Waktu berlalu tidak terasa, jarum jam sudah menunjukkan pukul 15.20. Bukan Freya maupun Richard yang mencari Tulip, melainkan Aaron. Ia terus mengirimkan pesan sejak satu jam yang lalu. Tulip yang sedang bersenang-senang, kini merasa sedikit kurang nyaman.
'Lip, jangan kesorean!' begitu pesan yang baru saja Tulip terima dari Aaron. Pesan ke-7 dari seluruh pesan yang sudah Tulip terima dalam tiga puluh menit terakhir.
"Aaron lagi?" tanya Diaz.
"Iya, Kak," jawab Tulip lesu.
Kini mereka sedang berada di sebuah restoran Jepang. Usai bermain bermacam-macam permainan di game center, tenaga mereka lumayan banyak terkuras.
"Rasanya perlakuannya bukan lagi protektif, tapi posesif. Gak bagus jadinya," ujar Diaz seraya menghabiskan potongan takoyaki terakhir.
"Tapi, kan, niat Kak Aaron baik."
Bukan bermaksud membela karena Aaron adalah kakaknya, tetapi Tulip masih berusaha untuk melihat sisi positif dari Aaron. Diaz pun mengerti itu. Ia tak ingin membawa Tulip dalam masalah, maka ia pun mengusap bahu Tulip dan berusaha untuk menenangkannya.
"Udah, gak apa-apa! Kita udah ngabisin waktu…." Diaz menghitung waktu kebersamaan mereka. "Kurang lebih lima jam. Gak apa-apa. Next time kita cari tempat yang lebih menarik lagi."
"Hmm, iya."
"Jangan sedih gitu dong! Kalo kamu pulang dalam keadaan sedih, sia-sia dong lima jam kita tadi?"
Tulip menatap mata Diaz sesaat, lalu ia mengangguk. "Iya, Kak. Makasih, ya, untuk hari ini."
"Iya, sama-sama. Kalo kamu pengen pergi ke mana, kabarin aja! Aku selalu siap nemenin kamu," jawabnya seraya tersenyum.
Tulip turut membalas senyum. "Iya, Kak."
Mereka menghabiskan makanan yang masih tersisa dan berencana untuk segera pulang, agar yang menunggu di rumah tidak mengomel kembali. Sayangnya, rencana pulang mereka sedikit tertunda. Ketika baru saja keluar dari restoran, mereka berpapasan dengan Felix.
Ketiganya sama-sama terkejut, terutama Tulip. Jantungnya kembali melonjak ketika manik mata mereka bertemu. Niat hati ingin menyapa, namun sayang Felix justru berlalu begitu saja ketika mengetahui siapa orang yang ada di sebelah Tulip.
Menyadari Tulip memberikan tatapan tak biasa, Diaz langsung merangkul dan mengajaknya segera pergi dari tempat itu.
'Jangan sampe Tulip tertarik sama Felix! Bakal ada perang dunia lokal kalo beneran itu terjadi,' batin Diaz yang sudah mengetahui kalau hubungan Aaron dengan Felix sudah lama rusak. Bahkan keduanya belum pernah benar-benar saling mengenal.
'Kak Felix kok berubah, ya? Biasanya dia ramah, kenapa sekarang dingin banget?' Tulip merasakan ada kesedihan dalam batinnya.
Tak hanya Diaz dan Tulip yang membatin, Felix pun melakukan hal yang sama.
'Beneran pacaran ternyata,' batin Felix setelah melihat keberadaan Diaz. Setelah melangkah lebih jauh, ia kembali menengok ke belakang dan ia dapati adalah Tulip yang dirangkul oleh Diaz. 'Kasian Tulip, dia bakal jadi korbannya Diaz juga.'
Image Diaz yang terkenal buruk di kalangan siswa laki-laki membuat Felix turut berpikiran negatif padanya. Yah, manusia memang sering seperti itu. Hanya menilai seseorang dari cover-nya saja, tanpa mau mengenal lebih jauh.
Sepanjang perjalanan pulang, pikiran Tulip dipenuhi oleh Felix. Ia masih mencari apa kesalahannya sehingga membuat Felix begitu berbeda dari sebelumnya. Sekelebat, ia langsung ingat akan omongan teman-teman Shendy di UKS yang mengatakan kalau Felix adalah 'batu'.
Tulip membuang ingatan itu jauh-jauh, lalu memejamkan matanya. Melihat itu, Diaz pun cukup terkejut.
"Kamu mau tidur, Lip?"
"Iya, Kak. Tiba-tiba aku ngantuk. Tidur sebentar gak apa-apa, kan?"
"Gak apa-apa. Nanti kalo udah sampe, aku bangunin."
"Iya, Kak. Makasih, ya!"
"Sama-sama," jawab Diaz disertai senyuman. Ia juga mengusap rambut Tulip dengan lembut.
***
Keesokan harinya di sekolah. Sesuai dengan jadwal, kelas Tulip hari ini ada pelajar olahraga. Materi hari ini adalah lari. Satu persatu mereka dipanggil untuk praktik, termasuk juga Tulip.
Bersama dengan Naya, ia berlari mengitari lapangan. Tak peduli dengan kecepatannya, yang penting ia sudah melakukan semampunya. Begitulah yang selalu Tulip lakukan untuk mata pelajaran olahraga sejak sekolah dasar.
Setelah semua praktik satu persatu, siswa dengan lari tercepat akhirnya di panggil kembali dan 'diadu'. Barangkali saja sekolah kembali menemukan calon atlet baru.
"Lip, akhir-akhir ini namamu makin jadi bahan omongan, loh!" ujar Naya ketika mereka baru saja duduk di tribun untuk beristirahat.
"Iya, aku tau. Tapi mau gimana lagi?"
"Iya sih. Kalo aku jadi kamu juga bakal tetep deket sama Kak Diaz. Buat apa juga jaga jarak cuma karena omongan orang? Yah, selama mereka gak mengganggu, mungkin gak masalah, kan?"
"Iya, kamu bener kok. Lagian mereka juga cuma berani ngomong di belakang."
"Tapi kamu harus tetep ati-ati loh, Lip! Maaf bukannya mau nakutin, tapi kamu tau sendirilah." Lagi-lagi Naya mengingatkan, ia begitu peduli pada Tulip.
"Iya, Nay. Makasih banyak! Aku sih percaya, asal aku gak salah, aku bakal aman. Sejauh ini semua aman sih, meskipun sebenernya aku juga lumayan takut. Aku udah sering bahas ini sama Kak Diaz, tapi dia selalu yakinin kalo semua bakal baik-baik aja. Ya semoga memang selalu aman."
"Amin deh, amin," jawab Naya seraya mengangguk dan menyandarkan punggungnya.
Kelas lain yang sedang berolahraga juga–kelas siapa lagi kalau bukan Felix–sedang praktik olahraga senam lantai. Tulip mencari sosok Felix, seorang laki-laki yang berhasil menyita perhatian Tulip semalaman. Berjam-jam menghabiskan waktu bersama Diaz dengan berbagai momen yang membahagiakan. Namun semua bahagia itu teralihkan dalam sekejap hanya karena Felix yang tidak menyapanya. Bahkan hingga detik ini ia masih mencari jawaban yang tepat.
'Mustahil banget Kak Felix cemburu sama Kak Diaz. Memang aku siapa? Remahan chiki cinta begini, berharap apa sih?' batin Tulip berdebat sendiri.
Pandangannya ia alihkan ke tempat lain. Melihat adanya Felix tanpa bisa meluruskan kegelisahan, rasanya hanya akan menambah overthinking. Kebetulan sedari tadi Felix memang tidak muncul, mungkin ia tidak masuk atau juga sedang pergi ke tempat lain.
"Nyariin siapa sih?" tanya Valent yang tiba-tiba sudah duduk di sebelahnya.
"Gak nyari siapa-siapa. Memang kenapa?" Tulip balik bertanya.
"Gak apa-apa, kayaknya serius banget."
"Itu dia! Kayaknya dia baru dateng," ujar Naya yang juga tiba-tiba dan mengalihkan fokus beberapa orang.
Mengetahui orang cukup terkejut dengan teriakannya, ia pun mengecilkan suara untuk obrolan selanjutnya. Sesaat fokus berpindah menjadi untuk Felix. Namun ketika Felix melihat arah mereka, mereka langsung melihat ke arah lain. Dan pada saat itulah, ia bisa melihat Tulip lagi, sayang, dimatanya kamu sudah dianggap sebagai siswa yang bermasalah.