Eps. 4 Saat dia penuh tanda tanya

1942 Kata
Author p.o.v Di kantin kampus, Jesi yang sejak tadi menahan lapar akhirnya bisa makan dengan tenang. Semua dilahapnya dengan begitu nikmat. “Jesi“ Uhukk.... Jesi langsung tersedak akibat ulah seseorang yang tiba – tiba memanggilnya dari arah belakang. “Somplak, kaget gue. Gila lu ye,” dengus Jesi dan langsung meminum air karena tersedak “Ternyata lu disini. Gue nyariin lu dari tadi tauk. Sampek pegel ini kaki keliling – keliling. Dan padahal tadi gue juga habis dari sini, kok bisa gak ketemu ya? Kemana aja sih?” tutur orang itu yang ternyata Naumi sahabat Jesi Naumi yang sudah terengah – engah karna kehabisan nafas-pun langsung main srobot minuman Jesi tanpa ijin. “Gue pingsan,” singkat Jesi dan kembali menyantap makanannya Uhukk.... Sekarang giliran Naumi yang tersedak “Kapan?” “Ya tadi lah masak sekarang,” jawab Jesi enteng “Lu serius?” tanya Naumi setengah tidak percaya “Menurut lu?” “Terus, kenapa lu gak ngasih tahu gue sih?” sungut Naumi pada Jesi “Ya gimana gue mau ngasih tahu lu, Markonah, kan gue pingsan,” tutur Jesi tak kalah tinggi “Oh iya ya,” Naumi yang sadar hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal “Lu pingsan dimana?” “Di luar, arah mau ke kantin” “Siapa yang nolongin?” tanya Naumi lagi “Malaikat berhati iblis” “Maksud lu?” “Ya adalah pokoknya orang tadi,” singkat Jesi malas menjelaskan “Ya adalah pokoknya gimana nih maksud lu? Coba terangkan yang jelas,” pinta Naumi tidak sabar “Berisik lu. Gue makan jadi gak selera,” sungut Jesi kesal “Masalahnya gue kepo bestie. Lu kayak gak kenal gue aja. Bisa semaleman nih entar gue gak bisa tidur kalau lu gak jelasin,” “Hemm, oke deh. Jadi....“ ucapan Jesi tertahan “Jadi gimana?” Naumi segera merapatkan barisan “Jadi kita bahas nanti setelah gue habis makan ya,” terang Jesi dan kembali makan “Kepet lu,” umpat Naumi kesal --- Disisi lain, Haris yang masih penasaran akan tingkah atasannya itu memberanikan diri untuk bertanya “Pak Juan, maaf. Tadi sebenarnya ada apa kok tiba – tiba menanyakan hal seperti itu kepada Nona tadi?” Karena menurut Haris, kalau hanya orang tidak tahu dia sebagai CEO kaya dan terkenal pasti dia biasa saja. Haris tahu betul watak atasannya itu. Dia tidak haus akan pengakuan. Tapi faktanya banyak orang yang mengenalnya. Apalagi ketampanannya yang rupawan. Bak seorang dewa. Hingga wajah Juan seringkali menjadi sampul utama diberbagai majalah dan media cetak lainnya. “Dia calon tunanganku,” singkat Juan santai sambil membenarkan dasi dan jasnya “Hah, yang benar, Pak? Jadi Nona yang bernama, Jeni tadi calon tunangan, Bapak?” tanya Haris lagi makin penasaran Sepertinya Haris tidak hanya seorang asisten, tapi juga emak – emak gang komplek yang selalu kepo akan sesuatu. “JESI NOT JENI,” suara Juan meninggi seketika “Oh ya maaf, Pak. Nona Jesi maksud saya,” ucap Haris mengkoreksi “Jadi kapan tanggal pertunangannya, Bapak?” sambung Haris lagi tidak sabar “Tidak ada tanggal pertunangan” “Maksud, Bapak?” “Saya hanya bilang dia calon tunangan saya, bukan berarti saya mau bertunangan dengannya,” ucap Juan kembali formil Haris yang merasa bingung itu-pun kembali bertanya “Bukankah, Bapak suka padanya?” “Siapa bilang saya suka dengannya?” “Eee tadikan, Bapak sendiri yang bilang....“ “Sudah jangan banyak tanya lagi. Kamu gak perlu ikut campur urusan pribadi saya. Tugasmu saja kerjakan. Sekali lagi kamu bertanya, saya pecat,” potong Juan dengan arogan “Maaf, Pak saya lancang. Baiklah. Mari kita kembali ke kantor, Pak. Sebentar lagi, Bapak ada meeting dengan klien xx,” tutur Haris dengan sopan Daripada dia kehilangan pekerjaannya, Haris memilih untuk diam dan tidak melanjutkan. Karna kalau sampai dia dipecat, musnah sudah keinginan Haris untuk otw jadi orang kaya. Secara gaji dia perbulan itu sangat tinggi. Melebihi perusahaan – perusahaan lainnya. Serta image dia yang sejak dulu dibanggakan keluarganya karna berhasil kerja di perusahaan ternama di Indonesia, serta Asia ini juga akan ikut musnah. Bahkan sekarang Alpha Group menjadi perbincangan hangat di media internasional karna berhasil memasuki pasar dunia. Tidak main – main, Alpha Group menjadi satu – satunya perusahaan Asia yang tembus ke skala Internasional. Tentu itu semua menjadi mungkin berkat tangan dingin sang CEO. Juan Abraham. Bahkan anak cabang perusahaannya-pun sudah dimana – mana. Disisi lainnya, Gerbang utama kampus “Jes, lu yakin gak mau gue antar?” “Yakin, Mi. Gue bisa pulang sendiri kok,” “Tapi kan lu habis pingsan. Badan lu pasti masih lemah. Gue antar aja ya?” pinta Naumi khawatir “Gak perlu. Gue udah baikan kok, Mi. Tuh lihat,” jawab Jesi sambil merentangkan tangan seakan memperlihatkan tubuhnya yang bugar “Tapi gue gak tenang kalau membiarkan lu naik taksi sendirian,” “Ah lebay lu. Gue bilang gak apa – apa, ya gak apa – apa, Mi. Sudahlah gue mau balik. Takut keburu sore. Lagian....“ Ucapan Jesi tertahan karena tiba – tiba ada seseorang yang berjalan menghampiri mereka. Naumi ikut melihat ke arah pandang Jesi “Hemm. Dia lagi. Tuh fans fanatik lu udah datang. Pasti dia denger berita lu pingsan,” sungut Naumi malas “Bisa diem gak lu. Entar orangnya denger,” Belum juga Naumi membalas, pria dengan tinggi sedang itu sudah ada di depan mereka. “Jesi. Aku dengar kamu pingsan? Kamu gak apa- apa kan?” tanya pria yang bernama Adam itu dengan raut wajah cemas “Kan apa gue bilang,” batin Naumi benar Lelaki itu memiliki lesung pipi yang begitu manis. Jika wanita lain yang menerima senyumannya sudah pasti klepek – klepek. Namun sayangnya itu tidak berlaku bagi Jesi. Dia sama sekali tidak tertarik. Meski sudah berulang kali pria itu berusaha untuk mendekati Jesi, namun Jesi selalu menghindar. Bahkan sebelum lelaki itu menyatakan cinta, Jesi sudah terlebih dahulu menekankan kata teman kepada hubungan mereka. Karena sejatinya, dia tipe orang yang sungkan dan tidak tegaan apalagi untuk menolak. “Aku tidak apa – apa kok, Dam. Tadi pagi hanya belum sempat sarapan saja. Makanya sampai pingsan. Tapi sekarang keadaanku sudah baik – baik saja kok,” tutur Jesi tersenyum kikuk “Kamu yakin gak apa – apa? Aku antar pulang saja ya?” tawar Adam dengan baik “Gak usah. Aku yakin gak apa – apa. Beneran deh. Lagian aku sudah pesan taksi kok tadi,” tolak Jesi dengan sopan “Oh gitu. Ya sudah baiklah. Ini aku bawakan roti bakar kesukaanmu. Nanti sampai rumah di makan ya,” ucap Adam seraya menyodorkan satu kotak paper bag kepada Jesi “Eng, gimana ya....“ Jesi masih ragu untuk menerima “Please, jangan nolak, Jes. Tolong diterima ya?” potong Adam cepat. “Oke deh. Makasih ya,” ucap Jesi setelah lama menimbang Akhirnya Jesi menerima juga pemberian dari Adam. Tentu saja karena dia tidak enakan. Namun disisi lain, jauh di belakang ada seorang pria yang menatap ke arah mereka sejak tadi dengan geram. Pria tinggi dan gagah itu menatap tajam, meski sang empunya yang ditatap tidak menyadarinya. Tatapan yang seakan siap membunuh membuat bulu kuduk merinding seketika. “Siapa pria itu?” tanya Juan kepada Haris “Mana saya tahu, Pak,” jawab Haris asal Juan langsung menoleh ke arah Haris dengan tatapan tajam “Maaf, Pak. Saya sungguh tidak tahu,” jawab Haris mengoreksi kalimatnya “Cari tahu jika tidak tahu!” perintah Juan dengan tegas. “Baik, Pak. Nanti akan saya cari tahu,” tutur Haris sigap “Hadeh, nambah kerjaan lagi. Tadi bilangnya tidak suka. Lah ini apa,” batin Haris pasrah Juan akhirnya memilih masuk mobil daripada melihat adegan percakapan mereka yang nampak akrab itu. Mobil Juan masih menunggu antrian keluar khusus mobil, karena di depan masih ada mobil lainnya. Dari dalam mobil adegan Jesi yang masih mengobrol dengan pria itu masih jelas terlihat. Saat Jesi membenarkan rambut panjangnya akibat terpaan angin, dan dengan santainya tersenyum ke arah pria itu, langsung saja kembali menyulut emosi Juan seketika. Tangannya mengepal sangat kuat. Entah apa yang dipikirkan pria dengan gaya maskulin itu. Meski wajahnya nampak kesal, namun ketampanannya masih terlihat sempurna tanpa cacat. Saat mobil Juan akan melewati Jesi dan teman – temannya, dia langsung memberi perintah tanpa aba – aba “Hentikan mobilnya!” titah Juan tiba – tiba Sang sopir yang mendengar perintah atasannya itu, tentu saja langsung berhenti mendadak. “Pak Juan ada apa?” tanya Haris yang duduk di samping pengemudi. “Kamu turun, dan minta Jesi untuk ikut kita. Bilang bahwa kita akan antar dia pulang,” “Tapi bagaimana cara ngomongnya, Pak? kan kita baru bertemu,” tanya Haris makin bingung “Ya kamu pikirkan sendirilah alasannya,” jawab Juan enteng “Tapi kan, Pak....“ Belum sempat Haris bicara, Juan sudah terlebih dahulu memelototinya. “Baik, Pak laksanakan,” jawab Haris pasrah Jesi, Naumi dan Adam yang sejak tadi sibuk mengobrol itupun seketika terdiam, karena melihat mobil Rolls-Royce yang harganya ratusan miliaran itu tiba – tiba berhenti di depan mereka. Mobil dengan warna hitam metalik itu sungguh mewah jika dilihat langsung oleh mata. Belum sempat kekagetan Jesi selesai, dia dibuat kaget lagi tatkala melihat orang di dalamnya keluar. “Orang itu kan yang tadi berada di ruangan VIP,” lirih Jesi pelan “Maksud lu apa Jes?” tanya Naumi tak kalah pelan Belum sempat Jesi menjawab. Haris sudah ada di depan mereka dengan wajah tersenyum “Nona Jesi, maaf sudah mengganggu Nona dan teman – teman,” tutur Haris sopan “Oh tidak apa – apa kok, Pak. Bapak yang tadi menolong saya itukan?” tanya Jesi memastikan “Iya, Non. Maaf tadi belum sempat berkenalan. Nama saya, Haris. Salam kenal ya, Non,” ucap Haris seraya mengulurkan tangan untuk berjabat. Sontak saja Jesi dan teman – temannya menerima jabatan itu sambil memperkenalkan diri. “Kalau boleh tahu ada perlu apa ya, Bapak mencari saya?” tanya Jesi ke intinya “Emm begini. Saya ingin menawarkan Nona Jesi untuk pulang bersama kami. Kebetulan atasan saya juga akan pulang ke arah yang sama,” “Arah yang sama? Tunggu, dia tahu darimana rumahku?” batin Jesi berfikir Belum sempat Jesi membuka mulut, Haris sudah lebih dulu menimpali “Ini sebagai bentuk permintaan maaf karna tadi sudah membuat Nona Jesi pingsan,” “Tidak perlu repot – repot, Pak. Lagian saya pingsan bukan karena atasan Bapak. Tapi karena saya telat sarapan,” tutur Jesi menjelaskan. “Iya, Non. Tapi tetap saja atasan saya jadi tidak enak hati karena pingsannya pas setelah Nona Jesi menubruk tubuh atasan saya,” “Oh itu gak apa – apa kok. Bukan salah dia juga,” “Please, Non. Terimalah tawaran kami untuk mengantar Nona Jesi pulang. Anggap saja ini sebagai bentuk permintaan maaf dan terimakasih, karena tidak memperpanjang masalah tadi,” ucap Haris meyakinkan “Ada apa sih, Jes? Dia siapa?” tanya Naumi yang sedari tadi hanya menonton “Dia siapa, Jesi?” timpal Adam ikut penasaran Belum sempat Jesi menjawab, kaca jendela mobil belakang tiba – tiba terbuka “Huaaa Pangeranku,” seru Naumi menganga Saat wajah Juan terlihat dibalik kaca mobilnya, seketika para wanita yang saat itu berjalan melintas, langsung berhenti dan berseru mengaguminya. Seolah mendapat banyak tatapan dari orang – orang, sontak saja Juan menampilkan smriknya yang dingin berwibawa. Sedikit saja bibir tipisnya terangkat mampu membuat kaum hawa berseru tak karuan. “Gila dia tampan sekali seperti Pangeran,” “Sumpah dia sempurna,” “Mimpi apa aku semalam bisa bertemu dengannya?” Seperti itulah kira – kira bunyi sautan mereka Jesi yang juga tak kalah terpananya juga ikutan tak berkedip. “Ya dia memang tampan,” batin Jesi mengiyakan. TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN