Bab 5 | Pertemuan Ketiga

1354 Kata
“Kana Lian! Jawab pertanyaanku!” Raya menggeram kesal, namun Kana hanya menggeleng kaku dan menyentuh lehernya yang kini terasa merinding. “Ke mana kau semalam?” Tanya Raya masih dengan tatapan menginterogasinya. Kana menghela napas panjang, interogasi dimulai dan ini jelas akan panjang. “Night club.” “Then sleep with stranger?! The hell, Kana Danendra!” Raya kembali berteriak, membuat Kana langsung menggeleng dan memberikan tanda peace-nya. “Tidak! Sumpah! I’m sure. Just little accident, dan aku tidak tau apa ini hanya sebuah kebetulan atau apa.” Ucap Kana yang tidak dipahami oleh Raya ke mana arah tujuan wanita itu sebenarnya. “Semalam aku hampir ditabrak, aku mabuk dan tidak sadarkan diri. Seseorang membawaku ke rumahnya, saat aku bangun pakaianku masih lengkap, masih sama dan tidak merasakan apapun pada tubuhku. Dan … dan orang yang hampir menabrakku itu … Dia … Dia… Raden Mahesa Wangsadinata.” Ucap Kana mengakhiri penjelasannya yang membuat Raya melongo untuk sepersekian detik sebelum akhirnya berteriak histeris dan segera menutup mulutnya. “That’s called destiny, Na. Oh my goodnes, I can’t believe it.” Raya memukul-mukul ringan bahu Kana, sedangkan Kana menggumam kesal. “Bukan! Dia benar-benar hanya menolongku. Tidak terjadi apapun, bajuku bahkan masih sama.” Kana kembali meyakinkan, membuat Raya langsung menggeleng tegas. Dia lalu tiba-tiba mengendus baju Kana, hal itu membuat Kana juga ikut melakukannya. Hingga keduanya berpandangan. Tidak ada wangi Kana di sana, wanginya terasa asing, justru seperti baju baru, Kana lalu menelan ludahnya susah payah, kembali menyentuh lehernya yang terasa merinding. “Tidak mungkin! Kemarin aku kehujanan dan muntah. Mungkin itu sebabnya wangi parfumku sudah hilang.” Kana menggumam, namun dia teringat sesuatu. Ada satu bordir sangat kecil di kerah baju itu yang sengaja di buat olehnya untuk menutupi noda yang tidak bisa hilang. Dia langsung berlari menuju kamar dan bercermin, mengecek di mana bordiran yang dibuatnya sebelumnya, namun tidak ada apapun di sana. Bajunya begitu mulus tanpa cacat dan tanpa bordir buatannya. Kana lalu melihat dengan jelas, dua tanda kissmark di leher kanannya, membuatnya menyentuh leher itu kasar dan memijatnya. Tidak mungkin kan? Gila jika dia benar-benar tidur dengan Mahesa di pertemuan pertama mereka! Hancur sudah image-nya. Raya ikut masuk ke dalam kamar, Kana langsung merebahkan tubuhnya ke ranjang. “Buang pikiran burukmu itu! Kita telah menetapkan misi! Misimu adalah menjadikan Mahesa Wangsadinata sebagai suamimu!” Raya tidak peduli dengan apa yang terjadi semalam, apakah Kana sudah tidur dengan Mahesa atau belum. “Tuhan benar-benar memberikanmu jalan. Bersiaplah. Satu minggu lagi hari pertamamu bekerja di Wangsadinata Hospital. Kau harus fokus pada tujuanmu, okay?” Raya menepuk bahu Kana dengan senyum lebar, sedangkan Kana masih berusaha mencerna semuanya. *** Kana menarik napasnya panjang dan mematut lagi dirinya di cermin satu minggu sudah berlalu dan dia banyak memikirkan semuanya. Kini tujuannya semakin bulat dan penuh tekad jika Mahesa harus menjadi miliknya demi membalaskan semua rasa sakitnya. Dia tidak akan lagi menangis untuk si b******k Wira, dia tidak akan lagi meratapi nasibnya yang diselingkuhi. Dia akan melupakan si b******k Wira dan membalaskan semua rasa sakitnya pada Wira dan Raina juga keluarganya. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja di Wangsadinata Hospital. Ini adalah lembaran baru yang akan dia mulai untuk mencapai tujuan hidupnya selanjutnya. Tujuan hidup? Kana tertawa, rasanya dia tidak lagi memiliki tujuan hidup lain selain membalaskan sakit hatinya dan semua luka yang dia terima. Semua kesepakatan yang diucapkan dengan keluarganya minggu lalu telah selesai, kini dia memiliki apartementnya dan beberapa aset lain dengan cuma-cuma. Itu membuatnya merasa lebih secure dan akhirnya bisa mendapatkan harta dari Denandra untuk dia miliki. Dia memasuki lobi rumah sakit dengan jantung yang berdegup kencang. Menuju pada bagian informasi dan memberitahukan identitasnya, seorang staff rumah sakit lalu mengantarnya menuju ke Departement Gizi tempatnya akan bekerja. “Hai, selamat datang di Wangsadinata Hospital Centre. Saya Dokter Musa, Dokter Gizi sekaligus Kepala Departement Gizi di sini. Senang bertemu denganmu, Kana.” Kana tersenyum dan menjabat dengan senyum hangat pada seorang pria tampan yang baru saja memperkenalkan dirinya sebagai atasannya untuk ke depan. “Senang bertemu dengan anda, Dokter Musa. Mohon bimbingannya, saya akan melakukan yang terbaik untuk pekerjaan saya dan membawa nama baik Departement Gizi.” Musa yang mendengarnya tersenyum dan juga menjabat hangat uluran tangan Kana. “Maya, kau bisa membantu Kana dan memperkenalkannya pada staff yang lain.” Dokter Musa memberikan instruksi pada Maya. Membuat Maya mengangguk dan mengajak Kana untuk berkeliling. Hari pertama yang cukup melelahkan bagi Kana, namun sejauh ini dia menikmatinya, belum terlihat bibit-bibit toxic baik dari lingkungan kerja atau teman kerja. Kana berharap tempatnya bekerja kini bisa menjadi rumah kedua untuknya. “May, apa gosip paling hot di rumah sakit ini?” Tanya Kana, kini dirinya dan Maya tengah menikmati makan siang di kantin rumah sakit. “Tentu saja sang pangeran Wangsadinata.” Bisik Maya dengan tatapan berseri-seri, membuat Kana menahan senyumnya, itu sudah pasti. “Memang kenapa dengannya?” Tanya Kana yang dibuat sangat antusias akan penasaran, dia ingin mencari tau lebih lanjut semua hal yang menjadi gosip tentang pria itu. “Si pewaris tunggal yang sangat sempurna. Sang pangeran idaman semua wanita. Ah Tuhan, dia benar-benar gambaran sempurna pangeran di abad ini.” Maya benar-benar mengekspresikannya dengan sempurna. Membuat Kana hanya tertawa singkat. “Memang dia tidak memiliki kekurangan sama sekali?” Tanya Kana. “No. Never. Dia sempurna luar dan dalam. Sialan tampan, crazy rich, suamiable, idaman mertua. Kau tau, Na. Dia tidak pernah bermain-main dengan perempuan. Sangat menghormati dan menghargai wanita. Pembawannya tegas dan berkarisma, tidak pernah terlibat skandal apapun dan selalu membuat prestasi untuk rumah sakit ini. Dia benar-benar green flag.” Maya kembali menambahkan. “Jadi dia tidak pernah menjalin hubungan?” Tanya Kana membuat Maya tampak berpikir dan menggidikkan bahunya bingung. “Tidak tau, kehidupannya sangat tertutup, tapi dia tidak pernah terlibat skandal dengan wanita mana pun atau membuat masalah. Sumpah! Dia definisi pria baik yang sempurna dan tidak neko-neko.” Maya kembali menambahkan. “Tidak pernah ada gosip jika dia gay karena tidak pernah menjalin hubungan dengan pria?” “Sssttt. Kau ini! Jaga ucapanmu, dinding di sini bisa berbicara.” Maya memperingatkan, membuat Kana meringis dan mengangguk. Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore, Kana bergegas menyelesaikan semuanya dan bersiap untuk pulang. Hari pertama yang cukup melelahkan namun dia bahagia dengan pekerjaannya. Dia sibuk dengan ponselnya untuk mengecek jadwal kuliahnya yang baru saja diumumkan secara official. Kuliahnya dimulai minggu depan, dan semester pertama akan sangat padat. Memikirkannya saja membuatnya sakit kepala. Sibuk dengan ponselnya membuat Kana tidak memperhatikan jalannya hingga dia menabrak seseorang dan hampir saja tubuhnya terjungkal ke belakang jika seseorang itu tidak menahan pinggangnya. “Hobimu memang menabrakkan diri ya?” “Dokter Mahesa.” Kana langsung dibuat terkejut dan melepaskan dirinya juga membungkuk minta maaf, sedang Mahesa mendecak. “Maaf…. Saya tidak sengaja.” Kana kembali meminta maaf. “Tidak sengaja bermain ponsel sambil berjalan?” Tanya Mahesa yang sudah melipat tangannya di depan d**a dan menatap intens pada Kana yang kini juga menatapnya. Wanita itu meringis mendengar jawaban Mahesa. “Saya salah, dan tidak akan membela diri. Sekali lagi maafkan saya, Dok.” Ucap Kana lagi membuat Mahesa hanya menghela napasnya lalu berlalu dari hadapan Kana. “Dokter.” Panggil Kana yang langsung membalikkan badannya dan mengejar Mahesa. “Saya belum mengucapkan terima kasih dengan cara yang benar malam itu. Terima kasih sudah merawat dan menyelamatkan saya. Termasuk yang tadi juga. Apa ada sesuatu yang bisa saya lakukan untuk membalas kebaikan anda?” Tanya Kana dengan senyum manisnya membuat Mahesa menatap lekat pada wanita itu dan menyunggingkan senyum sinisnya. Rencana Kana sangat terbaca, persis seperti wanita-wanita lain yang mendekatinya sepanjang hidupnya. “Kau begitu mudah terbaca, Nona. Caramu sangat klise dan menggelikan. Aku sudah menghadapi ratusan wanita sepertimu.” Bisik Mahesa dengan nada meremehkan, Kana jelas tau maksud ucapan Mahesa, namun dia tidak akan menyerah karena itu. “Maka aku akan tunjukkan bagaimana aku berbeda dari ratusan wanita seperti yang kau pikirkan, Dokter Mahesa.” Bisik Kana dengan berani di telinga pria itu hingga Mahesa bisa merasakan deru napas Kana di lehernya dan membuatnya meremang. Tepat setelah mengatakan itu Kana berlalu dengan senyum manis terbaiknya, meninggalkan Mahesa yang menatapnya dengan sejuta makna di tempatnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN