“Masih untung ya kamu hidup nyaman di rumahku ini, daripada seumur hidup di panti asuhan! Masih protes saja! Istri tidak tahu diri! Aku butuh anak laki-laki tapi malah kamu kasih anak perempuan penyakitan! Sini kamu!” Edwyn menjambak rambut Lilian dengan kasar. Kedua matanya melotot.
“Aduh! Sakit, Mas! Tolong lepaskan rambutku, Mas!” Lilian berusaha melepas cengkeraman tangan Edwyn dari rambutnya. Tapi tentu saja tenaganya kalah jauh dari sang suami.
Dengan sekali hentakan yang kencang, tubuh mungil Lilian terhempas ke atas kasur, menyibakkan dasternya hingga di atas paha. Tiba-tiba Edwyn terpikir cara lain untuk menghukum Lilian.
Diterkamnya sang istri dengan garang. Kini Lilian hanya mampu menangis di bawah kungkungan tubuh suaminya yang kekar. Dia ketakutan luar biasa membayangkan apa yang akan dilakukan oleh Edwyn padanya. Selama ini memang Lilian hanya mampu menerima segala sikap kejam suaminya, sebab dia tidak berani sama sekali melawan.
Pernah sekali melawan dan mencoba kabur, tapi orang suruhan Edwyn dengan mudah membawanya kembali pulang. Setelah itu wajah dan tubuhnya penuh lebam karena dihajar oleh Edwyn tanpa belas kasihan. Belum lagi Edwyn juga selalu mengancam akan mencelakakan Bu Atika, orang yang paling dia sayang selama ini.
“Kamu tuh jadi istri fungsinya untuk ngelayanin suami, nurut! Jangan pernah membantah apapun yang terjadi! Karena kamu sudah berani membantah tadi, sekarang aku akan hukum kamu. Hukuman yang nikmat!”
Lalu dengan kasar Edwyn mencium bibir Lilian. Dihisapnya kencang-kencang, setelah itu dia jilat dengan rakus.
“Ummhh Mas ah—” Lilian berusaha berontak sebab dia takut Edwyn kebablasan. Bukannya Lilian tidak mau melayani kebutuhan biologis suaminya, tapi dia sungguh trauma dengan perlakuan Edwyn saat sedang berhubugan badan.
Itu terjadi sejak dia hamil besar, mulai memasuki trimester terakhir. Di mata Edwyn, istrinya menjadi jauh lebih seksi dari biasanya. Lilian memang terbilang kurus, tapi pada bagian tertentu seperti d**a dan pinggulnya berbentuk bulat berisi. Sampai setelah melahirkan Yara dan menyusui pun seperti itu. Bahkan yang paling parah, belum genap satu bulan Lilian melahirkan, Edwyn sudah memaksa untuk berhubungan badan. Dan mengancam akan memukuli Lilian jika tidak mau melayaninya. Maka dengan terpaksa Lilian melakukan itu dengan menahan rasa ngilu bercampur nyeri di bagian bawahnya.
Seperti sekarang, Edwyn terus menyerang Lilian dengan ciuman ganasnya. Kini lidahnya sedang menjelajahi seluruh rongga mulut Lilian dengan sesekali terdengar lenguhan penuh hasrat.
Lalu tangan kanannya mulai membuka resleting depan daster Lilian hingga ke batas perut. Dengan penuh bernafsu Edwyn menyelipkan tangannya ke dalam sana, di antara sepasang p******a yang menantang, terasa bulat dan keras. Dua gunung kembar milik Lilian masih dalam kungkungan bra, hingga seperti memasukkan tangan dalam celah yang sempit. Merasakan begitu padat berisi, nafsu syahwat Edwyn semakin menggelora. Sedangkan mulutnya sedang kembali menghisap bibir ranum Lilian yang sudah mulai membengkak, sehingga Lilian masih belum bisa berkata apapun. Bahkan untuk bernapas saja Lilian harus pintar mencari celah, memiringkan wajahnya sedikit sampai ciuman mereka terlepas. Yang detik kemudian akan langsung berpagut kembali.
“Ohh Lilian ini seksi sekali,” desis Edwyn lalu kembali melenguh merasakan kenikmatan saat tangannya telah berhasil menyentuh p****g p******a Lilian yang sedikit basah. Memang setelah dia melahirkan lalu menyusui Yara, putingnya itu dengan otomatis menjadi sedikit lebih menonjol.
Bukannya ikut merasakan nikmat, Lilian justru merasa kesakitan. Tapi dia tidak bisa mengeluh, diberi kesempatan berbicara saja tidak.
Tanpa melepaskan bibir Lilian, Edwyn menurunkan kedua tangannya. Dengan gerakan cepat dia berhasil menurunkan daster yang longgar itu. Sehingga tubuh istrinya kini hanya berbalut pakaian dalam saja.
Tidak puas hanya sampai di situ, sebab Edwyn sudah semakin bernafsu sekarang, dia lalu menyelipkan kedua tangannya di bawah punggung Lilian. Dengan sekali gerakan saja dia telah cukup lihai melepas pengait bra berwarna hitam itu. Lalu melemparkan bra-nya entah kemana.
Barulah Edwyn melepaskan ciumannya setelah sekian lama. Dengan cepat Lilian menarik napas lega, bibirnya yang bengkak dan merah terasa berdenyut. Dia sampai tidak sadar jika saat ini Edwyn sedang memandangi payudaranya yang indah sambil meneguk salivanya dengan susah payah.
“Ohh Lilian, ini pasti nikmat sekali! Montok dan mulus sekali,” desisnya dengan sorot mata penuh nafsu.
Segera kedua tangan Edwyn mendarat di atas p******a Lilian yang bulat dan keras. Lalu memijatnya mulai dari pelan hingga semakin kencang.
Kening Lilian mengernyit, kedua bola matanya terpejam sebab menahan rasa nyeri di d**a. Payudarannya saat ini sedang dalam keadaan penuh, dia berniat akan memompanya lagi malam di saat Edwyn sudah tertidur.
“Uohh Mas, hentikan! Tolong aku nggak tahan!”
Edwyn salah sangka. Mendengar itu dikiranya sang istri sedang terangsang. Sambil menggesekkan bagian bawah tubuhnya yang mengeras di atas tubuh Lilian, kini Edwyn beralih pada dua putting berwarna merah muda. Dia mainkan p****g itu dengan jarinya.
Keringat dingin mengucur di kening Lilian. “Mas, berhenti! Aku kesakitan!” teriaknya tanpa bisa ditahan lagi.
Entah kekuatan dari mana, Lilian dengan sekuat tenaga mendorong badan kekar Edwyn hingga terjatuh ke samping. Lalu Lilian segera bergeser dan bangkit. Sambil duduk di tepian tempat tidur dan menyilangkan kedua tangan menutupi dadanya, Lilian menangis pilu.
Lilian menoleh dengan wajah yang sembab, di sana tengah berdiri sang suami dengan tatapan mata tajam ke arahnya. Edwyn marah besar karena merasa ditolak istrinya saat sedang dalam keadaan tinggi.
“Maaf, Mas. Tapi aku nggak bisa, ini dadaku rasanya sakit sekali, Mas. ASI ku masih banyak dan tidak ada Yara, makanya aku kesakitan. Maaf, Mas,” lirih Lilian masih menangis sesenggukan.
“Hah! Sialan! Bahkan untuk melayani suamipun kamu sudah nggak mampu! Lalu itu si anak perempuan pembawa sial! Sudah mati masih saja nyusahin! b******k semuanya!” maki Edwyn dengan kencang.
Kemudian dia menyambar handphone dan kunci mobil dari atas meja nakas. Lalu dengan langkah lebar-lebar berjalan keluar kamar. Lilian terbelalak melihat itu.
“Mas! Mau kemana? Ini sudah malam, Mas! Kamu mau kemana?” Lilian tanpa sempat berpakaian, hanya menyambar selimut untuk menutupi tubuhnya ala kadarnya, berlari mengejar sang suami.
Tangan kanan Lilian terulur lalu menahan tangan kiri Edwyn. “Mas, mau kemana?” tanyanya lagi di sela tangis.
Dengan kasar Edwyn menepis tangan Lilian. “Jangan ikut campur urusanku! Urus saja ASI mu itu supaya nggak nyusahin aku lagi! Yang jelas hasratku harus terlampiaskan. Kalau kamu nggak sanggup melayani ya jangan salahkan aku mencari wanita lain!”
“Mas, jangan! Itu dosa, Mas! Jangan begitu!” Padahal Lilian tahu persis, ini bukan kali pertama Edwyn berselingkuh. Termasuk saat malam di mana Yara meregang nyawa, wanita yang mengangkat telepon Lilian adalah salah satu wanita simpanan Edwyn. Hanya kali ini Edwyn benar-benar berterus terang.
Edwyn membanting pintu. Menyisakan Lilian yang masih menangis tersedu sambil memegangi selimut dengan kedua tangannya.
Tiba-tiba pintu terbuka dengan kencang. Lilian tersentak sampai mundur satu langkah.