Eps. 3 Mengenal Dia

1347 Kata
Author P.O.V Tok tok tok.... Suara daun pintu membuyarkan lamunan Juan. Ya sedari tadi Juan memang melamun. Entah apa yang dipikirkannya sehingga dia terus menatap wanita yang sedang pingsan itu. “Masuk,” singkat Juan kepada orang yang mengetuk pintu. Juan dengan sigap membenarkan posisi duduknya dan matanya langsung beralih pada layar tabletnya. Seakan – akan dirinya sedang sibuk kerja. Haris asisten Juan berjalan pelan sambil membawa segelas kopi dan teh hangat di kedua tangannya. “Kenapa kamu lama sekali sih? Padahal aku menyuruhmu hanya untuk mendapatkan kopi dan obat saja,” sungut Juan kesal “Maaf, Pak. Saya tadi masih bingung cari tempat orang yang jual obatnya,” terang Haris kemudian dan langsung membungkuk seraya menyodorkan segelas kopi kepadanya. “Ini, Pak kopinya,” ucap Haris dengan sopan “Taruh saja di meja dulu. Kamu sudah beli obatnya?” tanya Juan tidak sabaran “Tidak, Pak. Kata penjaga apotiknya tidak perlu obat untuk orang pingsan. Cukup dihirupkan minyak kayu putih saja ke hidungnya. Jadi saya hanya beli ini, Pak,” terang Haris sambil menunjukkan minyak kayu putih di tangannya. “Ya sudah cepat tangani dia,” titah Juan dengan singkat “Baik, Pak,” jawab Haris patuh. Juan sedikit melirik ke arah Haris yang sedang ingin membantu wanita itu. “Tunggu,” Suara Juan kembali terdengar tatkala tangan Haris berusaha ingin mengambil kepala Jesi agar lebih terangkat. “Ada apa, Pak?” tanya Haris mengernyit “Kamu boleh memberikan minyak kayu putih itu, tapi jangan sentuh dia,” terang Juan dengan tegas “Hah? Tapi gimana caranya, Pak?“ “Jangan membantah. Turuti saja perintahku!” ucap Juan meninggi, dengan wajah masih menatap layar tabletnya. “Eng, baik, Pak” jawab Haris kikuk. Haris langsung membuka tutup minyak kayu putih itu, kemudian sedikit membungkukkan poster tubuhnya, agar wanita itu dapat menghirup aroma minyak kayu putih di hidungnya. “Jangan terlalu dekat!” perintah Juan lagi “Hah? Apanya, Pak?” tanya Haris kembali bingung “Badanmu jangan terlalu dekat dengannya. Menjauh darinya. Biarkan tanganmu saja yang berkerja,” jelas Juan penuh penekanan. “Tapi kan, Pak, bagaimana saya bisa....“ “Jangan membantah!” potong Juan lagi sambil terus menatap laporan keuangan itu. Ini orang benar – benar sulit dimengerti “Baik, Pak,” singkat Haris dan langsung membenarkan poster tubuhnya dengan tegap. Haris yang merasa kebigungan sambil setengah melirik atasannya itu merasa aneh, karena tidak biasanya atasannya bersikap seperti ini. Padahal bosnya itu adalah sosok yang angkuh dan tidak peduli pada sesama. Kenapa yang ini seolah beda. “Apa karna dia wanita ya? Ah rasanya tidak mungkin. Sikap, Pak Juan dari dulu sama saja. Mau dia pria atau wanita, tetap dingin dan cuek. Bahkan cenderung kasar. Para wanita cantik yang selalu mengejar diapun, tetap acuh. Dia tidak peduli seberapa efortnya para wanita itu mencari perhatian padanya. Ah, palingan, Pak Juan sedang bersikap hormat saja karena wanita ini sedang pingsan,” batin Haris meyakinkan dirinya sendiri. “Haduh kapan dia bangun sih? Tanganku sudah pegal sekali karena tidak seimbang. Lagian, Pak Juan ada – ada saja. Disuruh ngobatin tapi syaratnya tidak boleh menyentuh dan mendekat”. lirih Haris sedikit kesal. “Emmphh.... “ Akhirnya suara lembut Jesi tedengar pelan setelah cukup lama pingsan “Nona sudah bangun? Apakah ada yang sakit?” tanya Haris tidak sabaran Jesi perlahan membuka matanya “Aku dimana?” tanya Jesi sambil menekan pelipisnya yang masih sakit. “Nona berada di ruang VIP kampus. Tadi, Nona pingsan saat setelah menabrak atasan saya. Karena tidak kunjung bangun, makanya saya membawa Nona kesini untuk istirahat, sambil menunggu Nona siuman,” terang Haris panjang lebar. “Hah iyakah? Terimakasih, Pak atas bantuannya,” ucap Jesi seraya bangun dan membenarkan posisi duduknya “Ini teh hangat minumlah dulu, Nona. Agar badanmu kembali segar,” kata Haris sambil menyodorkan segelas teh hangat kepada Jesi “Terimakasih, Pak, eh Tuan,” jawab Jesi merasa kikuk Jesi langsung meminum teh hangat itu tanpa rasa sungkan. Uhukk.... Jesi tersedak saat melihat sosok pria tampan di sampingnya. Mungkin sedari tadi dia tidak sadar karna belum menoleh ke samping. “Nona tidak apa – apa?” tanya Haris kemudian “Huah Pangeran,” Jesi menganga tatkala dirinya melihat kembali orang yang sama sebelum dia pingsan tadi. “Pangeran? Maksud Nona?” tanya Haris kebingungan “Tadi aku sempat melihat seorang pria dengan wajah yang sangat tampan. Aku kira itu ilusi. Ternyata nyata,“ terang Jesi dengan wajah berbinar, sambil jari telunjuknya sedikit mengarah kepada Juan. Haris yang mengikuti jari telunjuk Jesi-pun ikut paham seketika “Oh dia. Pria yang Nona maksud itu adalah....“ “Apa kamu bilang?” potong Juan cepat. Juan yang sejak tadi melihat layar tabletnya, mendadak memutar badannya menatap Jesi. Jesi langsung merasa gugup dan takut tatkala tatapan tajam itu mengarah padanya. “Eee, tadi saya hanya....“ “Hei Nona, jika kamu masih berada di alam mimpimu, lebih baik bangun dan cuci wajahmu,” potong Juan dengan aura yang tajam dan dingin Jesi yang masih berada di tempat duduknya, berusaha untuk bersikap baik kepadanya. Sebab dia sadar, orang itulah yang menyelamatkannya tadi. Terlebih wajahnya yang tampan bak pangeran di negeri dongeng. Benar – benar telihat nyata. Dengan perlahan Jesi menaruh gelas di tangannya ke atas meja. Dan berusaha membetulkan penampilannya yang terlihat berantakan. “Sebelumnya maaf jika perkataan saya tadi membuat anda tersinggung. Serta terimakasih banyak telah menolong saya dan membawa saya kesini,” ucap Jesi begitu sopan seraya tersenyum kepadanya. Hening, Tidak ada jawaban dari Juan. Manik matanya masih menatap lekat ke arah Jesi dengan tajam. Haris yang sejak tadi berdiri mematung itu, nampak ingin menimpali pertanyaan. Tapi belum sempat terucap, tangan kanan Juan langsung merentangkan ke arah Haris seakan memintanya untuk diam. Haris sadar akan kode atasannya dan tetap memilih diam di tempat. Keadaan yang tenang tanpa suara itupun, membuat Jesi yang merasa kikuk akhirnya memberanikan diri untuk kembali bersuara. “Ehemm,” Deheman pelan dari Jesi membuat Juan tersadar dan beralih menatap ke arah lain. “Oke. Sekarang cepat bangun dan pergi dari sini. Kamu sudah membuat waktuku terbuang percuma,” ucap Juan dengan sikap arogannya. Kalimat tersebut sontak membuat Jesi membeku tidak percaya. Bagaimana mungkin wajah setampan dia memiliki kepribadian buruk seperti itu. Belum sempat Jesi berbicara, Juan sudah memotongnya lagi “Apalagi? Cepat keluar. Aku tak punya waktu untuk meladenimu,” sambung Juan dengan sarkas “Wahh... ini orang wajah saja bak malaikat. Tapi sifat seperti iblis. Lupakan, Jesi. Dia bukan pangeranmu,” batin Jesi mulai geram Tanpa pikir panjang lagi, Jesi langsung bangun dari tempat duduknya, dan berjalan ke arah luar. “Tunggu,” sergah Juan cepat Jesi yang tadinya sudah diambang pintu langsung berhenti, dan menoleh ke asal suara dengan malas. Dirinya masih kesal karna perlakuan Juan tadi. “Ada apalagi?” tanya Jesi dengan muka datar “Kamu melupakan ini,” ucap Juan seraya menunjukkan kartu mahasiswa Jesi di tangannya. Jesi yang sadar segera masuk kembali dan berniat mengambil kartu itu dari tangan Juan. “Eitss,” Juan langsung menghentikan tangannya di udara sebelum kartu itu diberikan kepada Jesi. “Kamu tidak mengenalku?” tanya Juan penasaran Jesi yang tidak paham hanya menatap pria itu dengan bingung “Tidak. Memangnya anda siapa?” tanya Jesi dengan polosnya “Yakin tidak kenal AKU?” tanya Juan sekali lagi sambil menekankan kata terakhir Jesi yang belum menjawab hanya menatap pria itu dengan datar “Ini orang kenapa sih? Sebegitu pentingkah aku harus mengenal dia? Gak jelas banget. Sudah berkata kasar lagi,” batin Jesi bersungut – sungut. “Tidak, Tuan. Saya tidak mengenal anda, dan sungguh tidak tahu siapa anda,” jawab Jesi dengan entengnya Juan yang mendengar jawaban Jesi sontak merasa kesal dan langsung memberikan kartu mahasiswa itu kepada Jesi. “Pergilah,” kata Juan singkat “Terimakasih, Tuan” ucap Jesi sambil menerima kartu itu dengan tenang. Tanpa pamit Jesi langsung melenggang keluar dari ruangan itu. Bahkan tidak menoleh ke belakang lagi sedikitpun. Juan masih menatap tajam ke arah Jesi hingga wanita itu keluar dari ruangannya. “Dasar anak nakal. Dia bahkan tidak menanyakan namaku. Awas kamu,” batin Juan sambil mengepalkan tangannya. TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN