Meongan Dan Warpzone

2339 Kata
"Kamu mau jalan-jalan menyusuri genteng-genteng atap di Batu Kunawa ini bersama ibu?" ajak Unyis X. "Sambil menunggu tuan Rida menyiapkan makan pagi untuk kita." "Tentu Ibu!" jawab Rimpu senang. "Oh ya, Ibu! Bisa jelaskan lebih rinci tentang meongan?" tanya Rimpu tiba-tiba ingin tahu. "Kebetulan aku belum terlalu paham tentang masalah itu ibu. Tolong jelaskan lebih detail." Rimpu sangat ingin mengetahui lebih lanjut tentang roar atau meongan sebagai seekor kucing yang memang sedang dalam tahap perkembangan dan pertumbuhan. Rimpu memaklumi jika ia masih belum terlalu paham terkait hal ini. "Ibu kan pernah memberitahuku bahwa aku tipe kucing langka karena meonganku masih belum keluar kan. Kira-kira di usia berapa aku akan bisa menguasai dan mendapatkan meonganku sendiri?" tanya Rimpu kepada Unyis X sembari mereka jalan-jalan berdua menyusuri atap-atap genteng rumah warga di Batu Kunawa. "Walaupun aku tipe langka yang terlambat mendapatkan meongan, aku tetap tidak bisa sabar untuk bisa segera mempelajarinya ibu." Kata Rimpu dengan nada bersemangat. Mendengar itu Unyis X hanya terdiam sambil berjalan disamping Rimpu. Tanpa mengeluarkan sepatah pun kata-kata atau menjawab pertanyaan Rimpu. Raut wajah Unyis X pun terlihat agak sedih sekarang. Dia tidak tahu bagaimana cara mengatakannya. Dia tidak bisa menyampaikan yang sebenarnya pada Rimpu. "Bagaimana ibu?!" tanya Rimpu kembali. "Begini nak! Meongan adalah sesuatu yang penting yang dimiliki oleh seekor kucing." Unyis X mulai bicara. "Meongan amat berguna sebagai penanda sikap dan ketegasan seekor kucing. Meongannya adalah ekspresi perasaannya. Ketika seekor kucing ingin menyatakan sikap, ingin membela diri, ingin menyerang, ingin mengintimidasi kucing lain atau sedang mempertahankan diri mereka, meongan adalah cara kita mengekspresikan itu semua." Unyis X menatap Rimpu yang sedang mendengarkan dengan polosnya. "Aku tidak ingin seperti Igus atau Arnot yang tidak mengasah hal itu sejak mereka muda. Berkah semacam ini sangat sayang jika tidak kita gunakan. Benar kan, ibu?" tanya Rimpu. "Saat umurku sudah siap, aku akan mengasahnya!" kata Rimpu kembali penuh semangat. "Jelaskan lebih detail lagi ibu, aku ingin mengetahui dan belajar lebih banyak mengenai meongan ini." "Semakin kuat dan berkualitas meongan seekor kucing—maka ia bisa dengan mudah menekan meongan dari kucing lain. Dan ketika itu—meongannya mampu mengintimidasi lawan yang lebih lemah dan akan melemahkan lawannya baik secara mental maupun fisik. Dalam pertarungan antar kucing, meongan bahkan dibutuhkan untuk mengaktifkan warpzone." Jawab Unyis X seraya terus menatap ke depan. "Warpzone?! Apa itu ibunda? Aku juga sejak lama ingin menanyakan itu pada ibu." Rimpu belum mengetahui apapun terkait warpzone tersebut. "Alam pikiran dan dimensi transendensial dari kucing." Jawab Unyis X. "Warpzone merupakan dimensi konseptual dimana kita para kucing mampu mengsubtitusikan diri kita secara penuh di dalamnya." "Apa semua kucing bisa mengaktifkannya?" Rimpu semakin penasaran. "Semua kucing baik muda maupun tua, jantan maupun betina, semua pada akhirnya pasti akan bisa menguasai dan mengaktifkan warpzone, asalkan ia punya meongan." Tegas Unyis X menjelaskan dengan raut wajah datar. "Pantas saja ibu ... kemarin dalam pertarungan antar dua kucing yang kulihat, aku seakan melihat sesuatu yang aneh. Perkelahian mereka seakan sangat merusak dan destruktif terhadap lingkungan sekitar. Tetapi setelah pertarungan itu berakhir, seperti tidak ada yang terjadi pada lingkungan itu." Jelas Rimpu menceritakan kembali pertarungan Yagi dan Koal yang dilihatnya beberapa hari yang lalu. "Warpzone merupakan dimensional yang terpisah ruang dan waktu dari dimensi utama. Warpzone menciptakan replikasi dan tiruan sempurna dari dunia nyata." Papar Unyis X kembali. "Warpzone adalah wujud dari alam pikiran abstrak tanpa bentuk yang kemudian melebar dan bertumpang tindih dengan dimensi aslinya yaitu alam materi ini yang disebut Alam Nasut, sehingga apa yang terjadi dalam warpzone, tidak akan mempengaruhi dunia nyata." "Jadi, perasaan dan atmosfir aneh yang kurasakan saat bertemu Hatim kemarin itu juga merupakan warpzone?" tanya Rimpu. "Benar nak," jawab Unyis X singkat. "Ada empat tingkatan alam yakni Alam Nasut, alam materi yang manusia tempati ini. Alam Jabarut yang tidak nampak bagi manusia, lalu Alam Malakut sebagai alam yang jauh lebih tinggi, hanya makhluk dengan spiritualitas murni yang mampu menjamahnya dan terakhir Alam Lahut, alam yang benar-benar tak terjamah oleh siapapun. Nah, dimensi warpzone adalah sebuah lengkungan atau lipatan dimensi yang berada diantara perbatasan Alam Nasut dan Alam Jabarut. Kita para kucing yang mampu mengaksesnya dan memanfaatkannya." "Wow...!" Decak Rimpu. "Itu terdengar hebat. Aku sudah tidak sabar untuk bisa mendapatkan meonganku ibu." Mendengar itu ekspesi Unyis X semakin nampak sedih. Ia tidak tega untuk jujur dan mengutarakan hal yang sebenarnya. Bahwa Rimpu ... bisa saja kemungkinan besar terlahir tanpa meongan. Sesuatu yang sebenarnya mustahil dan belum pernah terjadi sebelumnya. "Hey, lihat! Itu para kucing Pak Salman." Kata Rimpu sembari menengok kebawah. "Kalian semua!!" teriak Rimpu menyapa kucing Pak Salman yang berada dibawah. "Oh, ternyata kau, Oren!" jawab salah satu kucing Pak Salman sambil menengadah keatas. "Aku kenal mereka. Boleh aku turun kesana sebentar ibu?" tanya Rimpu. "Tidak masalah nak," jawab Unyis X. Rimpu kemudian turun secara perlahan diantara tumpukan jerigen air, sebuah tong dan tumpukan kertas bekas. "Apa kabar kalian? Bul, paman Kicak, dan Utam." Tanya Rimpu. "Baik! Kau sendiri bagaimana Oren?" sahut Utam, seekor kucing gempal berwarna dominan hitam abu dengan sedikit putih dan berekor pendek. "Panggil aku Rimpu sekarang. Itu namaku!" "Oh, jadi itu namamu sekarang yang diberikan oleh tuan Rida?!" sahut Kicak. Kucing berwarna full oren berekor sedang. "Kau beruntung loh Rimpu, bisa jadi peliharaan Rida." Tambah si Bul, Kucing gempal hitam putih berekor sedang. "Pak Salman kan juga sangat baik terhadap kucing." Sahut Rimpu. "Kau benar! Beliau sangat baik, tetapi kami semua di kampung ini sangat menyukai tuan Rida. Suatu keberuntungan kau bisa menjadi kucing peliharaannya." Jawab Utam. "Benar, aku pun merasa beruntung." Kata Rimpu. "Tuan Rida adalah orang yang sangat dicintai oleh semua kucing di Batu Kunawa ini." "Kami ikut senang untukmu. Kami sangat sedih saat kau biasa tidur di luar teras rumah kami saat itu karena istri Pak Salman tidak ingin menambah kucing lagi." Kata Kicak. "Rim ... ayo!" panggil Unyis X dari atas. "Pagi nyonya Unyis!" sapa si Bul. "Bagaimana kabar kalian semua?" tanya Unyis X. "Kami semua baik! Bagaimana juga kabar anda?" tanya Kicak. "Aku juga baik-baik saja." Unyis X menyapa ramah. "Baguslah nyonya. Kami bersyukur Rimpu berada dalam pengawasan anda." Kata Kicak. "Karena ... anda pasti sudah tahu sendiri kan, nyonya Unyis!" Kicak memblok telepatinya pada yang lain dan bicara melalui jalur private terbatas hanya pada Unyis X. "Iya. Aku sudah mengetahui kondisi Rimpu." Jawab Unyis X yang mengerti bahwa apa yang dimaksud Kicak adalah terkait meongan yang tidak dimiliki oleh Rimpu. "Aku meresahkan anak itu sejak pertama kali dia datang ke kampung ini. Sekarang kami bisa lega dia telah bersama anda nyonya Unyis." Kata Kicak. "Ya, Rimpu sekarang adalah anakku. Dia sekarang merupakan tanggung jawabku." Balas Unyis X. "Syukurlah nyonya. Kami ikut senang." "Daah ... sampai nanti!" Rimpu kemudian pamit pada ketiga kucing Pak Salman tersebut dan kembali naik ke atap menghampiri Unyis X. "Sampai nanti Rimpu!" ucap Bul dan Utam. "Jaga dirimu Rim!" tambah Kicak. "Kami pamit dulu, ya." Sahut Unyis X. "Terima kasih paman. Daaah...!" Rimpu dan Unyis X kembali melanjutkan jalan-jalan santai mereka di atap. "Lihatlah nak! Matahari pagi akan segera menyingsing dan pancarannya akan memudarkan gelapnya malam yang pekat." Gumam Unyis X seraya menatap ke arah timur tempat matahari akan segera terbit dengan gagah. Mereka menikmati Sunrise bersama-bersama. "Ini ... indah Ibunda." Gumam Rimpu menatap sunrise. "Ingatlah Rim, bahwa sama seperti cahaya matahari yang indah ini. Adakalanya kegelapan akan tersinari oleh terangnya harapan. Jangan pernah menyerah dan putus asa." Unyis X menatap dalam ke mata Rimpu. "Tentu Ibunda!" Rimpu mengangguk dan kembali menatap matahari yang telah terbit dengan sempurna mengintip dari ujung cakrawala. Menerangi setiap tempat di alam raya dan memperjelas pemandangan indah nan luar biasa dari kampung Batu Kunawa. "Eh, itu kan ...." gumam Rimpu menengok kebawah, dia mengenali seekor kucing lagi yang berada dibawah sana sedang bersama induknya. "Kucing itu adalah Milka dan induknya, Ute. Dulu Ute memiliki 4 ekor anak namun sekarang hanya tersisa Milka seorang. Apa kau sudah mengenalnya?" tanya Unyis X. "Aku mengenalinya ibu. Kami pernah bertemu beberapa kali. Boleh aku bermain dengannya?" "Tapi sebentar lagi Rida akan berangkat kuliah dan dia pasti telah menyiapkan makan pagi untuk kita Rim." "Sebentaaar saja ibu. Kalau aku terlambat datang, ibu bisa makan duluan." Kata Rimpu memohon. Ada apa dengan anak ini? Pikir Unyis X. Di usianya yang sekarang, apa dia sudah mulai tertarik dengan betina? Unyis X memikirkan itu sembari tersenyum dalam benaknya. "Baiklah! Ibu akan pulang duluan. Nanti ibu akan memanggilmu lewat telepati jarak jauh kalau makanan sudah disiapkan oleh tuan Rida. Paham?" kata Unyis X yang memang bisa melakukan telepati jarak jauh. Ia hanya perlu menemukan frekwensi yang ingin dituju. Radius dari seberapa jauh telepati bisa dilakukan berbeda antar setiap kucing. Tergantung kualitas dan bakat dari kucing itu sendiri. "Terima kasih ibu." Kata Rimpu seraya menuruni atap menghampiri Milka dan induknya dibawah, sementara Unyis X pulang ke rumah Rida lebih dulu. "Pagi! Milka," sapa Rimpu. "Ahh, jadi kau, Bocah pengecut." Milka menoleh. "Hey, aku bukan kucing pengecut." Sahut Rimpu. "Pagi juga bibi Ute. Namaku Rimpu!" sapanya "Oh, jadi kau, anak kucing itu, yang sekarang tinggal di rumah Rida bersama Unyis X?" sahut Ute. "Kau anak kucing yang beruntung Rimpu!" "Benar, aku juga ingin andai bisa jadi anak dari Unyis X dan tinggal disana bersama Ahmad Rida." Timpal Milka. "Unyis X pasti lebih bisa tegas dengan betina yang tidak disiplin sepertimu." Sahut Ute meledek anaknya. "Tingkahmu membuat ibu pusing setiap hari." Rimpu tersenyum dan gelak tertawa mendengarnya. "Memangnya Milka kenapa bi?" tanyanya. "Dia anak yang susah diatur, Rimpu." Jawab Ute."Di usia yang masih muda seperti ini, dia selalu saja suka keluar pada malam hari atau tengah malam. Dan selalu membuat induknya ini khawatir." Ute nampak agak kesal. "Kau harus lebih mentaati ibumu, Milka." Suruh Rimpu. "Tuh, dengar apa kata Rimpu. Dia ini memang betina yang bebal Rim. Padahal sudah dilarang berkali-kali tetap saja dia tidak pernah mau mendengarkan." "Diam kau Rimpu!" bentak Milka, "apa salahnya ibu? Lagipula aku jam segitu susah tidur dan kampung ini juga aman-aman saja. Banyak garong dan kucing lain yang berkeliaran, beroperasi dan berjaga di kampung ini pada malam hari." Ketus Milka. "Dan kau akan menjadi garong betina seperti mereka." Ledek Ute, seketika Ute dan Rimpu tertawa lepas bersama meledek Milka. "Kalian jangan meledekku. Aku adalah kucing yang berjiwa bebas. Kelak aku akan keluar merantau dari kampung Batu Kunawa ini, lihat saja nanti!" ketus Milka dengan nada optimistis. "Itu bagus. Kau punya mimpi dan prinsipmu sendiri." Sahut Rimpu. "Diamlah!" jawab Milka agak marah dan sedikit malu. "Merantau sehari paling nanti balik lagi." Ledek Ute. Rimpu kembali tertawa mendengarnya. Rimpu sangat mengerti bahwa kekhawatiran Ute adalah kekhawatiran seorang induk yang sangat sayang terhadap anak semata wayangnya. Ia bisa merasakan betapa Ute menyayangi Milka, terlihat dari tatapan mata Ute. "Ibuuu..! Ibu membuatku malu di hadapan jantan pengecut ini." Kata Milka tersipu. "Hey! Aku bukan pengecut." Sahut Rimpu cemberut. "Lalu kemarin apa? Saat kau terdesak oleh Hatim di dekat jembatan itu." Ledek Milka. Rimpu semakin cemberut. "Itu karena aku belum mendapatkan meonganku saja!" Milka nampak bingung dengan ucapan Rimpu tersebut. "Milk, jangan tidak sopan begitu dengan Rimpu." Tegur Ute. "Lagipula, dia adalah calon Unyis Rida. Ibu harap kelak dia adalah salah satu kontestan di debut musim kawinmu yang pertama." Ute tertawa, terus saja meledek dan menggoda Milka secara berbisik. "Siapa yang mau dengan jantan sepertinya." Jawab Milka kembali ketus. "Tapi dia anak kucing yang lumayan tampan, iya kan?" tak henti-henti Ute meledek Milka. "Apa yang kalian bicarakan?" tanya Rimpu heran. "Ahh tidak apa-apa Rimpu," jawab Ute. "Milka, ibu mau pergi dulu sebentar ya, ada urusan. Tidak apa-apa kan?" "Tentu saja ibu, aku bukan anak manja ibu lagi." "Kalian berdua bermainlah. Aku mau mencari makanan di g**g Sembilan. Biasanya pagi-pagi seperti ini banyak tergeletak piring makanan di kos-kosan itu." Kata Ute lalu kemudian pamit beranjak pergi meninggalkan Milka dan Rimpu. "Apa yang kau maksud kau belum memiliki meongan?" tanya Milka pada Rimpu. "Apa kau sudah memilikinya? Di usiamu yang sekarang ini?" tanya Rimpu. "Kau ini bicara apa? Tentu saja aku sudah menguasainya walaupun masih tahap dasar dan sekedar meongan ringan." "Kau ternyata hebat juga! Mendapatkan meongan di usiamu yang sekarang. Mungkin aku saja yang agak terlambat." Rimpu tertawa kecil. Dia belum mengetahui kondisi dirinya yang Roarless atau tanpa meongan. "Apa maksudmu?! Dari tadi aku bingung kenapa dirimu sebut kau belum mendapatkannya." Kata Milka heran. "Kita semua memiliki meongan sejak bayi, sejak pertama dilahirkan. Bahkan kata ibu dulu, meonganku saat menangis meminta s**u sangat mengganggunya dan selalu membuat ia terjaga dan sulit tidur." Milka mengerutkan dahi dan memicingkan sebelah matanya. "Hampir mustahil kucing dilahirkan tanpa meongan, Rim." Tegas Milka. "Benarkah begitu?" tanya Rimpu juga semakin bingung. Kenapa Ibu tidak memberitahu perkara penting seperti ini ya? Pikir Rimpu yang sedang mencerna apa yang diketahuinya sekarang. Ia terlihat agak bingung dan sedikit shock. "Kalau begitu aku juga pasti telah memilikinya, iya kan? Hanya saja aku tidak menyadarinya." Kata Rimpu tertawa kecil. Dia berpikir bahwa selama ini ia konyol menganggap bahwa ia belum memiliki meongan padahal itu sudah ada dalam dirinya. "Cobalah, aku ingin melihat seberapa kuat kualitas meonganmu dibanding punyaku." Tantang Milka tersenyum. Milka juga tidak mengetahui bahwa Rimpu merupakan seeekor kucing malang yang terlahir tidak memiliki meongan. "Aku duluan!" kata Milka sembari mengeong. Udara di sekitar mereka mulai bergetar dan Rimpu dapat merasakan getaran meongan Milka yang merambat membelah udara. "Sekarang, lihat ini!" Milka kemudian mengeong dan mengeram agak berat sehingga tercipta sebuah dimensi yang merembes masuk ke dalam dimensi mereka dan menyelimuti mereka. Milka mengaktifkan warpzone walaupun hanya skala kecil dan radiusnya hanya sebesar 1,5 meter persegi. Warpzone Milka menyelimuti mereka berdua. "Ini ... warpzone itu, kan?" gumam Rimpu tercengang. "Sekarang giliranmu. Silahkan kalahkan meonganku dan ciptakan warpzonemu. Aku ingin melihat seberapa besar skalanya." Tantang Milka. "Baiklah!" jawab Rimpu. Aku akan mencobanya. Milka saja bisa, pikir Rimpu yang merasa gugup karena ia belum pernah melakukan itu sebelumnya. Rimpu mulai mengeong walaupun dengan suara yang sama kecilnya dengan meongan Milka namun tidak ada yang terjadi. Milka merasa sangat heran. Dia bahkan tidak bisa merasakan ada getaran atau hawa apapun yang dihasilkan oleh meongan Rimpu. Jangankan untuk mengaktifkan warpzone, untuk membuat udara bergetar saja Rimpu tidak bisa. Meongan Rimpu terasa begitu ringan dan hampa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN