29. Tahan Sebentar Saja

1064 Kata
Felix baru saja datang dari kamar mandi dan langsung bergabung ke tengah lapangan. Belum sempat ia masuk dalam barisan, terdengar suara yang sedikit ribut dari lapangan sebelah. Otomatis kepalanya menengok ke sumber suara. Saat itulah manik matanya kembali menangkap sosok Tulip yang sedang duduk sembari menatap ke arahnya, namun bukan pada dirinya. 'Kelasnya ternyata,' batin Felix seraya kembali masuk dalam barisan. Usai berolahraga, Sherina–kembaran Shendy–duduk di sebelah Felix. Wanita itu memang pantang menyerah. Dia memang tidak mengutarakan perasaannya, namun ia berusaha agar selalu ada di dekat Felix. Meskipun Felix tak banyak mengacuhkannya. "Dia lagi," gumam Felix ketika Sherina baru saja duduk di sebelahnya. "Kemaren kamu ke toko buku lagi, ya?" Selalu saja Sherina yang memulai pembicaraan. "Iya, kenapa?" "Gak apa-apa sih. Soalnya aku juga liat kamu di sana. Mau nyapa, tapi takut kamu cuekin. Entar aku malu," jawab Sherina jujur. "Iya, gak usah nyapa," tandas Felix tanpa basa-basi. "Kemarin juga aku liat Diaz jalan sama adiknya si kutu buku. Untung aja Shendy gak liat, kasian dia entar patah hati." "Maksudnya?" Mendengar nama Diaz disebut, rasa penasarannya kembali muncul. "Ya... Shendy, kan, suka sama Diaz." "Memang Diaz pacaran sama anak itu?" selidik Felix lagi dan menyebut Tulip dengan sebutan 'anak itu'. Sherina menatap Felix tak percaya. Untuk pertama kalinya ia excited dengan bahasan yang Sherina bawa. Biasanya hanya dibalas dengan 'hm, ya, oh'; atau bahkan sekedar anggukan kepala saja. "Tumben kamu nanya gini, sejak kapan kamu deket sama Diaz?" "Enggak, penasaran aja. Selama ini, kan, dia terkenal PHP. Kalo sampe punya pacar, tandanya dia bakal berhenti jadi PHP buat cewek." Felix membuat sebuah alibi yang cukup masuk akal. "Ah… iya juga. Kurang tau sih. Ada yang bilang mereka deket karena kebetulan Diaz sama Aaron sahabatan, tapi ada yang bilang mereka pacaran. Entah mana yang bener." "Anak itu adiknya Aaron?" tanya Felix yang cukup terkejut setelah mengetahui kenyataannya. "I...iya. Kan, di awal aku bilang dia adiknya si kutu. Siapa lagi yang punya julukan kutu buku selain Aaron?" Felix mengangguk lagi tanpa menjawab apapun. Mood-nya semakin anjlok ketika mengetahui kenyataan itu. Pasalnya, dirinya dan Aaron memiliki hubungan yang cukup buruk. Lebih baik dirinya menjauh dari Tulip. Bagaimanapun juga, Tulip masih keluarga Aaron. Tentu Aaron tak akan membiarkan orang terdekatnya bisa tersentuh oleh Felix. "Kamu kenal sama adiknya Aaron?" tanya Sherina lagi. Suasana kembali dingin, jawaban Felix sudah tidak seramah tadi. "Gak kenal," jawab Felix setengah berbohong, karena ia kenal nama Tulip, tapi ia tidak tahu kalau Aaron adalah kakaknya. Felix pun beranjak dari sana dan berencana kembali ke kelas, padahal jam pelajaran olahraga belum selesai. 'Adiknya Aaron, ya? Gak nyangka bisa kenalan. Apa Aaron gak pernah cerita apapun ke anak itu? Wajahnya polos banget, kayaknya memang dia gak pacaran sama Diaz. Tapi kenapa pake pelukan segala? s****n! Kenapa jadi mikirin dia, sih?' Batin Felix berdebat sendiri. Ia pergi ke kamar mandi untuk mencuci mukanya, berharap pikirannya juga bisa ikut kembali tenang. 'Irina, kenapa kamu harus pergi, sebelum kasih penjelasan? Kamu bikin aku susah aja, tau gak!' batin Felix lagi sembari membasuh wajahnya dengan air. Sementara itu, di sisi lain. Di lapangan tempat kelas Tulip sedang melangsungkan pelajaran olahraga. Tulip dkk masih sibuk memperhatikan Felix, tanpa ada motivasi khusus–kecuali Tulip. "Itu cewek yang diceritain kakak-kakak di UKS waktu itu mungkin, ya, Lip?" tanya Naya ketika mereka melihat Sherina duduk di sebelah Felix. "Mungkin, tapi kok gak mirip Kak Shendy, ya?" jawab Tulip seraya balik bertanya. "Kenapa harus mirip Kak Shendy?" Kini Juan yang bertanya karena ia tidak tahu apa yang terjadi di UKS sebelumnya. "Kak Shendy punya kembaran, namanya Kak Sherina. Denger-denger sih dia deketin Kak Felix gitu," jelas Naya. "Denger-denger apa nguping?" tandas Valent. "Denger gak sengaja, itu namanya bukan nguping, Valent!" sungut Naya dengan ekspresi kesal. "Guys, aku mau cerita deh," ujar Tulip tiba-tiba. Ketiga sahabatnya langsung menengok dan memberikan tatapan serius. Kemudian Tulip langsung menceritakan apa yang menjadi penyebab kegelisahannya sejak kemarin. "Kamu suka sama Kak Felix, ya?" tanya Juan tanpa basa-basi. Jantung Tulip pun langsung berdebar kencang, namun dengan cepat ia membantah, "Enggak! Aku cuma penasaran tau! Bayangin deh, selama ini kita ngobrol biasa aja terus tiba-tiba papasan dan gak teguran. Masa bagimu itu gak aneh?" Tulip masih belum mengetahui apa perasaan yang ia miliki untuk Felix. Ia hanya tahu kalau ia mengagumi lelaki itu, sama seperti perasaannya pada Diaz. "Ya sedikit aneh, tapi gak sampe overthinking juga sih." Tersirat Valent mendukung ucapan Juan sebelumnya. "Ah, kalian para cowok gak akan paham! Cewek itu sensitif tau!" Naya membela Tulip sesuai dengan nalarnya. "Cewek itu gampang tersentuh perasaannya, walaupun sepele gitu, tapi bagi kita enggak. Entah merasa ada yang salah, atau malah kita yang punya salah tanpa kita sadar." "Seribet itu?" tanya Juan tak percaya. "Gih coba jadi cewek, biar tau rasanya!" sungut Naya lagi. "Ogah, ribet!" "Aku gak salah, kan, mikir gitu?" tanya Tulip lagi. "Serius deh, aku ngerasa aneh. Soalnya waktu ngobrol di toko itu, Kak Felix ramah banget." "Sebentar deh, kamu pernah ketemu Kak Felix kok gak cerita sama aku?" sela Naya. "Hm? Masa sih aku belum cerita?" Tulip berbohong, karena ia memang terlalu malu untuk menceritakan suasana hatinya hari itu. "Jahat ih! Gak cerita! Pasti kamu mau gebet Kak Felix sendirian, kan?" "Ih, mana ada! Gak ada pikiran ke sana, ya!" sanggah Tulip dengan yakin. Naya menatap penuh kecurigaan. "Iya juga sih, kamu gak mungkin begitu." "Kenapa gak mungkin?" tanya Valent lagi. Akhir-akhir ini ia jadi lebih banyak bicara, tidak seperti sebelumnya yang selalu diam apapun bahasannya. Sepertinya dia sudah tertular virus Juan. "Tulip itu polos, belum ada pikiran pacar-pacaran. Hidupnya terlalu mulus-lus-lus kayak jalan tol," ujar Naya menjelaskan. Tulip tertawa mendengar penjelasannya. " Apaan sih! Lebay banget!" sahut Tulip sambil terkekeh. "Udah, tenang aja! Kali aja kamu disangka pacaran sama Kak Diaz, jadi Kak Felix takut disangka godain kamu," lanjut Naya lagi. "Ini alasan yang aku pikirin juga sih," tambah Juan. Tulip mengangguk seolah mengerti, namun ia bertanya lagi, "Jadi aku harus gimana?" "Bawa santai aja. Toh dia diem juga gak ngerugiin kamu, kan?" balas Juan. "Ya… iya sih." Meski mengatakan 'iya', namun tetap saja hatinya belum bisa tenang. Ia masih ingin bertemu dengan Felix dan menanyakan hal itu. Tapi sayang, ia tak punya keberanian seperti Sherina yang tebal muka. Belum sempat ia menenangkan perasaannya, tiba-tiba seseorang muncul dan memanggil. "Tulip!" "Iya?" Satu orang yang dipanggil, tetapi keempatnya yang menengok ke sumber suara.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN