Kinara masih tidak menyangka jika ia baru saja melakukan hal memalukan di hadapan Zeline. Rasanya ia ingin menghilang dari bumi ketika menyadari jika uang yang ia bawa tidak cukup untuk membayar tagihan pemeriksaannya. Entah kenapa Kinara bisa sangat percaya diri ketika bertanya mengenai berapa jumlah p********n yang harus ia ganti, namun begitu melihat jumlah tagihan yang tertera, Kinara merasa jika napasnya tercekat untuk sesaat.
Pemeriksaan apa yang baru saja ia lakukan? Mengapa bisa sampai menghabiskan lebih dari 7 juta rupiah?
“Bagaimana cara kita mengembalikan uang sebanyak itu, Kinara?” Tanya ibunya.
Kinara menatap dengan sengit.
“Kalau saja ibu tidak memaksaku ikut bersama dengan mereka, masalah ini tidak akan terjadi!” Kinara berbicara dengan suara marah. Rasanya ia ingin memutar waktu yang memberikan perlawanan sekuat mungkin agar ia tidak perlu ikut dengan Dareen dan Zeline.
“Ibu pikir mereka tidak akan datang ke rumah sakit yang mahal. Sekarang apa yang harus kita lakukan? Tidak bisakah kamu bernegosiasi dengan mereka agar membiarkan kita membayar dengan cara mencicil?”
Kinara berdecih pelan. Merasa sangat muak dengan keluarganya yang selalu saja kekurangan uang.
“Zeline memberikan izin untuk mengganti uang itu dengan cara mencicil.” Jawab Kinara sambil memejamkan matanya. Rasa malu masih menguasai hatinya, membuat Kinara tidak bisa melupakan betapa sulitnya posisi yang ia hadapi ketika sedang berbicara dengan Zeline.
Wanita itu sama sekali tidak memberikan tatapan prihatin ataupun mengejek, Zeline hanya tersenyum dengan ramah dan mengikuti apapun yang Kinara katakan. Keramahan yang Zeline tunjukkan justru membuat Kinara semakin merasa tersiksa. Ia tidak tahu harus melakukan apa ketika datang menemui Zeline untuk membayar cicilan tagihan rumah sakitnya. Apa yang harus ia katakan? Dan bagaimana caranya agar mereka bisa bertemu tanpa perlu diketahui oleh Dareen? Kinara tidak memiliki nomor ponsel Zeline, rasanya akan sangat aneh jika Kinara meminta kontak Zeline dari Dareen. Oh astaga, dia benar-benar kehilangan akal karena nekat mencoba melakukan negosiasi dengan Zeline.
“Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan untuk mendapatkan uang sebanyak itu?” Tanya ibunya dengan tatapan gusar.
Kinara menundukkan kepalanya, sedikit merasa bersalah ketika melihat penyesalan di mata ibunya.
Dareen dan Zeline memang tidak pernah meminta Kinara mengganti biaya pemeriksaan, justru Kinara yang memaksa mereka untuk mengatakan berapa jumlah tagihan yang harus dibayarkan. Dengan penuh percaya diri Kinara mengeluarkan uang di dalam dompetnya yang usang, lalu ia tercekat ketika mengetahui biaya pemeriksaan yang harus ia bayar. Rasanya sangat tidak masuk akal jika dia harus mengeluarkan uang sebesar 7 juta hanya untuk melakukan pemeriksaan tulang dan saraf kaki.
“Mereka tidak memaksamu untuk langsung membayarnya saat ini juga, bukan?” Tanya ayahnya.
Kinara menghembuskan napasnya dengan pelan. Sepertinya akan terasa lebih baik jika Zeline berlaku kasar dan memaksanya untuk membayar seluruh tagihan saat ini juga. Jika Zeline memperlakukan Kinara dengan buruk, maka Kinara akan lebih mudah untuk membenci wanita itu. Sayangnya, Zeline hanya memberikan senyuman ramah seperti biasanya. Wanita itu sama sekali tidak merasa tersinggung dengan kalimat-kalimat kasar yang Kinara ucapkan dengan percaya diri. Justru dia menggenggam tangan Kinara dan mengatakan jika ia sama sekali tidak keberatan jika Kinara membayar tagihan biayanya dengan cara mencicil, bahkan kalaupun Kinara tidak membayar tagihan itu, Zeline akan merasa jauh lebih senang.
“Mereka tidak memintaku membayar tagihan itu.” Kinara berbicara dengan jujur.
“Lalu?”
“Lalu apa lagi? Tentu saja aku tidak mau berhutang pada mereka. Harga diriku sudah hancur ketika mereka masuk ke dalam rumah ini, aku tidak ingin melakukan hal-hal memalukan lainnya! Aku tidak peduli meskipun mereka benar-benar tulus kepadaku, tapi yang pasti aku akan mengganti uang p********n yang sudah ditanggung oleh Zeline.”
Kedua orang tuanya tampak menghembuskan napasnya dengan pelan.
“Bagaimana caranya mendapatkan uang sebanyak itu?”
“Haruskah aku bekerja ketika kakiku sakit? Haruskah aku selalu bekerja untuk membayar hutang kalian?” Kinara memandang kedua orang tuanya dengan raut marah.
Suasana hatinya sangat buruk sejak kakinya terluka. Segala hal yang dikatakan oleh orang tuanya terdengar salah di telinga Kinara. Ia merasa sensitif setiap kali membicarakan masalah keuangan.
Semalam ayahnya sudah sempat membuat Kinara merasa kesal, lalu siang ini dia juga harus menghadapi masalah yang sama .
Rasanya sangat muak ketika mengetahui jika masalah keluarganya tidak pernah jauh-jauh dari keuangan.
Sesekali Kinara ingin merasakan kehidupan sempurna seperti yang Zeline jalani. Wajah cantik, keluarga kaya, karir yang cemerlang, dan juga pasangan yang sempurna. Kehidupan Kinara terlalu menyedihkan jika dibandingkan dengan kehidupan Zeline.
Selama ini Zeline pasti tidak pernah menghadapi masalah keuangan. Keluarganya memiliki berbagai macam bisnis bernilai besar, apapun yang diperlukan oleh Zeline pasti sudah terpenuhi tanpa perlu ada drama dan masalah yang berhubungan dengan keuangan. Zeline pasti tidak tahu bagaimana rasanya makan dengan lauk yang sama selama satu pekan. Dia juga tidak tahu betapa sulitnya bekerja sepanjang hari untuk menjaga kios yang tidak pernah dilirik oleh pembeli.
Tidak, Zeline terbiasa menjadi pusat perhatian. Semua mata selalu tertuju padanya, tidak akan ada yang bisa mengalihkan pandangan dari pesona Zeline yang menawan. Oleh sebab itu Zeline pasti tidak pernah tahu bagaimana rasanya diabaikan oleh orang-orang yang melewati kios baju tanpa menunjukkan ketertarikan mereka terhadap baju yang dijual.
“Kami akan berusaha mencari uang. Jika kamu memang tidak ingin memiliki hutang kepada temanmu, ayah dan ibu akan berusaha untuk membayar tagihan tersebut. Untuk sementara waktu, kamu tidak perlu datang ke kios.” Kata ayahnya.
Kinara menatap pria itu dengan pandangan ragu. Jangankan 7 juta, uang seratus ribu saja mereka tidak punya. Bagaimana caranya mendapatkan uang 7 juta dalam sekejam mata?
“Jangan mencoba untuk menambah beban kami dengan cara mencari pinjaman dari lintah darat! Aku tidak sanggup bekerja sepanjang hari hanya untuk membayar bunga dari pinjaman tersebut.” Kinara memberikan peringatan kepada ayahnya.
“Bagaimana jika kita tidak memiliki pilihan lain?”
Satu-satunya hal yang menjadi penyebab permasalahan keuangan keluarga mereka adalah pinjaman yang diambil ayahnya dari renternir. Sekali saja mereka mengambil pinjaman dari lintah darat, maka mereka tidak akan bisa lepas dari permainan jahat yang dengan sengaja menjebak mereka agar semakin larut dalam kehancuran. Semakin lama mereka tidak akan sanggup membayar bunga pinjaman yang terasa mencekik leher. Sama seperti peribahasa yang menggambarkan keadaan mereka; gali lubang tutup lubang, maka akhirnya mereka akan mencari pinjaman lain untuk menutup pinjaman yang lain.
“Maka bekerjalah dengan baik! Jangan menambah masalah yang sudah membelenggu keluarga kita!” Kinara berteriak dengan marah.
Orang tuanya tampak terkejut ketika Kinara menunjukkan emosinya, tapi mereka sama sekali tidak berusaha menghentikan Kinara karena mereka tahu jika Kinara mengatakan hal yang benar.
“Kami sudah bekerja Kinara, tapi kadang hasil dari pekerjaan tidak sebanyak yang kami harapkan.” Jelas ibunya. “Keadaan ini tidak bisa kami kendalikan. Jika bisa, kami tentu tidak ingin melihatmu hidup sengsara dengan permasalahan ekonomi yang selalu membelenggu keluarga kita.”
“Aku tidak peduli! Yang pasti aku ingin uang sejumlah 7 juta secepat mungkin.” Kinara menyandarkan punggungnya dengan pelan.
Kakinya masih terasa sakit, dia pasti tidak akan bisa pergi bekerja sampai satu atau dua hari ke depan. Jika orang tuanya tidak segera berusaha menyiapkan uang tersebut, bagaimana cara Kinara membayar hutangnya kepada Zeline?
“Kami akan berusaha semaksimal mungkin, tapi tentu saja kamu harus tahu jika belakangan ini dagangan kita semakin sepi. Orang-orang tidak menyukai pakaian yang ibu jahit, mereka lebih memilih membeli baju lewat media sosial dengan kualitas dan desain yang lebih baik. Jadi tolong bersabarlah, Kinara.”
Kinara menyadari jika sejak beberapa tahun belakangan model pakaian yang dibuat oleh ibunya mulai ketinggalan zaman. Orang-orang lebih memilih pakaian simpel dengan warna-warna yang soft agar tidak terlalu mencolok. Namun pakaian yang dibuat oleh ibunya masih berbentuk kuno dengan pemilihan warna yang sangat norak. Jangankan orang lain, Kinara saja akan merasa malu jika harus menggunakan pakaian yang dijahit oleh ibunya.
“Aku tidak tahu sampai kapan aku harus bersabar dengan kalian. Bukankah aku sudah bersabar sejak aku lahir?”
“Maafkan kami..”
Kinara menarik napasnya dengan pelan.
“Apakah setelah mengatakan kalimat maaf maka kita akan mendapatkan uang sebesar 7 juta?” Tanya Kinara dengan sinis. Ia sudah tidak bisa menahan rasa kesalnya. Melampiaskan emosi kepada ibu dan ayahnya adalah satu-satunya cara yang bisa Kinara lakukan untuk meluapkan perasaannya.
“Ayah berjanji kamu akan segera mendapatkan uang itu. Jangan khawatir, kami akan bekerja keras untuk mencari uang. Sekarang sebaiknya kamu istirahat, jangan terlalu memikirkan masalah tentang uang. Bagaimanapun caranya, kita pasti bisa membayar biaya perawatanmu.” Ayahnya berbicara dengan tenang. Lalu setelahnya dia meninggalkan Kinara yang masih duduk bersama dengan ibunya.
Untuk sesaat Kinara merasa sedikit bersalah ketika melihat tatapan sendu ayahnya. Sebagai seorang kepala keluarganya, ayahnya pasti merasa tertekan ketika melihat keadaan Kinara.
Namun perasaan bersalah tersebut hanya bertahan selama beberapa saat. Setelahnya Kinara kembali fokus memikirkan cara untuk segera mendapatkan uang dalam waktu yang singkat.
Tidak peduli bagaimanapun caranya, Kinara harus membayar hutangnya kepada Zeline. Meskipun Kinara harus menyakiti hati kedua orang tuanya dengan mengatakan kalimat kasar yang menyakitkan, Kinara sama sekali tidak peduli. Kinara rela melakukan segalanya asalkan ia bisa segera mendapatkan uang.