Ch.05 Kenapa Dia Menangis?

1140 Kata
Ketika kesabaran seorang wanita sedang diuji dengan sakitnya cinta maka hal yang tidak terduga dapat saja ia lakukan meski tidak sesuai dengan sikap atau pun sifatnya selama ini. Dyandra sendiri sebenarnya adalah seorang wanita yang penyabar dan penuh kasih sayang. Selama ini ia dan Arka selalu berlomba-lomba untuk meminta maaf terlebih dahulu apabila mereka baru saja bertengkar hebat. Namun, kali ini ia sudah terlalu sakit dan frustasi dengan keadaan hidupnya sampai ingin berbuat sesuatu yang bisa membalaskan rasa sakit hatinya. Ia ingin Cersey sang wanita simpanan suaminya merasakan sakit yang ia rasakan yaitu hanya terdiam ketika melihat lelaki tercinta bermesraan dengan wanita lain. “Lakukan segera!” dukung Drupadi tertawa memeluk adik semata wayangnya. “Kamu yakin dia akan cemburu?” lanjutnya memastikan. “Entahlah, tapi ekspresi wajahnya selalu berubah setiap melihat Arka bersamaku,” jawab Dyandra terkekeh. “Lalu untuk Arka? Akan kamu apakan anak tengil itu? Sejak dulu aku tidak suka dengan dia! Kamu, sih, tetap memaksa menikah dengannya!” omel Drupadi bersungut-sungut. Usia Drupadi yang terpaut sepuluh tahun di atas Dyandra, tidak membuat persaudaraan mereka menjadi renggang. “Aku belum ada rencana untuk Arka. Dia semakin lama semakin bersikap manis. Ini, lihat kalungku,” pamer Dyandra tertawa pahit. “Orang kalau selingkuh itu, biasanya jadi lebih mesra dan nafsu sama pasangannya. Jangan heran kalau setelah ini dia semakin tergila-gila denganmu!” sahut Drupadi melempar sepotong kain contoh pakaian pada adiknya. Mereka tertawa terbahak meski terlihat jelas garis kesedihan di mata Dyandra. Akan tetapi, apa yang dikatakan kakaknya itu sepintas lalu memang terasa benar. “Kenapa mereka bisa begitu, ya, Dru? Menjadi lebih nafsu dan lebih mesra?” Menghela napas getir, Drupadi menjawab, “Karena mereka pasti ada perasaan bersalah di dalam hati. Itu membuat mereka lebih mesra.” “Kalau jadi lebih bernafsu?” “Biasanya karena mereka sudah merasakan tubuh orang lain, jadi melihat tubuh pasangan resminya lebih menggairahkan,” gelak ibu dari tiga orang anak tersebut. Dyandra ikut tertawa. Namun, lagi-lagi gurat kesedihan masih nampak di wajah. Membuat Drupadi berangsur berhenti tertawa. “Kamu harus sabar, Dya,” ucap Drupadi kemudian kembali memeluk dan menepuk-nepuk pundak adiknya. Dyandra mengangguk pelan. Semua sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur. Keinginannya memiliki anak harus dibarengi dengan semua drama ini. Hanya satu harapan yang membuat dirinya tetap bersemangat adalah bayangan saat bayi itu lahir dan dia dapat menimangnya dalam pelukan. *** “Aku ada hadiah untukmu, Say,” sambut Dyandra begitu Arka memasuki kamar tidur mereka. Hari ini Arka pulang agak sore dari kantor karena sudah berjanji akan mengajak dua wanita dalam hidupnya itu pergi menonton bioskop. “Oh ya? Aku kira kamu tidak peduli lagi padaku?” canda Arka mungkin setengah serius. “Darimana kamu punya pikiran seperti itu?” Dyandra terkejut mendengarnya. “Well, sejak dokter mengatakan … you know, bahwa ada masalah dengan kandunganmu, kamu berubah,” jawab Arka canggung lalu mengambil kotak hadiah dari tangan istrinya. Kembali hati Dyandra bergejolak. Ia mulai memikirkan perkataan Arka. Aku berubah? Seperti apa? Tapi, meskipun aku berubah, bukan berarti kamu bisa naik ranjang wanita lain tiap malam! Desis Dyandra membatin. “Wow! Jam tangan yang bagus sekali!” Arka menyukai hadiah pernikahannya. “Kemarilah …,” ucapnya kalem menarik tubuh Dyandra mendekat. Tanpa menunggu lama Arka mulai menjamah bibir sang istri dengan sapuan bibirnya sendiri. Telapak tangannya segera meraba punggung Dyandra dan terus turun ke bawah. “Kita jadi nonton bioskop?” kelit Dyandra diantara hujan ciuman Arka. “Jadi. Kasihan … Cersey. Dia … butuh … hiburan.” Arka terbata menjawab karena bibirnya sibuk melumat bibir Dyandra. “Perhatian sekali kamu terhadap Cersey,” sindir Dyandra sinis. “Kamu cemburu?” Arka menghentikan ciumannya dan menoleh cepat. Matanya justru terlihat berbinar. “Tidak. Buat apa?” kelit Dyandra berusaha cuek. Wajah Arka nampak sedikit kecewa mendengar jawaban istrinya. Ia berharap untuk bisa merasakan Dyandra menginginkan dirinya. Namun lagi-lagi, ia harus kecewa dengan jawaban datar dan normatif dari istrinya. “Ayo, kita berangkat sekarang.” Arka memutuskan untuk melangkah keluar sambil menggandeng tangan Dyandra. Ia tidak ingin memperpanjang lagi pembahasan cemburu ini. Di ruang tamu bawah, Cersey sudah siap menunggu. Wanita cantik yang masih muda berseri-seri dengan perut buncitnya menebar senyum manis menunggu kedatangan Arka dan Dyandra. Ia hanya memakai baju terusan tanpa lengan, dengan panjang sepuluh centi di atas lutut. “Yuk, berangkat,” ajak Arka menatap Cersey. Dyandra segera memperhatikan tatapan mata Arka kepada Cersey. Ia penasaran, apakah ada tatapan cinta, sama seperti cara Arka selalu menatapnya? Ternyata, tatapan itu ada walau hanya sekilas. Arka memang terbukti menatapnya lebih dari sekedar berteman. Hati Dyandra sesak melihatnya. Perih bagai tertusuk duri dari mawar yang begitu indah. “Ayo, Cersey,” ajak Dyandra sambil sengaja bermanja dengan memeluk Arka dari belakang. “Iya, mbak,” jawab Cersey tidak berkedip melihat Dyandra bergelayut manja di lengan Arka. Ekspresi wajah wanita muda ini berubah agak masam ketika ia ada di belakang Dyandra yang begitu mesra dengan Arka. Seandainya saja kamu tahu, betapa suamiku ini sangat mencintaiku. Kamu tidak lebih dari pemuas nafsunya saja, Cersey! Batin Dyandra mencibir saingannya. Seandainya saja kamu tahu betapa suamimu sangat hebat di atas ranjang bersamaku, Dyandra! Hati Cersey membanggakan kepiawaiannya dalam bercinta. Kedua wanita itu saling melempar senyum berbarengan dengan saling mengumpat satu sama lain dalam hati masing-masing. *** Ketiganya memutuskan untuk menonton film drama berjudul “A Marriage Story”. Arka duduk di pojok. Berderet di sebelahnya adalah Dyandra dan Cersey. Sepanjang menonton bioskop, Arka tak henti menggenggam erat tangan istrinya. Sesekali ia mencium tangan Dyandra, lalu mendekap di dadanya. Sementara Dyandra yang sengaja ingin membuat panas Cersey, berkali-kali memeluk Arka, dan mencium mesra sang suami. Hanya saja, semakin mendekati akhir film, hati Dyandra merasa semakin sesak. Sejatinya film itu menceritakan pedihnya proses perceraian sepasang suami istri yang sebetulnya saling mencintai. Tanpa bisa ia tahan, air matanya menetes perlahan membasahi pipi mulusnya. Rasa sakit yang ia lihat di film seakan seiring dan senada dengan apa yang sedang ia rasakan jauh di dasar lubuk hatinya. “Kamu menangis?” bisik Arka mendekatkan wajahnya pada Dyandra. “Tidak, aku ‘kan sudah bilang, kalau aku kena flu,” dusta Dyandra menyeka air matanya. “Terharu lihat film-nya?” Arka bertanya lagi. “Diamlah, Mas. Aku baik-baik saja!” tukas Dyandra menyeka air matanya. “Kenapa, Mbak?” tanya Cersey ikut memperhatikan Dyandra yang berusaha berhenti menangis. Masih bisa kalian bertanya ada apa dan kenapa? Kalian manusia tidak punya hati! Racau Dyandra dalam kalbunya yang terseok perih. “Ayolah, film sudah selesai. Aku mau ke kamar mandi dulu.” Dyandra segera berlari keluar studio. Arka dan Cersey bengong melihat polah Dyandra. Keduanya kemudian berjalan perlahan menuruni tangga di bioskop menuju pintu keluar. “Ada apa dengan istrimu?” desis Cersey pada Arka. “Aku juga tidak tahu. Kenapa dia menangis? Film itu tentang perceraian, bukan? Jangan-jangan dia ingin meninggalkan aku?” Arka menebak-nebak dan menjadi kalut sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN