Kini Oren telah mendapatkan namanya sendiri. Sesuatu yang berharga yang diberikan oleh Ahmad Rida untuknya. Nama barunya sekarang adalah Rimpu! Ia terlihat sangat senang dengan nama itu. Dan telah resmi, bahwa sekarang Rimpu merupakan kucing peliharaan dari Ahmad Rida. Hari itu, seharian Rimpu bercengkrama dan bermain bersama Ahmad Rida.
"Aku senang bisa memeliharamu, Rimpu...!" kata Ahmad Rida.
Setelah puas bermain dengan Rida, Rimpu pun kemudian mencoba beranjak dari sana. Ia ingin kembali menjelajah kampung Batu Kunawa. Rimpu senang sekarang karena ia telah memiliki tujuan untuk pulang, yakni rumah Rida.
"Aku akan pulang kemari." Kata Rimpu menatap Rida.
"Hey, mau kemana? Apa kau mau jalan keluar kucing kecil? Baiklah! Tapi kalau lapar ... pulang lah, Rimpu." Kata Rida yang melihat Rimpu beranjak keluar dari rumahnya. Rida lalu kembali masuk ke dalam kamarnya.
Rimpu berjalan-jalan, menyusuri kembali Batu Kunawa namun hanya di sekitaran g**g Delapan saja. Dia belum berani berjalan memasuki jembatan kecil dekat sungai—pintu masuk menuju g**g Tujuh. Rimpu juga tidak berani untuk berkeliling lebih jauh sampai ke g**g Sembilan di selatan dan g**g Enam di utara kampung. Mengingat mentalitas Rimpu masih sebagai kucing kecil yang belum terlalu berani untuk menjelajah terlalu jauh.
Sesekali Rimpu berjumpa dengan satu dan dua ekor kucing namun untunglah—kucing-kucing yang ia temui adalah kucing baik dan bukan kucing yang agresif atau invasif. Rimpu ingin sekali bertemu lagi dengan kucing betina belang tiga kharismatik yang kemarin membantunya. Betina yang dia sudah anggap sebagai induknya sendiri. Hari ini Rimpu kembali ingin mencarinya.
Tanpa disangka Rimpu berjumpa kembali dengan Milka dijalan. Kucing betina muda yang seusia dengan Rimpu yang kemarin dia temui di dekat sungai di belakang kampung. "Hey...! Apa kau mengenaliku?" tanya Milka.
"Dari bau, tentu saja! Aku pernah mengendusmu." Jawab Rimpu.
"Maksudku namaku, bodoh!" Milka terlihat kesal.
"Itu ... aku juga ingat. Milka, kan?"
"Hey! Bagus kau mengingatnya." Milka nampak senang.
"Jangan panggil hey—hey, aku sekarang punya nama!" tegas Rimpu.
"Benarkah? Siapa namamu?"
"RIMPU! Ini adalah nama berharga yang kudapatkan dari tuan Rida".
"Jadi, kau sudah ke rumah itu ya! Kau sangat beruntung karena tuan Rida memeliharamu."
"Apa kau tidak memiliki owner?" tanya Rimpu.
"Tentu saja ada, enak saja! Nama ownerku Mbak Rini! Kami tinggal di perbatasan antara g**g Delapan dan g**g Sembilan ini." Jawab Milka ketus.
"Oh iya, Milka! Apa kau bisa membantuku? Menemaniku untuk jalan-jalan keliling Batu Kunawa ini." Ajak Rimpu.
"Apa kau tidak bisa berkeliling sendiri?" Milka sedikit malu dan tersipu dengan ajakan itu.
"Akan lebih mudah jika ditemani oleh kucing yang memang lahir disini dan tahu seluk beluk kampung ini." Jawab Rimpu, "ada seekor kucing yang sedang kucari, kucing yang membantuku kemarin."
"Kau cari saja sendiri. Aku mau pulang dan makan." Jawab Milka yang lalu bergegas beranjak dari hadapan Rimpu.
"Betina yang aneh." Gumam Rimpu heran.
Rimpu kembali melanjutkan observasinya keliling Batu Kunawa. Semoga bisa bertemu lagi dengan kucing betina belang tiga itu, pikirnya. Rimpu sangat berharap bisa bejumpa lagi dengan kucing itu. Rimpu pun berjalan cukup jauh, sudah hampir ujung kawasan g**g Delapan, dengan kata lain ia telah mulai memasuki kawasan g**g Enam.
Terdengar dari jauh, gemuruh dan bising meongan serta eraman kucing. Tidak salah lagi, itu adalah bunyi dari dua ekor kucing yang sedang berseteru. Tak berselang lama, Rimpu dikagetkan dengan dua ekor kucing yang saling berkejaran, berlarian dengan sangat cepat menuju tepat ke arahnya. Rimpu sangat panik dan refleks langsung lari menghindar. Rimpu masuk kebawah sebuah gerobak kayu yang ada di sekitar situ dan bersembunyi di dekat ban dibawah gerobak tersebut!
Dua ekor kucing yang sedang berseteru itu malah berhenti dan saling beradu kepala tepat di depan gerobak tempat dimana Rimpu bersembunyi. Tentu saja Rimpu teramat panik!
Kedua kucing yang sedang bertarung itu sama-sama mematung! Keduanya saling memiringkan kepala mereka, menatap satu sama lain. Mereka saling mengintimidasi dengan meongan dan eraman atau roar level menengah namun resonansi suara keduanya masih cukup nyaring merambat ke seluruh udara disana.
"Sial...! Kenapa aku malah bersembunyi. Aku ternyata masih lemah." Gumam Rimpu meratapi ketidak-berdayaan dirinya. Walaupun masih terbilang kucing kecil tapi harga dirinya sebagai seekor kucing jantan cukup besar.
"Kenapa aku harus berada dalam situasi seperti ini?! Sungguh tidak menyenangkan." Celetuk Rimpu sembari matanya menatap fokus pada dua ekor kucing yang sedang bersitegang di hadapannya sekarang.
Sebenarnya di dalam hatinya, Rimpu ingin menjadi kucing yang kuat dan tidak lemah! Dia sangat ingin menjadi kucing yang mandiri dan dapat diandalkan. Baginya sudah cukup jika ia bisa mengandalkan dirinya sendiri dalam segala hal. Inilah wujud harga diri dan prinsip yang dimiliki oleh Rimpu sebagai seekor kucing sejak ia dilahirkan.
Entah darimana sikap dan prinsipnya tersebut berasal. Mungkin ia mewarisi sifatnya itu dari sang induk atau dari sang ayah kandung. Biasanya kucing memang mewarisi sifat salah satu orangtuanya.
"Berani sekali kau mendekat ke wilayah teritoriku dan coba untuk melapisinya lagi dengan urine-mu!" gertak kucing bercorak putih dengan sedikit abu-abu dan berekor pendek.
"Aku tidak takut! Aku akan terus memperluas teritoriku sampai sebagian batas wilayah di g**g Enam ini. Ini adalah satu-satunya wilayah yang masih potensial dan memiliki lumayan titik spot makanan." Sahut kucing putih dengan sedikit corak kuning dan berekor panjang.
"Berani sekali kau!!!"
"Aku tidak akan menyerah...! Kau sendiri menyadari tidak banyak wilayah tersisa di g**g Enam ini dikarenakan cakupan kekuasaan para balam raja yang sangat berpengaruh dan merugikan bagi sebagian kucing garong disini."
Rimpu yang masih dalam keadaan sedikit panik dan sangat waspada itu mendengar dengan jelas apa yang kedua kucing itu bicarakan.
"Hah ... tentu saja aku mengetahui krisis para kucing garong sekarang ini! Unyis X benar-benar tidak bisa menekan pengaruh para balam raja itu. Tidak ada yang bisa diharapkan." Sahut kucing yang satunya.
"Apa yang sedang mereka bicarakan?!" gumam Rimpu.
"Maka dari itu aku tidak akan menyerahkan kawasan ini! Akan kulawan kau sekarang atau tidak selamanya." Kata kucing putih kuning, coba mengeong dengan lebih keras.
Seketika atmosfir di sekitar area itu mulai berubah! Rimpu dengan jelas dapat merasakannya. "Ini ...." gumam Rimpu familiar dengan situasi tidak mengenakan tersebut yang mirip seperti yang pernah ia alami sebelumnya saat bertemu dengan Hatim dan komplotannya tempo hari.
"Perasaan berat ini lagi. Apa-apaan ini?!" kata Rimpu heran, digelayuti rasa takut yang datang entah darimana. Rimpu benar-benar tidak memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi di area itu. Hawanya benar-benar menekannya.
"KOAL!!! Aku akan benar-benar membuatmu jera!" teriak si kucing putih hitam.
"Aku tidak takut bertarung denganmu, YAGI!!!" sahut Koal juga mengeong. Tiba-tiba keluar semacam listrik statis menjalar keluar dari ekor kucing bernama Koal.
Si Yagi pun mulai mengeram sampai-sampai membuat tanah dan aspal di sekitaran jalan itu terkoyak hebat. Rimpu terbelalak melihat pemandangan yang terbentang dihadapannya. Kekacauan seperti ini tidak pernah dia lihat sebelumnya seumur hidupnya.
Sambil mengeong keras Yagi menyerang, memukul mundur Koal dengan cengkraman cakarnya sampai-sampai menyeret tubuh Koal ke pagar sebuah bangunan TK paud di sekitar sana. Listrik-listrik dari ekor Koal mual terpencar tak tentu arah.
Sebuah bangunan TK paud di g**g Enam yang tepat berada di samping pertarungan kedua kucing itu mulai porak-poranda. Semua pagarnya yang terbuat dari kayu dan semen itu pun seketika hancur lebur beterbangan. Pertarungan kedua kucing itu berlangsung cukup lama sampai memiringkan sebuah tiang listrik di samping warung lontong balap di depan g**g Delapan dengan kemiringan 80 derajat dikarenakan terkena hantaman tubuh dari mereka berdua.
Yagi memojokan Koal, terlihat jelas bahwa Yagi jauh lebih unggul. Nafas dan gerak Koal sudah mulai terengah namun ia tetap menyerang Yagi dengan kecepatannya. Jalan-jalan aspal mulai terkoyak akibat langkah lari si Koal yang terbilang cepat. Ia melayangkan serangan cakar kanannya dan mengenai pelipis serta hidung dari Yagi. "s**l!!!" teriak Yagi.
Rimpu menyaksikan semua itu, jalan-jalan di sekitar ia lihat menjadi rusak parah dan terkoyak. Saat pertarungan itu berlangsung pun Rimpu dapat merasakan gerobak kayu diatasnya bergerak dan bergetar dengan hebat.
Yagi dan Koal masih sama-sama belum menyerah satu sama lain. Tidak ada yang mau mengalah atau lari tanda menyerah. Satu-satunya hal yang akhirnya melerai perkelahian keduanya adalah tampolan seorang manusia yang memukul kepala Yagi dengan sendal jepitnya. Yagi terperanjat kemudian lari kocar kacir sementara Koal lari ke arah sebaliknya. Pertarungan itu pun kemudian berakhir!
Saat Rimpu sadar, ia tiba-tiba mengetahui tidak ada yang berubah dari lingkungan di sekitarnya. Pagar-pagar di TK paud itu masih utuh berdiri kokoh, tidak ada satupun yang rusak atau hancur sebagaimana yang dilihat oleh Rimpu tadi saat pertarungan. Jalan-jalan aspal juga masih solid, tidak hancur dan tiang listrik di samping warung lontong balap itu pun juga masih berdiri tegak dan tidak miring.
"Apa yang sebenarnya tadi terjadi?!" tanya Rimpu benar-benar tidak bisa memahami apa yang barusan dia lihat. "Perasaan tadi semuanya hancur akibat perkelahian itu."
Ini baru pertama kalinya sejak dua bulan lebih ia dilahirkan, Rimpu melihat secara langsung bagaimana pertarungan antar kucing.
"Sepertinya sudah aman." Rimpu pelan-pelan keluar dari bawah gerobak tempat ia tadi bersembunyi namun tetap memasang telinganya pada mode kewaspadaan yang tinggi.
"Huh, hampir saja! Aku bisa terbunuh jika tadi tidak bersembunyi." Gumamnya.
Rimpu merasakan perutnya sudah mulai keroncongan. Sudah dua jam lebih semenjak dia makan di rumah Rida tadi pagi dan dia telah mencari kucing betina itu kemana-mana namun tak menemukannya. Rimpu jauh lebih mengantuk ketimbang lapar. Dia lebih ingin mencari tempat santai untuk istirahat terlebih dahulu sebelum pulang untuk makan.
Rimpu beranjak pergi, kembali berjalan masuk ke dalam g**g Delapan. Rimpu tidak ingin meneruskan penjelajahannya ke g**g Enam lebih lanjut yang menurutnya sudah teramat jauh dan kurang aman, berbahaya bagi kucing kecil sepertinya. Setidaknya itu menurut insting dan intuisi penilaiannya.
Rimpu mencari suatu tempat yang nyaman, tempat agar dia bisa berbaring dan rebahan. Sudah menjadi kebiasaan dan sifat alamiah bagi kucing bahwa secara naturenya, hewan dari keluarga Felidae terutama Felis Catus ini dikenal suka tidur. Sekitar 70% masa hidup kucing memang dihabiskan hanya untuk tidur dan malas-malasan.
Rimpu pun lalu tidur terlelap di sebuah teras rumah seorang warga di dekat situ. Sementara itu, dari atas atap terlihat seekor kucing betina belang tiga memperhatikan Rimpu yang sedang nyenyak terlelap dibawah. Ya! Dia adalah kucing betina yang kemarin membantu Rimpu.
Kucing yang sedang Rimpu cari saat ini!
Waktu berlalu ... sudah sekitar tiga jam lebih Rimpu tertidur, dia pun akhirnya bangun dan berniat pulang ke rumah barunya yakni tempat tinggal Rida karena perutnya sudah sangat lapar.
Rimpu lantas pulang dan berjalan masuk kerumah Rida namun tidak ia dapati siapapun disana, bahkan Rimpu tidak melihat ada Rida dirumah itu. Disana Rimpu melihat semangkok makanan yang telah disiapkan oleh Rida untuknya!
"Untung saja tidak ada garong atau kucing lain yang lewat." Katanya lega. Rimpu lantas melahap makanan dalam mangkok tersebut dengan lahap. Dalam pikiran Rimpu, dia masih memikirkan bahwa hari ini ia sedih tidak bisa menemukan kucing betina yang telah dianggapnya sebagai induknya tersebut. Rimpu sedikit kecewa.
Tetapi tiba-tiba, ada suara langkah kaki seseorang memasuki rumah. Dari suaranya Rimpu kenal siapa, dia adalah Ahmad Rida yang baru saja datang sambil menenteng tas ransel di bahunya. "Assalamualaikum!" Rida memberi salam saat memasuki rumahnya.
"Eh, kau sudah datang, Rimpu?" sapa Rida sambil mengelus kepala Rimpu dengan hangat.
"Maaf, aku baru pulang dari kuliah. Sehabis pulang kerja aku cepat-cepat pulang."
Rida sekarang merupakan seorang mahasiswa akhir program S1 dari UIN yang mengambil jurusan aqidah filsafat di fakultas ushuluddin dan humaniora sembari dia juga bekerja part time atau paruh waktu untuk mencukupi biaya kehidupannya sehari-hari.
Rida adalah seorang yatim sejak lahir tetapi ia sangat mandiri. Ibunya meninggal sesaat selepas melahirkannya. Sejak SMP, Rida telah terbiasa hidup sendiri dan berpisah dari sang ayah yang sekarang tinggal di kampung halaman untuk bertani getah karet.
"Kau baik-baik saja kan disini? Apa kau baru makan makanan yang telah kusiapkan sejak tadi siang?" tanya Rida pada Rimpu. Rida adalah tipe manusia yang senang mengajak bicara seekor kucing. Hal itu biasa ia lakukan ketika di jalan dan bertemu seekor kucing. Rida memang nampak amat penyayang.
"Kenapa Unyis belum datang juga ya." Kata Rida yang sontak mengagetkan Rimpu.
"Unyis? Jadi, ini rumah Unyis?" gumam Rimpu yang baru menyadarinya. "Tunggu dulu! Apa ini tempat tinggal Unyis yang terkenal itu?" akhirnya Rimpu mulai menyadari hal tersebut.
Rimpu sangat terkejut, dia baru mengingatnya. Kata-kata Milka dan si Igus tempo hari terkait rumah ini. Ternyata rumah Rida adalah tempat tinggal dari para Unyis yang terkenal di kampung ini.
Rimpu akhirnya ingat para kucing disini sering menyebut "Unyis Rida" namun ia belum pernah melihat sosok Unyis itu di rumah Rida. Rimpu bertanya-tanya seperti apa sebenarnya sosok Unyis tersebut. Kebetulan Rimpu belum pernah berjumpa dengan yang namanya Unyis karena ia baru satu hari ini saja tinggal di rumah Ahmad Rida.