38. Dia Pacarku

1386 Kata
Kembali pada hari Rabu, hari dilaksanakannya kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti Tulip, Diaz dan Juan. Setelah banyaknya materi yang diterima dalam beberapa pertemuan, hari ini Daniel menugaskan mereka untuk meliput kegiatan ekstrakurikuler lain. Ada beberapa ekskul yang bisa mereka pilih, yakni basket, bahasa Jepang, catur, voli, paduan suara, dan fotografi. Mereka ditugaskan untuk tugas berpasangan, kelompoknya bebas. Namun untuk siapa yang diliput, mereka menggunakan undian agar tidak berebut. Tulip berpasangan dengan Tasya, yang kebetulan mereka sudah cukup dekat. "Kamu aja deh yang ambil undian! Kalo aku yang ambil takut gak hoki," ujar Tulip ketika giliran mereka hampir tiba. "Oke, semoga tanganku beruntung!" ujar Tasya sambil tertawa kecil dan beranjak dari kursinya. Setelah membuka undangan itu, seketika Tasya menutup mulutnya. Ia hampir berteriak. "Kenapa, Tas?" tanya Hana yang memegang toples undian. "Hm? Bukan apa-apa kok, Kak!" Tasya nyengir kuda seraya kembali ke kursinya dan memberikan gulungan kertas undian itu pada Tulip. "Kayanya kita dapet ekskul yang bagus nih," gumam Tulip sembari membuka gulungan itu. "Serius kita dapet ini?" tanya Tulip tak percaya. Tasya mengangguk semangat. "Iya! Ya ampun, gak nyangka tanganku bisa sehoki ini!" ujar Tasya. Tak lama kemudian, Hana kembali membuka suara, "Ayo fokus lagi ke depan!" Semua anggota pun kembali menghadap ke depan, Daniel mulai berbicara, "Udah kebagian undian semua kan?" "Sudah!" jawab semuanya dengan kompak. "Jadi aku mau mengingatkan sekali lagi, meskipun nanti kalian punya kenalan di ekskul itu, kalian harus tetep profesional! Inget kode etik yang udah kami ajarkan!" ujar Daniel dengan tegas. "Siap, Kak!" jawab semua anggota lagi. "Di sini saya punya lembar penilaian. Gunanya apa? Jadi nanti kalian kasih lembar ini ke orang yang kalian wawancarai, biar mereka yang menilai kinerja kalian berdasarkan form yang sudah tersedia." Hana berhenti sebentar untuk memperhatikan ekspresi anggotanya. Kemudian ia bicara lagi, "Jangan coba-coba untuk mengisi sendiri atau minta penilaian yang dibagus-bagusin! Gak perlu begitu, karena hasil inilah yang kita pake untuk belajar kedepannya. Gak ada hadiah untuk yang bagus dan gak ada hukuman untuk yang belum bagus. Di sini kita sama-sama belajar. Paham?" tambah Hana dengan penjelasan yang cukup panjang itu. "Paham, Kak!" "Sekarang kalian boleh istirahat dulu 15 menit, nanti setelah itu silakan pergi tempat ekskul tujuan kalian!" ujar Daniel seraya menutup bukunya di atas meja. "SIAP!" Jawaban yang jauh lebih semangat ketika mendengar kata istirahat. Setelah Daniel keluar dari ruangan, anggota yang lain turut berhamburan keluar dari kelas tersebut. "Kukira tadi bakal dapet ekskul bahasa Jepang, karena ekspresimu bahagia gitu," ujar Tulip. Kini dia sedang berjalan ke kantin bersama dengan Tasya. "Enggak, ya! Duh, sebenernya males kalo ke ekskul bahasa Jepang mah," jawab Tasya. "Loh, kenapa? Kan, ada temenmu di sana." "Iya sih, tapi sebenernya aku udah agak males. Kamu jangan bilang siapa-siapa, ya!" pinta Tasya kemudian. "Iya, memangnya ada apa?" "Aku sama temenku itu udah mulai renggang. Semenjak dia ngejar gebetannya itu, dia makin menjauh dari aku. Makanya aku jadi kesel. Jadian juga belum, eh udah ninggalin temen. Padahal belum tentu tuh si cowok mau sama dia," ujar Tasya yang terdengar begitu kesal. "Ah, aku paham kok." "Seandainya kita sekelas, kayanya mending aku temenan sama kamu aja deh, Lip," tambah Tasya lagi. "Eh? Kan, sekarang kita juga udah temenan," balas Tulip. "Iya, tapi ketemunya seminggu sekali. Mau jajan bareng, tapi kelas kita terlalu jauh," ujarnya lesu. "Bener juga sih, tapi kalo sesekali jajan bareng gak apa-apa loh!" "Oke deh! Nanti aku kabarin deh kalo mau jajan bareng." "Siap!" Kemudian mereka masuk ke kantin dan memesan dua porsi nasi goreng. Kantin tidak begitu ramai, karena ekskul Tulip istirahat lebih cepat daripada ekskul lainnya. Hal paling menyenangkan untuk sebagian orang yang tidak begitu menyukai keramaian. "Jadi nanti kita mau wawancara ke siapa?" tanya Tasya lagi sembari membuka catatan kecilnya. "Kalo ketemu Kak Diaz, bisa ke Kak Diaz langsung. Apalagi dia ketuanya, kan? Tapi kalo misal gak ada, aku ada satu temen lagi kok, namanya Juan." "Oke, noted! Setidaknya kita punya dua nama," ujar Tasya. Tulip mengangguk sembari meminum tehnya. Matanya mengedar ke sekeliling, ia hanya bisa menemukan teman satu ekskulnya saja. Namun ada satu yang mencuri perhatiannya, dua orang siswi yang sedang mengobrol tak jauh dari mejanya, namun di luar kantin. Siswi itu jelas bukan anak satu ekskulnya, mereka menggunakan seragam latihan voli. 'Kaya kenal, tapi siapa, ya?' batin Tulip. Namun datangnya dua porsi nasi goreng akhirnya membuyarkan konsentrasinya. Sesendok demi sesendok, Tulip menghabiskan nasi goreng itu. Ia juga tak ada obrolan dengan Tasya, karena Tasya sibuk makan sambil bermain ponsel. Dia sedang berkirim pesan dengan seseorang. Tulip kembali melihat ke arah dua siswi tadi. Tak sengaja manik mata mereka bertemu, Tulip bisa mengenalinya. Dia adalah Valery. 's**l! Gak seharusnya aku liatin dia!' batin Tulip seraya mengalihkan pandangannya ke piring nasi goreng yang masih tersisa lumayan banyak. Untuk beberapa saat ia hanya memperhatikan bulir nasi berwarna kecoklatan yang bercampur dengan potongan telur dan ayam serta daun bawang. Meski sederhana, namun nasi goreng kantin adalah salah satu makanan yang enak baginya. Bahkan nasi goreng di rumah terkadang tidak bisa seenak ini. Tulip memberanikan diri untuk melihat Valery lagi, namun ternyata dia sudah tidak ada di sana. 'Ternyata dia ikut ekskul voli, untung tadi gak dapet undian di ekskul itu,' batin Tulip lega. Usai makan, mereka kembali ke ruang ekskul sebentar untuk mengambil buku. Dengan perasaan yang cukup ragu, keduanya memberanikan diri untuk menyelesaikan tugas. Tibalah mereka di area lapangan basket. Terlihat beberapa siswa sedang berlatih di lapangan dan sisanya duduk di sekelilingnya. Diaz melihat kehadiran Tulip lebih dulu, ia langsung menghampiri bahkan sebelum Tulip memanggilnya. Jika Diaz bukan ketua, tentu yang lain tak akan merespon kemana Diaz akan pergi. Namun karena Diaz adalah ketua dari ekskul basket, tentu saja semua gerak-geriknya menjadi perhatian para anggota. "Siapa tuh?" tanya salah satu anggota basket. "Gak tau, mungkin ceweknya," balas yang lain. "Oh, itu cewek yang sering bareng sama Kak Diaz. Aku pernah liat mereka makan bareng di kantin," balas yang lainnya lagi. Seketika kedatangan Tulip menjadi fokus para anggota basket. Mereka seolah tak ingin ketinggalan berita terbaru. Anggota basket tak hanya laki-laki, tapi juga ada yang perempuan. Mereka merasa patah hati setelah melihat pemandangan ini. Kembali pada Tulip dan Diaz. Tasya merasa begitu terpesona melihat Diaz menggunakan seragam basket tanpa lengan. "Ada apa, Lip?" tanya Diaz yang langsung tertuju pada orang yang ia sukai itu. "Aku ada tugas untuk ngeliput kegiatan ekskul. Kebetulan aku dapet ekskul basket," jawab Tulip seraya memberikan kertas bukti tugasnya. "Oh, ayo masuk ke lapangan kalo gitu!" ajak Diaz. "Masuk?" "Iya, katanya mau ngeliput." "Hm? Iya juga sih." Lalu ia menyadari kalau Diaz tidak mengindahkan kehadiran Tasya. "Kenalin, Kak. Ini Tasya, temen yang sekelompok sama aku." "Hai, Tasya. Saya Diaz." Dengan ramahnya Diaz langsung mengenalkan diri, berbeda dengan kakak kelas pada umunya. "Salam kenal, Kak Diaz," balas Tasya dengan senyuman. Ia begitu senang bisa berkenalan dengan Diaz yang merupakan salah satu siswa idaman di sekolah mereka. Kemudian mereka masuk ke lapangan dan duduk tak jauh dari para anggota yang lain. Mengingat Tulip datang untuk tugas, maka Diaz pun bersikap profesional. Ia memanggil salah satu temannya untuk diwawancarai oleh Tulip. "Kenalin, namanya Chandra. Dia wakilku," ujar Diaz memperkenalkan. Si empunya nama Chandra itu langsung memberikan senyum ramah dan mengulurkan tangan. Tasya lebih dulu membalas. "Tasya," ucapnya. Lalu kemudian giliran Tulip yang membalas uluran tangan itu. "Tulip," jawabnya disertai dengan senyuman juga. "Oh, jadi ini yang namanya Tulip? Udah jadian sama Diaz?" Pertanyaan Chandra membuat Tulip terbelalak. Tasya pun langsung terlihat seperti orang bod*h, ia melihat Tulip dan Diaz bergantian. "Iya udah jadian, jadi jangan ganggu! Dia punyaku!" jawab Diaz sembari merangkul Tulip. Tak hanya Tasya yang semakin kaget, namun seisi lapangan basket ikut terkejut melihatnya. Mereka belum pernah melihat Diaz menyentuh perempuan lebih dulu. Biasanya para perempuan yang menempel pada Diaz, bukan sebaliknya. "Dih, ngarep banget!" balas Chandra. "Woy Diaz!!! Tahan tangan, tahan!" teriak salah seorang temannya dari jauh. Diaz hanya tertawa mendengar suara itu. Menyadari banyaknya pasang mata yang kini melihat ke arah mereka, Tulip langsung menurunkan tangan Diaz dari bahunya. "Tenang aja, aku kaya gini biar mereka gak pada godain kamu," bisik Diaz di telinga Tulip. Tulip merasa tidak nyaman, namun ia tak bisa memperlihatkan itu. Ia hanya tersenyum tipis dan mengangguk. "Ya udah, kalian silakan lanjut sama tugas. Semangat, ya!" ujar Diaz yang kemudian kembali ke tengah lapangan. "AYO FOKUS LAGI KE LAPANGAN!" teriak Diaz sembari berjalan menuju tempat ia duduk sebelumnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN