Berbelanja

1005 Kata
Belva pulang bersama Virgo. Dia melirik laki-laki yang tengah fokus menyetir itu. Ada luka lebam di wajahnya. Belva penasaran apa yang dilakukan Virgo hingga mendapatkan luka seperti itu. "Kita akan belaja. Persediaan di kulkas sudah kosong. Kau bertugas mengambil buah! Dan jangan jauh-jauh dariku!" Virgo turun lebih dulu meninggalkan Belva. Belva berlari kecil untuk mengikuti langkah panjang Virgo. Dia agak ceria mendengar ide tentang berbelanja. Meskipun sebelumnya, dia tidak pernah berbelanja bahan makanan. Untung sebelum pulang tadi dia sudah membersihkan bedak dingin dari kulitnya. Jadi sekarang dia bisa mengikuti Virgo berbelanja. Belva mengikuti langkah Virgo yang menuju ke stand daging. Dia melihat Virgo banyak tahu tentang jenis daging. Dia memilih yang katanya masih segar. "Kau cari buah, aku akan memilih sayur!" Virgo lagi-lagi berjalan lebih dulu meninggalkannya. Belva menurut, dia memperhatikan sekelilingnya. Banyak jenis buah dan sayur di sini. Tapi Belva tidak begitu mengerti apa yang harus dibeli. Awalnya dia memilih buah berkulit hijau yang dia ketahui bernama alpukat. Tapi dia belum pernah memegangnya seperti ini, karena biasanya sudah disediakan yang siap makan oleh pelayannya. Tidak tahu cara memilihnya, dia mengambil asal yang besar-besar. Lalu dia berjalan di barisan buah-buah berkulit lunak dan berukuran kecil. Kemasannya sudah di bungkus oleh plastik dengan berat yang sama. Dia memilih dua kemasan anggur dan strawberry. Memasukkan ke dalam keranjangnya. Dia sudah selesai memilih buah, mencari keberadaan Virgo. Menghampiri laki-laki itu yang sedang memilih cabai. Lagi-lagi ada banyak jenis cabai yang sudah dikemas. Belva tidak tahu mana yang seharusnya dibeli. "Yang besar itu kak!" tunjuk Belva pada cabai paling besar dan berwarna merah. "Itu tidak pedas!" jawab Virgo tanpa menoleh, dia memilih kemasan cabai kecil. "Tapi dia paling besar di sini. Juga terlihat sangat pedas!" Belva bergumam sambil meyakinkan dirinya, jika seharusnya itu sangat pedas. "Kau tidak bisa menilai dari penampilannya. Yang besar belum tentu yang paling pedas. Tergantung jenisnya!" Virgo agak terkejut karena mau menjelaskan pada anak itu. Belva mengangguk, tapi tetap saja dia meragukan apa yang dikatakan Virgo. Karena menurutnya masih sama, yang besar itu pasti lebih pedas. "Kau memilih buah apa?" Virgo melongok melihat isi keranjang Belva. "Aku memilih yang kecil-kecil!" jawabnya bangga, karena buah ini yang paling dia suka. "Kau pandai memilih buah mahal. Seharusnya kau membeli semangka di cuaca panas seperti ini!" Virgo menarik sebelah tangannya menuju rak lainnya. Belva terpaku melihat tangan besar Virgo melingkupi tangan mungilnya. Laki-laki itu biasanya tidak mau dia sentuh. Tapi kali ini malah menyentuhnya lebih dulu. Belva tidak tahu, kalau Virgo sudah agak terbiasa dengan sentuhannya setiap mereka tidur bersama. Karena Belva akan selalu memeluknya. Jadilah Virgo mulai terbiasa. Jika Bian tahu, dia pasti akan mengajukan protes. Virgo dikenal sulit tersentuh. Karena memang laki-laki itu rusak suka disentuh. Apalagi kalau orang yang menyentuhnya terlihat kotor. Dia akan jijik dengan sentuhannya. Awalnya Belva agak kesal, karena apa yang diambilnya selalu Virgo kembalikan kembali ke rak. Terlalu mahal, tidak enak dan macam-macam alasan lainnya. Kerena hal tersebut, dia hanya berjalan dalam diam di belakang Virgo. Mengikut, kemana laki-laki itu melangkah. "Kakak, aku pengen itu!" tunjuk Belva pada kemasan coklat di rak bagian atas. Virgo melihat apa yang ditunjuk Belva. Lalu melihat kembali pada mimik wajah Belva yang memelas. Memutar bola matanya malas, dia menunjuk coklat itu dengan anggukan kepalanya. Artinya dia setuju untuk membelinya. Dengan semangat dia mengambil dua bungkus. Virgo membiarkan saja. Karena sekali-kali itu tidak masalah. Mereka berjalan menuju ke kasir. Ada antrian panjang, jadi mereka menunggu dengan sabar. "Makanlah!" Virgo memberikan satu bungkus coklat pada Belva, karena gadis itu selalu mencuri pandang ke arah coklat. "Tapi belom dibayar?" Belva menerimanya, tapi bingung karena mereka belum membayarnya di kasir. Virgo tidak menjawab. Dia hanya melepaskan Bungkus luarnya, dan memberikan coklat yang terbungkus dengan kertas bagian dalamnya. Belva mengerti maksudnya. Virgo akan memberikan bungkusan itu nantinya ke kasir. Jadi tidak masalah jika Belva memakannya. Dengan semangat dia membuka bungkus bagian dalamnya. Melihat Belva yang terlihat senang. Virgo hanya menyunggingkan bibirnya tipis. Anak-anak usia Belva memang biasanya masih menggemari coklat. Antrian semakin maju, Belva juga ikut di belakang Virgo. Dia hampir mengabiskan coklatnya. Dia agak merasa rileks setelah makan makanan manis tersebut. Saat akan menggigit lagi, Belva tanpa sengaja melihat anak kecil yang ikut antri bersama ibunya, tepat dibelakang antriannya. Belva melihat arah tatapan anak itu. Dia melihatnya yang sedang makan coklat. "Mau?" tanya Belva tanpa suara pada anak itu. Anak itu menggeleng, dia melirik takut tapi gerakan bibirnya menunjukkan dia mau. Belva melihat ibu anak tersebut yang tersenyum tidak enak padanya. Memarahi anak tersebut agar tidak melihatnya lagi. Belva mencolek lengan Virgo. Dia menengadahkan tangannya. Meminta lagi. Virgo melihat tangan Belva. Dia mengerutkan keningnya, seakan tidak percaya kalau Belva mau lagi. Padahal di tangannya yang satunya masih memegang coklat. "Perutmu akan sakit nanti!" jawab Virgo tanpa ekspresi. Tapi Belva masih menengadahkan tangannya dengan merasa kepala. Akhirnya Virgo meraih coklat terakhir di dalam troly belanjaan. Mengambil bungkusan luarnya, dan memberikan lagi bungkusan coklat itu pada Belva. Belva tersenyum senang. Dia mengambil ukuran coklat yang diletakkan Virgo di tangannya. Lalu memberikannya pada anak tadi. Awalnya anak tadi menolak, dia melihat pada ibunya. Tahu jika anak itu takut. Belva meletakkannya langsung di tangan anak tersebut. Ibu anak itu tersenyum tidak enak dan meminta anaknya untuk berterimakasih pada Belva. Belva mengangguk senang. Dia melanjutkan mengigit coklatnya. Dan melihat anak itu juga langsung membuka bungkusan bagian dalamnya. Begitu membalik tubuhnya, dia melihat Virgo tengah menatapnya. Belva menghentikan kunyahannya. Dia menyengir saja, karena tidak bilang dulu akan memberikan coklat tadi. "Gigimu ada coklatnya!" ujar Virgo masih dengan nada santai. Belva memerah malu. Dia membersihkan dengan lidahnya. Tapi karena tidak ada cermin, dia hanya bisa mengira-ngira saja. Menunjukkan giginya lagi pada Virgo. "Masih yang bagian gigi bawah!" jawab Virgo sambil melangkahkan kakinya maju, karena sudah gilirannya membayar. Belva masih asik membersihkan giginya dengan lidah. Dia mendengar suara tawa dari anak kecil di belakangnya. Dia membalas dengan tawa, karena gigi anak itu juga penuh dengan coklat. "Ayo?" Virgo mengusap puncak kepala Belva gemas, lalu menariknya untuk pergi dari sana. Belva masih tidak biasa dengan sentuhan Virgo. Laki-laki dengan sikap dingin itu agak lebih sering menyentuhnya hari ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN