• Masih Mingzhi yang sama
Mingzhi berdiri di depan pintu apartemen Mrs. Ann sedangkan Mrs. Ann mengintip dari balik pintunya.
“Kakak! Kau kemas pakaianmu lalu tidur, besok pagi aku akan membantumu merapikan apartemenmu, tapi kalau pakaianmu masih berserakan aku tidak mau bantu, loh!”
“Em!”
“Selamat malam Kakak!”
“Kau juga.”
Mrs. Ann dapat melihat Mingzhi tersenyum padanya lalu dengan cepat Mrs. Ann menutup pintunya.
“Ini adalah pertama kalinya seorang pria mengucapkan selamat malam padaku.”
Mrs. Ann memegang dadanya. Wajahnya merona dan kemudian dia tersenyum.
“Mulai hari ini Mingzhi akan jadi tetanggaku kah? apa artinya itu aku dapat melihatnya setiap waktu? Kenapa aku sangat bahagia? Sebelumnya aku tidak pernah merasakan hal ini? Apa aku sedang jatuh cinta?”
Mrs. Ann melompat ke kasurnya yang penuh dengan bajunya yang tidak dikemas kedalam lemarinya.
“Pada muridku sendiri?” kata Mrs. Ann sambil membenamkan wajahnya ke dalam bantal.
****
Pagi berganti dan itu adalah akhir pekan, sekolah libur setelah empat hari melaksanakan ujian semester. Mingzhi berdiri di depan apartemen nomer enam puluh.
“Aku tidak percaya, bukan hanya saat Kakak di rumahku saja yang sudah seperti itu, bahkan di dalam apartemennya sendiri dia masih membiarkan barangnya berantakan.”
“Bukankah itu berarti Kakak tidak pernah kedatangan tamu seorangpun, jadi dia tidak terlalu peduli dengan kondisi rumahnya. Apa Kakak bahkan mempunyai seorang pacar? Dengan kondisi seperti itu seharusnya sudah jelas kalau dia itu masih lajang.”
Mingzhi mengetuk pintu apartemen Mrs. Ann. Tak menunggu lama pintu itu terbuka dan itu terlihat seperti Mrs. Ann sudah menunggu di balik pintu.
“Kakak?” kata Mingzhi sambil memasang wajah bingung.
“Kenapa Kakak sudah mandi? Bukankah ini masih terlalu pagi, dan lagi... Pakaiannya kenapa sangat kasual sekali? Bukannya kita hanya akan membersihkan rumah? Terus... Lipstik yang dia pakai bukan lipstik yang biasanya dia pakai, dia juga terlihat sedikit merias diri.”
“Masuklah!” kata Mrs. Ann dengan nada rendah dan sedikit malu-malu.
Ketika Mingzhi masuk ke dalam dan dia berada dekat dengan Mrs. Ann matanya menjadi terbuka lebar sebab dia merasa kaget.
“Kakak mengganti parfumnnya, kah? Kenapa baunya menggoda sekali, astaga... Kenapa Kakak malah bersikap seperti ini tiba-tiba,” pikir Mingzhi.
“Mingzhi... Kau terlihat kebingungan,” kejut Mrs. Ann.
“Hah?! Bagaimana aku tak bingung melihat Kakak bersikap sangat membingungkan,” dalam hati Mingzhi.
“Ehem! Apa... Apa Kakak ada kencan?” kata Mingzhi dengan wajahnya yang memerah.
“Kencan?”
“Ti ti tidak! Tidak! Aku tidak ada kencan,” sambung Mrs. Ann dengan gugup.
“Be begitu ya! Hahaha... Mari kita langsung bersihkan saja tempat ini, hehe...”
Mingzhi pergi ke arah dapur dan tanpa dia sadari Mrs. Ann mengikutinya dari belakang. Saat dia hendak mengambil bekas Mie Cup yang berserakan di bawah wastafel tangan Mrs. Ann juga meraih benda yang sama dan itu membuat Mingzhi kaget.
“K ka Kakak! Bu bukankah... Bukankah kau bisa membersihkan tempat lain supaya ini bisa selesai dengan segera.”
Melihat wajah Mingzhi yang cukup terkejut membuat Mrs. Ann merasa terkejut juga, hanya saja Mrs. Ann terlihat lebih kaget, Mrs. Ann berdiri dengan spontan dan kepalanya mengenai wastafel.
“Aw....” rintih Mrs. Ann sambil memegangi bagian belakang kepalanya yang terbentur cukup keras.
Mrs. Ann berdiri perlahan dan Minghzhi juga berdiri dan mendekati Mrs. Ann. Mingzhi menyentuh kepala Mrs. Ann dengan kedua tangannya dan Mingzhi maju ke depan untuk memberikan sebuah tiupan pada kepala Mrs. Ann yang terbentur.
Mrs. Ann mendongak dan melihat diatasnya adalah dagu mingzhi, Mingzhi meniup Mrs. Ann dengan sangat lembut, perasaan yang dirasakan oleh Mrs. Ann begitu hangat hingga dia tidak sadar kalau wajahnya merona dan mulai panas.
“Kakak... Apa kau demam?”
Mrs. Ann mendorong Mingzhi hingga Mingzhi melepaskan sentuhannya dari kepala Mrs. Ann. Mrs. Ann juga mundur beberapa langkah kebelakang, wajahnya tersipu dan dia hanya berani melirik Mingzhi beberapa kali.
“Aku tidak apa-apa, aku akan membersihkan ruang tamu saja.”
“Em..... Baiklah,” jawab Mingzhi dengan datar karena dia kebingungan.
Akhirnya mereka berbagi tugas dan pergi ke ruangan yang terpisah, di ruang tamu Mrs. Ann bergerak sangat lambat karena dia terus terpikir setiap kejadian mendebarkan yang dia rasakan saat di dekat Mingzhi. Mrs. Ann berpikir terlalu lama sampai tak terasa Mingzhi sudah keluar dari dapur membawa banyak sarapan untuk mereka.
“Kak! Aku sudah mengemas sampahnya ke dalam plastik besar, lain kali Kakak harus bisa lebih menjaga kebersihan. Bagaimanapun tubuh yang sehat hanya bisa didapat oleh pola hidup sehat, salah satunya adalah dengan tidak membiarkan sampah berserakan di sembarang tempat.”
“Um...” sambil mengangguk dengan ragu Mrs. Ann mengatakannya.
“Haish... Kakak belum selesai dengan sampahnya? Sudahlah... Biarkan saja itu disana, biar aku yang akan membereskannya. Sekarang Kakak duduklah dan ayo kita sarapan!”
“Um.”
Mereka berdua memakan sarapannya, namun tak seperti Mrs. Ann yang biasanya memakan masakan Mingzhi dengan lahap, Mrs. Ann yang sekarang malah terlalu kebanyakan memikirkan sesuatu sehingga dia memakan sarapannya dengan pelan, karena fokusnya teralihkan dan itu bukan untuk makan melainkan untuk tau apa yang sedang Mrs. Ann rasakan.
“Kakak! Apa Kakak selalu memakan Mie Cup setiap waktu? Kakak tidak bisa masak sesuatu kah?” sambil mengunyah makanannya Mingzhi mengatakannya.
“Bisa kok.”
“Benarkah? Apa yang biasanya Kakak masak?”
“A... Air!”
Mingzhi menekuk alisnya sambil melihat ke arah Mrs. Ann, Mrs. Ann merasa canggung di tatap seperti itu oleh Mingzhi.
“Kalau tidak bisa masak air bagaimana aku akan memakan Mie Cup? Apa kau ingin menertawaiku karena aku tidak bisa masak?!” sambung Mrs. Ann yang seperti mengomeli Mingzhi.
Mingzhi berhenti melihat Mrs. Ann dan memakan lagi makanannya.
“Aku... Aku belajar terlalu keras. Daripada memegang pisau dapur, waktuku lebih banyak ku habiskan untuk memegang pena dan juga berada di depan buku sepanjang waktu. Tanpa sadar mataku sudah mines saat aku masih berada di bangku kelas dua sekolah menengah pertama.”
Mingzhi kembali menatap Mrs. Ann.
“Aku menukar masa mudaku untuk menjadi pintar, aku menjauhkan teman yang kumiliki demi sebuah nilai. Aku lulus sebagai sarjana dengan gelar Summa Cumlaude, saat aku merasa sangat bangga mendapat gelar tertinggi di universitasku, dan mendapat wewenang untuk menyampaikan sebuah pidato kelulusan, saat itu juga aku merasa kosong.”
Mrs. Ann memandang ke arah meja dengan tatapan kosong, nampak begitu banyak penyesalan yang sudah dia rasakan.
“Tak ada satupun orang di kelasku atau orang yang pernah sekelas denganku mendengarkan pidatoku waktu itu.”
“Kakak Ann melalui semua itu? Bagaimana dia masih bisa menjadi seorang yang memiliki hati yang begitu hangat, saat dia membantuku untuk pertama kalinya aku masih sangat ingat. Apa senyumnya waktu itu... Tak seorangpun pernah melihatnya?” dalam hati Mingzhi.
“Begitu banyak waktu yang sudah terlewat, tapi aku tidak mempunyai seorang teman,” ujar Mrs. Ann.
“Ah... Benar juga, kenapa waktu itu Kakak sangat baik padaku kurasa aku sudah mengerti alasannya, kemalanganku hanya dirinya yang bisa mengerti, dan kemalangannya hanya diriku yang bisa mengerti. Benar! Ini adalah nasib yang hanya bisa dipahami oleh mereka.... Yang menjalani kehidupannya tanpa seorang teman.”
“Kukira orang secantik dan sesempurna Kakak tidak akan pernah melalui apa yang orang seperti diriku lalui. Nyatanya... Terlalu berlebihan mengejar sebuah kesempurnaan malah membuat dirimu tidak sempurna,” Sambung Mingzhi dalam hati.
Mingzhi mendekati Mrs. Ann dan duduk di sampingnya. Dengan lembut Mingzhi menarik jatuh kepala Mrs. Ann kedalam pelukannya. Seperti angin musim panas, kehangatan itu lansung menjalar ke sekujur tubuh Mrs. Ann.
“Eh? Apa yang? Kenapa aku bisa seperti ini? Bukankah ini salah jika aku merasakan sebuah perasaan yang mendalam pada muridku sendiri? Tapi pelukannya yang begitu hangat, diri ini enggan untuk menolaknya, meski aku tau ini adalah hal yang salah tapi... Aku ingin membiarkannya berlangsung sedikit lebih lama.” dalam hati Mrs. Ann.
Beberapa detik kemudian Mingzhi melepaskan pelukannya.
“Sama seperti saat aku bercerita tentang masa laluku pada Kakak, saat itu aku menganggap Kakak sebagai satu-satunya temanku. Apa Kakak merasakannya juga saat Kakak menceritakan masa lalu Kakak padaku?” ujar Mingzhi.
“Eh?” Mrs. Ann terbangun dari lamunannya.
“Sekarang seharusnya Kakak lebih tenang karena sudah menceritakan apapun yang menurut Kakak tak akan bisa diceritakan disaat sendiri saja. Karena aku akan ada untuk selalu menemani Kakak. Dulu Kakak membantuku saat di b*lly, merawat lukaku dan selalu menyemangatiku untuk terus bertahan. Sekarang giliranku merawat Kakak!” Mingzhi tersenyum dengan sangat hangat.
Wajah Mrs. Ann tidak dapat berpaling dari senyuman itu, setelah dua puluh satu tahun dia hidup, baru pertama kali dia melihat senyuman sehangat itu yang mampu melelehkan gunung es di hatinya.
“Apakah ini masih Mingzhi yang sama seperti saat pertama kali aku melihatnya? Apakah dia benar-benar orang yang selalu tertunduk dengan wajah menyedihkannya itu? Kenapa dia bisa menunjukkan senyum seindah itu? Apakah dia masih Mingzhi yang sama? Yang selalu mengeluh dan penuh rasa putus asa untuk hidup? Lalu kenapa dia begitu baik hingga mau menyemangati orang lain? Dia akan merawatku mulai sekarang? Bukankah aku adalah Kakaknya? Kenapa dia mampu mengatakan kalimat yang lebih dewasa dari pada aku? Apa ini masih Mingzhi yang sama?”
Mrs. Ann meneteskan airmatanya tanpa sadar.
“Daripada melihat Kakak menangis dan tidak memakan makanannya, aku lebih suka melihat Kakak mengoceh dengan mulut penuh, aku janji tidak akan memarahi kakak,” kata Mingzhi sambil mengusap airmata Mrs. Ann.
Mrs. Ann tersenyum sambil mengusap air matanya.
“Dia masihlah Mingzhi yang sama!”