4

948 Kata
Suasana Kampus Nusantara pagi ini sangat berbeda dari hari -hari yang lain. Masih pagi tapi sudah membuat sekujur Yoan berkeringat. Lagi -lagi Yoan terlambat masuk kelas di sesi pagi ini. "Huftt ... Asem -asem, kenapa harus telat. Mana sekarang mata kuliah si dosen killer itu lagi! Bikin susah aja sih," umpat Yoan sambil berlari kecil menuju kelasnya yang ada dilantai tiga. Belum habis rasa lelahnya dengan napas yang terengah -engah, Yoan mengetuk pintu ruang kelasnya. Yoan menetralkan napas dan detak jantungnya yang terus berdegup dengan kencang. "Kenapa ketuk -ketuk?" tanya seorang laki -laki dari dalam kelas. Yoan mengangkat wajahnya dan menatap melas agar ia bisa masuk kelas pagi ini. "Mau masuk, Pak," jawab Yoan dengan penuh percaya diri. "Oke. Kamu silakan masuk dan saya akan keluar," tegas lelaki itu dengan begitu lantang. "Lho ... Pak ... Jangan Pak. Baik saya yang di luar saja," jelas Yoan memelas. "Bagus. Memang itu aturan main dari awal semester mengikuti kelas ini," jelas Ridho dengan nada lantang. Tatapannya begitu dingin. Saat pintu kembali ditutup Yoan mengumpat habis -habisan dosen killernya itu. "Dasar dosen gak tahu diri! Yoan sumpahin gak punya jodoh!" umpat Yoan dengan suara keras. Yoan terpaksa pergi ke Kantin dan memesan makanan serta minuman dingin agar kepalanya ikut mendingin. Saat ini Yoan duduk ditingkat satu semester tiga awal. Satu minggu lagi, Yoan akan merayakan ulang tahunnya ke dua puluh tahun di sebuah Vila yang terletak di Kampung Kakek Darwin. Pasalnya, sang Kakek akan memberikan hadiah istimewa kepada Yoan. Tentu saja Yoan sangat senang sekali. "Woy! Kesiangan lagi nih kayaknya," tawa Anggie begitu pecah saat masuk ke Kantin kampus setelah selesai kuliah. Yoan melirik sekilas ke arah sahabatnya yang terkadang menyebalkan itu. "Seneng banget nge -bully sahabat sendiri," ucap Yoan kesal. "Iya dong. Kapan lagi," goda Anggie yang juga memesan bakso dan es jeruk. "Sebel banget sama tuh dosen. Ganteng sih, tapi kok nyebelin banget! Sok gitu!" umpat Yoan kesal. "Bukan sok, itu aturan biar mahasiswanya gak semena -mena," bela Anggie pada dosen idamannya. "Bela terus tuh dosen," ucap Yoan semakin kesal. "Emang lagi dibela nih. Itu dosen idaman dan impian aku banget. Udah ganteng, pinter, serius. Pokoknya the best. Kamu doang kayaknya yang gak suka sama itu dosen. Awas nanti jatuh cinta!" goda Anggie sambil tertawa. "Bodo amat. Gak kenal juga. Semoga cukup semester ini saja, aku ngambil dia. Bakal aku inget namanya dan gak bakal lagi aku ambil!" seru Yoan dengan suara keras hingga Anggie menutup mulut Yoan. Kebetulan sekali, dosen yang sedang ia bicarakan sedang lewat di belakang mereka untuk mencari tempat duduk bersama satu dosen perempuan yang sangat cantik dan seksi. Ini bukan pertama kalinya, Pak Ridho itu kedapatan bersama dengan dosen cantik bernama Lita. Banyak orang mengira mereka berdua adalah sepasang kekasih. Senyumnya memang beda saat bersama Bu Litha. Manis banget kayak mangga arum manis. Bneer- bener bikin meleleh apalagi lesung pipi dikedua pipinya itu. "Ganteng banget kan Yoan ... Meleleh hati adek abang dosen ..." ucap Anggie begitu lebay. Yoan hanya terkekeh dan mengangguk setuju kali ini kalau Pak Ridho terlihat ganteng dan senyumnya manis. "Udah ah .. Eh ... Tahu gak, tadi malem aku ngimpi buruk," ucap Yoan pada Anggie. "Mimpi apa? Siapa tahu ada artinya dalam primbon," ucap Anggie dengan senyum penuh arti. "Beneran ngerti? Ntar bohong lagi," ucap Yoan tak percaya. "Ya udah sih, kalau emang gak percaya. Gak maksa juga kan?" jelas Anggie begitu santai. "Oke. Jadi gini, tadi malem aku ngimpi dililit ular dari kaki sampai ke leher. Kenapa coba?" tanya Yoan pada Anggie. "Oh .. Itu sih, kamu bakal ketemu jodoh. Bisa -bisa kamu bakal nikah dalam waktu dekat," jelas Anggie lagi. Uhuk ... Yoan spontan terbatuk. "What?! Nikah muda! OMG ... Gak mungkin dong Anggie? Kamu tahu kan, aku masih jomblo nih. Lagi pula lagi gak pengen ngurus yang namanya pacaran apalagi bucin," jelas Yoan yang masih saja tidak percaya. "Ya udah kalau gak percaya," ucap Anggie tak peduli. Anggie hanya membaca apa yang ada di primbon. Memang belum tentu seratus persen bisa dipercaya. Tapi, jangan diabaikan juga. *** "Hih ... Kenapa muka Pak Ridho terus ada diotak Yoan sih. Dosen killer yang punya sisi lain, senyumnya manis dan memiliki lesung pipi. Eitss ... Enggak mungkin. Yoan harus benci sama tuh dosen, udah dua kali Yoan telat dan tidak boleh masuk kelas lagi untuk belajar. Gimana mahasiswinya mau maju kalau dosennya nyebelin kayak gitu!" Yoan masih saja mengumpat. Tok ... Tok ... Tok ... "Yoan sayang ..." panggil Nuri, Mama Yoan. "Iya Ma. Masuk aja, gak dikunci," jawab Yoan dari dalam kamar. Nuri tersenyum lebar dan duduk ditepi ranjang. "Kita ke rumah Kakek yuk?" ajak Nuri. "Ke rumah Kakek? Mau ngapain? Minggu depan juga kita ke sana," jawab Yoan merasa malas sekali. "Kamu lupa? Kakek mau kasih kejutan buat ulang tahun kamu. Nah, kejutan itu dikasih besok malam. Sore ini kita harus segera berangkat dan langsung istirahat," jelas Nuri pada Yoan. "Kakek mau ngasih apa sih?" tanya Yoan penasaran. "Mama juga gak tahu. Sekarang kamu siap -siap ya. Mama dan Papa, nunggu di bawah," ucap Nuri lalu berdiri dan keluar dari kamar Yoan. Yoan terpaksa mengambil koper dan mengisi beberapa pakaian dengan asal ke dalam koper. Rasanya malas sekali. "Gimana Ma? Yoan udah siap?" tanya Hugo, Papa Yoan. "Udah Pa. Lagi siap -siap. Dia gak tahu kalua bakal dinikahin besok," ucap Nuri terkekeh. Yoan sudah menggeret kopernya menuju lantai bawah dan berjalan menuju teras. Mama dan Papanya sedang memasukkan beberapa koper dan barang bawaan lainnya. "Banyak amat bawaannya?" tanya Yoan bingung. "Ehm ... Ini ada beberapa barang yang udah gak kepake dirumah. Jadi, mau Mama kasih buat orang kampung aja," jawab Nuri santai. "Oh ..." Yoan, Nuri dan Hugo sudah berada di dalam mobil menuju Kampung sang Kakek.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN