersey justru berbalik menyerang dirinya sendiri. Menonton sebuah film tentang perceraian antara suami dan istri membuat hatinya remuk.
Akankah dirinya dan Arka berakhir seperti itu? Dengan sebuah perceraian? Kalau tidak bercerai, mana mungkin juga dia bisa memaafkan perselingkuhan sang suami?
Sementara Dyandra lari ke kamar mandi, Arka dan Cersey justru terlibat percakapan yang sarat emosi. Wanita penyewa rahim tersebut cemburu karena Arka terlihat takut ditinggal oleh istrinya.
“Lalu kalau iya, memang kenapa? Masih ada aku yang akan membahagiakanmu. Toh, aku sedang mengandung anak kita,” tukas Cersey ketus. Bibirnya mengerucut ke depan dan ia melengos sinis.
“Jangan bicara begitu. Aku bilang apa sejak awal kita berhubungan?” tandas Arka mengingatkan. “Aku sudah tegaskan, bukan? Aku dan Dyandra tidak bisa dipisahkan. Aku mencintai dia!”
“Iya, iya. Aku paham!” seru Cersey terlihat makin sewot.
“Bagimu aku hanya pemuas nafsu atau pelampiasan dari istrimu yang seperti es batu itu!” gerutunya sambil mempercepat langkah menuju pintu keluar. “Kamu hanya mencari kepuasan ranjang saat denganku!”
Arka merasa kaget dengan jawaban Cersey. Pemuas nafsu? Apa-apaan?
“Cersey! Tunggu!” Arka mengejar kekasih gelapnya yang sedang cemberut melangkah keluar studio bioskop.
Ia kemudian menarik lengan Cersey dan segera membalikkan badan perempuan itu menghadap wajahnya.
“Jangan pernah berkata begitu lagi. Aku bukan lelaki rendahan seperti itu. Kalau hanya ingin melampiaskan nafsu, aku bisa cari wanita penghibur. Paham?” protes Arka menanggapi ucapan terakhir Cersey dengan sedikit bentakan.
“Aku hanya … cemburu,” aku Cersey bersuara pelan lalu menundukkan kepalanya. “Aku benci mendengar kalau kamu mencintai Mbak Dyandra! Lalu di mana posisiku?”
Hati lelaki ini berdetak lebih cepat dari biasanya saat mendengar kata cemburu. Saat pasangan cemburu, tentu karena ia tidak ingin kehilangan. Berarti Cersey sangat mencintainya, bukan? Emosi Arka luluh seketika mendengar pengakuan tersebut.
“Sudahlah, kita lupakan saja. Maafkan aku kalau tadi sedikit membentakmu. Ayo, tersenyumlah,” rayu Arka bahkan nekat menarik Cersey masuk dalam pelukannya.
“Mas, jangan peluk! Kalau nanti Mbak Dyandra datang dan melihat bagaimana?” Tangan Cersey mendorong perlahan tubuh Arka agar menjauh.
“Kelihatan dari sini kalau Dyandra keluar dari toilet. Kenapa? Kamu tidak mau kupeluk? Apa mau kucium saja sekarang supaya kamu kembali tersenyum?” goda Arka semakin membuat wajah wanita cantik di pelukannya bersemu merah.
“Ciumlah aku sepuasmu nanti malam,” bisik Cersey mencubit pipi Arka mesra.
Meski orang ramai berlalu lalang, Arka cuek dan mengecup pipi wanita gelapnya. Kemudian, ia lepas pelukannya sambil berucap, “posisimu adalah wanita yang sedang mengandung anakku. Jagalah bayi itu dengan baik, dan aku akan menjaga hubungan kita.”
***
Dyandra mengurung diri di dalam toilet kamar mandi mall. Ia masih tidak ingin keluar karena masih saja ada butiran bening mengalir dari pelupuk matanya.
Memori mulai kembali menyelami adegan masa lalu saat suaminya menyetujui program sewa rahim yang ia inginkan. Waktu itu dunia masih terasa menyenangkan baginya.
“Baiklah, aku setuju ikut program Surrogate Mother seperti yang kamu minta. Sekarang apa yang harus kita lakukan?” tanya Arka pada suatu pagi, sepuluh bulan lalu.
Dyandra melompat kegirangan. Ia segera memeluk dan mencium pipi suaminya. Keinginan untuk memiliki bayi meski tidak bisa mengandungnya akan segera terwujud.
“Sekarang, kita harus mencari perempuan yang bersedia mengandung anak kita!” seru Dyandra sangat bahagia. Ia masih saja melompat kegirangan. Berkali-kali Arka dipeluk olehnya sambil diciumi.
“Kalau ternyata perempuan itu tidak sehat bagaimana? Misal dia pecandu narkoba?” Arka masih kuatir.
“Kita harus cari yang sehat. Nanti kita periksakan dia ke dokter terlebih dahulu. Setelah yakin sehat, kita bertiga ke Amerika. Prosesnya dilakukan di sana,” ungkap Dyandra melempar senyum bahagia.
“Lalu? Bagaimana mengawasinya setelah itu?”
“Lalu dia akan tinggal bersama kita! Supaya kita yakin selama kehamilan dia sehat dan tidak melakukan hal-hal yang membahayakan anak kita.”
‘Gilanya aku mengajak wanita lain tinggal satu atap dengan Arka. Keinginan memiliki bayi, justru menghancurkan diriku sendiri!’ Dyandra menangisi kebodohannya dalam hati.
Ya, suatu keputusan yang sangat ia sesali sekarang. Alam memutuskan dirinya tidak sempurna hingga harus melakukan cara ini untuk bisa menimang seorang bayi.
Dikira Dyandra dulu saat seorang bayi hadir, hidupnya dan Arka akan sangat bahagia. Ternyata … ya, ternyata semua tak seindah angan. Hati yang menjerit terluka parah hanya bisa menahan tiap sayatan perih.
“Mbak Dyandra? Masih lama? Mas Arka menunggu di luar!” panggil Cersey tiba-tiba mengetuk pintu.
Suara wanita pemuas ranjang suami orang itu mengembalikan pikiran Dyandra pada masa kini. Kembali berhadapan dengan kenyataan pahit yang harus ia hadapi.
“Tidak, aku setelah ini keluar!” sahut Dyandra menetralkan suaranya, menghentikan isak.
‘Ayo bangun, Dyandra! Kamu adalah wanita kuat! Fokus pada bayimu! Tidak semua pernikahan berjalan mulus! Bangkitlah!’ Ia mencoba menyemangati diri sendiri.
Setelah merapikan diri dan banyak mengelap matanya, Dyandra melangkah keluar kamar mandi. Hatinya kembali sesak melihat Arka dan Cersey sedang berbincang dengan sangat berdekatan. Terlihat perempuan itu terkadang mengerlingkan mata menggoda pada suaminya.
‘Dasar w************n!’ Makinya sunyi.
“Kamu baik-baik saja, Yank? Kalau tidak enak badan, kita pulang, ya?” Arka menyadari kehadiran Dyandra sedang memperhatikan dirinya. Ia segera mendekat lalu menyeka pelupuk mata istrinya.
“Jangan pulang dulu. Aku lapar, Mas,” protes Cersey.
“Makan di rumah saja,” sahut Arka tegas, tidak sehangat sebelumnya. Ia ternyata masih lebih mementingkan kenyamanan sang istri daripada kelaparan kekasih gelapnya.
“Tidak apa. Kita makan dulu. Ingat, wanita hamil harus bahagia, bukan?” Dyandra menguatkan diri untuk tersenyum.
Ia sudah bertekad untuk membuat hati wanita saingannya itu panas dan sejauh yang ia ketahui hal itu belum terjadi. Justru dia yang lebih dulu kalah dan terisak.
“Terserah kamu saja, Yank. Mana yang membuatmu bahagia.” Arka menuruti ucapan Dyandra kemudian mengecup keningnya.
Dyandra membalas kecupan itu dengan sebuah kecupan di pipi suaminya. Sekilas mereka seperti pengantin baru yang dimabuk asmara.
“Kamu mau makan apa Cersey? Ayo makan yang banyak! Anak kami harus lahir sebagai bayi yang sehat,” ucap Dyandra terus bergelayut manja di lengan Arka.
Cersey mulai jengah menatap kemesraan yang dipamerkan oleh Dyandra pada Arka. Hatinya yang menginginkan Arka, menjadi panas dan iri dengan apa yang ia lihat. Bibirnya mulai kembali cemberut.
“Aku ingin makan sea food saja,” jawab Cersey segera melangkah pergi menuju restoran favoritnya dengan wajah kesal.
“Kenapa hari ini kamu mesra sekali padaku?” tanya Arka sambil tersenyum hangat. Lengannya terus memeluk pundak sang istri.
“Kenapa? Kamu tidak suka?” goda Dyandra semakin merapatkan pelukan.
“Tentu saja bukan begitu maksudku. Hanya saja, sudah lama kamu tidak sehangat ini,” sahut Arka menarik lengan sang istri untuk kembali padanya.
“Aku sangat suka kamu seperti ini, Dya. Hangat dan menyayangiku.”
Dyandra hanya tersenyum datar mendengarnya. Selalu saja suaminya itu mengedepankan perubahan pada dirinya. Seolah perubahan itu yang membuat semua menjadi sekacau sekarang.
Arka tidak paham betapa hancur hati seorang wanita ketika divonis tidak bisa memiliki anak. Selain itu, apakah perubahan pada diri Dyandra adalah sebuah alasan yang tepat untuknya mencicipi tubuh Cersey? Tentu saja tidak!
***
Mereka bertiga menikmati makan malam penuh dengan kepura-puraan satu sama lain. Tiga orang yang memiliki kebohongannya masing-masing.
“Jam tanganmu baru, Mas Arka?” celetuk Cersey memperhatikan pergelangan tangan Arka.
“Hadiah dari nyonya rumah,” jawab Arka mengecup pipi Dyandra.
“Rolex Gold. Jam tangan terbaik untuk Tuan Rumah tersayang. Calon ayah dari anak kita, ya, kan, Mas?” Dyandra kembali bergelayut manja. Kali ini ia kecup jemari sang suami sambil sesekali melirik pada wanita di seberang meja.
Cersey tersenyum kecut melihatnya. Rencana Dyandra membuatnya kesal atau panas hati atau cemburu, mulai menampakkan keberhasilan.
Sepanjang malam, ketiganya berbincang dan bercanda dengan hangat. Seolah tidak terjadi apa-apa diantara mereka. Meskipun dalam hati antara Dyandra dan Cersey masing-masing ingin beradu cakar dan menyingkirkan satu sama lain, tetapi keduanya terlihat akrab dan sumringah.
Sementara itu, Arka bergantian menatap dua wanita yang ada di dekatnya. Dua wanita yang membuat hidupnya terasa lebih lengkap untuk saat ini. Di mana salah satu dari keduanya akan ia ajak bercinta malam ini.
***
Malam semakin larut, Arka dan Dyandra terbaring di atas ranjang, namun mereka sama-sama belum dapat memejamkan mata.
“Kamu tumben belum tidur?” tanya Dyandra membalikkan badan, menghadap suaminya dengan posisi miring.
“Kamu juga belum tidur?” balas Arka dengan pertanyaan yang sama.
Mereka bertatapan, saling menyelami isi hati masing-masing. Sepuluh tahun menikah, baru kali ini Dyandra merasa ada sebuah jarak yang begitu jauh dengan Arka disaat nyatanya mereka begitu dekat.
“Apakah kamu ada pikiran untuk meninggalkan aku, Yank?” Arka membelai wajah Dyandra.
“Tidak ada. Kenapa kamu bertanya?” Dyandra kaget mendengar pertanyaan suaminya.
“Kamu menangis saat melihat film perceraian. Aku takut kamu sedang berfikir untuk meninggalkan aku,” beber Arka lirih.
“Kalau pun aku pergi, kamu akan mendapat ganti dengan sangat cepat. Kamu tinggal tunjuk dan wanita itu pasti bersedia!” sindir Dyandra tersenyum getir.
“Siapa yang tidak mau menjadi istri Arka Hasbyan? Pemilik tunggal Best Future Corporation. Salah satu perusahaan paling menguntungkan saat ini.”
“Hentikan, Dya,” gusar Arka tidak senang dengan pembicaraan ini.
“Mengapa? Kamu begitu tampan dan memesona! Lihatlah lesung pipit itu yang dulu membuatku jatuh hati padamu. Kamu juga romantis. Sungguh, suami yang sempurna. Satu hari saja setelah aku pergi, kamu akan menggandeng wanita lain atau bahkan memeluknya lalu mengajaknya bercinta sam—”
“Aku bilang hentikan!” bentak Arka memotong kalimat istrinya.
Ia menghela nafas panjang. Perlahan dikecupnya kening wanita bermata bulat nan indah yang sudah sepuluh tahun menemani tidurnya setiap malam.
“Aku tidak bisa hidup tanpa kamu, Dyandra,” bisiknya sendu.
‘Oh ya? Lalu kenapa kamu memutuskan untuk terjaga tiap malam, bersama perempuan murahan di bawah sana? Apa kamu pikir hal itu tidak akan membuatmu kehilangan diriku?’ Rasa heran menyelinap di benak Dyandra.
“Kamu cantik sekali,” bisik Arka mulai memeluk dan bergerak merayap lalu memposisikan dirinya di atas Dyandra.
“Sayang, aku tidak bisa malam ini. Aku lelah sekali,” tolak Dyandra pelan. Ia berusaha mendorong Arka agar turun dari atas badannya.
“Sebentar saja, aku merindukanmu,” racau Arka menciumi bibir Dyandra sambil lincah membuka kancing baju piyama istrinya satu persatu.
“Besok saja, Say,” Dyandra menahan desahannya sendiri. Jemari Arka semakin liar bermain dan meremas lehernya, lalu terus menurun ke bawah.
“Malam ini saja, aku menginginkanmu. Please? Aku menginginkannya.” desak Arka semakin bernafsu. Kejantanan yang sudah makin mengeras terasa menekan di area pusar istrinya.
“Ayolah, Mas. Mengertilah sedikit. Aku lelah,” ucap Dyandra berusaha menggerakkan tubuh ke samping agar terbebas dari birahi suaminya.
“Aku akan buat cepat selesai. Ayolah, buka kakimu,” pinta Arka meletakkan lutut diantara kedua kaki Dyandra. Sedikit memaksa agar sang istri menerima birahi yang telah meletup tak terperi.
“Kamu selalu membuat aku tergila-gila, Dyandra Saraswati!” desahan demi desahan keluar dari mulut Arka seiring tangannya berusaha menurunkan celana tidur sang istri.