FLASHBACK
Hari-hari berlalu, dan perasaan terasing Nixie semakin dalam. Di kampus, dia melihat Sebastian, seorang pria yang sudah lama dia kagumi sejak masa sekolah karena Sebastian adalah kakak kelasnya.
Sebastian adalah tipikal pangeran tampan dengan senyum yang bisa melelehkan hati siapa pun.
Tapi seperti nasib yang selalu berpihak pada Tina, Sebastian juga tertarik pada kakak tirinya yang anggun dan sempurna.
Nixie melihat dari kejauhan saat Sebastian mengajak Tina keluar untuk makan siang.
Hatinya begitu marah dan semakin dendam pada Tina, namun dia tahu bahwa dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Tina selalu mendapatkan yang terbaik, sementara Nixie hanya bisa melihat dan merasakan sakitnya.
*
*
Malam itu, Nixie kembali ke rumah dengan perasaan buruk. Di kamarnya yang kecil dan hangat, dia duduk di tepi ranjang, memandangi foto-foto lama bersama ayahnya.
Air matanya mengalir tanpa henti. Ia merindukan sosok ayahnya yang selalu membuatnya merasa istimewa.
Ayahnya selalu tahu bagaimana cara membuat Nixie merasa dicintai dan dihargai.
Saat tangisnya mereda, Nixie mendengar ketukan pelan di pintu kamarnya. Tina, kakak tirinya, masuk dengan wajah penuh senyum seolah mengejek kesedihannya.
"Nixie, kau baik-baik saja?" tanyanya dengan suara lembut namun Nixie selalu kesal mendengar suara lembut itu
Nixie mengangguk pelan. "Hmm, ada apa?" Nixie mengusap air matanya.
"Kau menangis? Oke, akan kuhibur kau dengan memberi ini." Tina memberikan sebuah baju berwarna biru muda.
"Ini hadiah dari Sebastian dan aku tak suka warnanya. Jadi kau bisa mengambilnya."
Nixie tak mengambil baju itu dan menautkan alisnya. "Aku bukan tempat sampah untuk barang bekasmu, Tina."
"Ini bukan barang bekas, Nixie. Ini adalah barang baru." Tina meletakkan baju itu ke pangkuan Nixie.
Tina sangat tahu bahwa Nixie begitu menyukai Sebastian sejak lama dan tampaknya Tina sengaja mencuri perhatian Sebastian untuk membuat Nixie marah dan sakit hati.
Nixie kemudian mengambil bungkusan baju itu dan melemparkannya pada Tina hingga mengenai wajah cantiknya.
PRAK
"Nixie!! Apa yang kau lakukan pada kakakmu?" Mariane yang kebetulan melintas di lorong, begitu marah melihat perbuatan Nixie.
"Keluar kalian dari kamarku!" marah Nixie.
"Apa? Kamarmu? Bahkan rumah ini adalah rumah Tina. Sadarkah kau dengan hal itu?" Mariane semakin marah namun Tina memeluk sang ibu tiri
"Mom, sudahlah. Mungkin Nixie mengalami hari buruk di kampusnya."
"Harinya selalu buruk, Tina. Entah apa yang bisa menyadarkannya," sahut Mariane. "Maafkan dia, Tina."
"Mom, dia tak salah, aku lah yang salah karena memberikan barang yang ternyata tak disukainya."
Nixie semakin muak melihat sikap Tina yang munafik dan playing victim.
"Lain kali jangan memberikan apa pun lagi padanya, Tina. Dia bahkan tak pernah berterima kasih pada ayahmu karena telah menyekolahkannya sampai kuliah."
“Aku tak pernah meminta apa pun darimu, Mom. Seharusnya mommy menaruhku di panti asuhan saja waktu menikah dengan ayahnya!”
PLAK
Tamparan keras itu membuat pipi Nixie memerah.
“Kau memang tak pernah bersyukur, Nixie!! Apakah kau ingat ketika kita tidak bisa makan setelah ayahmu meninggal?? Haahh?? Mereka lah yang membantu kita!!” Emosi Mariane meluap.
Ucapan Mariane semakin membuat Nixie sakit hati. Wanita muda itu kemudian beranjak berdiri dan pergi dari kamarnya.
"Jangan membuat ulah lagi di jalan, Nixie!" teriak Mariane.
Nixie tak menjawab apa pun dan keluar dari rumah itu dengan perasaan kesal, marah, dan penuh dendam.
*
*
Hari-hari berikutnya, Nixie mencoba untuk lebih cuek. Ia berusaha tak peduli situasi keluarganya, meskipun tidak mudah.
Dia akan bertahan sampai kuliahnya selesai dan segera pergi dari sana.