| Gio Sakit

1463 Kata
“Udah nggak papa, kamu nggak usah khawatir. Kuliah aja sana. Ada Mama, kok. Aku cuma masuk angin aja kayaknya ini. Kan udah dikasih obat juga sama dokter,” kata Gio menenangkan istrinya yang bersikeras nggak akan kuliah hari itu demi menjaga Gio. Mereka baru pulang dari IGD dan setelah muntah Gio reda, Gio memaksa dirawat di rumah saja. “Jelas aku khawatirlah. Kamu pucet gini.” “Nanti juga baikan. Pucet karena aku nggak makan aja ini. Udah nggak papa. Pergi kuliah sana. Nanti absenmu makin banyak. Nanti abis makan pasti aku bakal baikan.” Val masih kelihatan ragu. Dia enggan beranjak dari sisi Gio dan terus memegangi tangan suaminya. Pergi kuliah juga percuma karena pikirannya pasti terbayang Gio terus. “Kamu juga kenapa menolak dirawat di rumah sakit. Biar diobservasi kamu itu kenapa sebenarnya? Kalau keracunan makanan, dari mana asalnya. Jadi biar tuntas gitu.” “Mungkin karena aku kelamaan nggak pake baju aja ini, Sayang. Ditambah sering turun ke lapangan. Makanya ngedrop. Jangan pasang muka sedih gitu dong, aku bukannya divonis kanker sama dokter.” “Amit-amit, deh! Kamu sih suka ngajak tidur nggak pake baju. Udah mulai malam ini tidurnya pake piyama.” “Yah nggak asyik. Nggak bisa gesek-gesek.” “Udah sakit pikiran masih ngeres aja!” Val bersungut. Kalau pikiran Gio udah mesuum gini berarti emang nggak ada yang perlu dikhawatirkan. “Ngeresnya di depan kamu aja. Kalau di depan yang lain, mana berani.” “Awas aja kalau berani!” ancam Val. “Enggak kok, Sayang. Kamu aja udah cukup buat aku. Nggak habis-habis dan nggak ngebosenin.” Perasaan Val sedikit membaik mendengar rayuan receh Gio. Dia tahu suaminya sedang berusaha membujuknya dan mengatakan kalau semua baik-baik saja. Tapi rasa khawatir itu tetap ada. Ditambah lagi, Val juga merasa aneh sendiri. Padahal Gio sedang sakit tapi kenapa malah di matanya dia kelihatan seksi. Gio yang nggak berdaya kayak gini bikin Val pengen melakukan perbuatan yang iya-iya dan bikin Gio memohon-mohon sama dia. Astaga, kenapa sekarang pikiran Val yang ngeres, sih. Sadar Val, sadar, suami kamu lagi lemes gitu. Jangankan tenaga buat bales keinganan mesuum kamu, tenaga buat bangunin adek kecilnya aja nggak ada kali! Hhh, Val mendesah cukup keras. Bikin Gio makin pengen melukin Val dan nenangin perasaannya. Tapi dia lagi lemes. Kalau sampai meluk Val, dia takut ntar ada yang kebangun dan minta yang anu-anu. Astaga, kenapa pikiran Gio malah tambah ngeres? Dan kenapa di mata Gio, tubuh Val makin berisi saja, ya? Tapi bukan gendut. Cuma rasanya, setelah semalam dia mengolah bagian depan yang menonjol itu, dia merasa kalau bagian satu itu lebih besar. Apa karena dia rajin melakukan pijatan-pijatan yang membuat lemak-lemak di bagian itu makin kencang makanya jadi kelihatan makin besar? Entahlah. Tapi dengan Val yang sekarang makin mepet di badannya, dia makin pengen. Iya … dia pengen pipis! “Mmm, Val! Mending kamu pergi kuliah, deh? Nanti telat,” kata Gio dengan suara tertahan. Val mengangkat tubuhnya dari dadaa Gio. “Terus kamu gimana?” tanyanya. Keduanya berpandangan cukup lama dan tanpa sadar, bunga api itu meletup di sana sini. Gio sudah mendekatkan bibirnya dan Val sudah memejamkan mata. Mereka sama-sama tahu, kalau keduanya berdekatan, memang sangat sulit untuk nggak saling memuaskan. “Nah, Gio, kamu harus habiskan bubur ini biar makin segar. Perut kamu kosong jadi belum bisa makan yang keras-keras dulu. Makan bubur ayam saja ya. Spesial Mama yang bikin lho ini.” Kedatangan Mama yang tanpa aba-aba di kamar mereka bikin keduanya menarik diri lalu diam di tempat masing-masing dengan posisi kaku. Mama melihat keanehan itu dan tahulan dia kalau masuk di saat yang nggak tepat. “Mmm, kamu nggak kuliah, Val? Kalau enggak, kamu bantu Gio makan, deh.” “Tidak!” “Jangan!” Val dan Gio berkata bersamaan. Keduanya saling tatap sebentar, lalu Val yang mengambil alih keadaan. Dikecupnya bibir suaminya cepat sebelum lelaki itu menyadari. “Aku pergi dulu. Kamu sama Mama dulu, ya.” Val mendekati ibu mertuanya dan mencium pipi Mama. “Val mau kuliah, kata Gio dia mau manja-manja sama Mama seharian ini. Val titip Gio, Ma. Dah Mama, dah Sayang. Cepet sembuh, nanti abis kuliah aku langsung pulang cepet.” Val memberi Gio ciuman jauh sebelum menutup pintu kamar mereka dan menghilang di baliknya. * “Siang, Pak.” “Siang. Siang, Val,” balas Pak Tito pada ketiga mahasiswi yang menyapanya. Selepas Pak Tito berlalu, Poppy menarik tangan Mai dan Val agar minggir sebentar. “Apaan, sih, Pop? Minggir-minggir gini ntar kecemplung got kita!” protes Mai. “Ssst! Jangan berisik! Sini, aku mau ghibah sebentar. Kalian berdua sadar nggak sih sama Pak Tito?” “Sadar. Dosen satu itu makin ganteng, kan? Ya ampunnnn!” “Heh! Jangan ngehalu dulu. Coba kamu sadar sebentar, Mai. Pak Tito sama kita aja nggak hapal nama, kenapa sama Val hapal, ya?” “Terus kenapa? Wajar aja sih? Val mahasiswi dia yang paling pinter dan dia juga udah nawarin Val jadi asistennya semester nanti. Kamu juga tahu ceritanya, kan?” “Iya, aku tahu. Tapi tatapan Pak Tito sama Val itu beda.” Val mulai paham ke mana arah percakapan ini. Dia segera menyingkir dari kedua temannya dan melangkah menuju gedung. “Val, tunggu! Jangan menghindar, deh. Kamu juga ngerasa, kan?” berondong Poppy. “Ngerasa apa? Kalau kamu pikir dia suka sama aku, enggak mungkin! Dia itu dosen dan aku mahasiswanya. Cuma itu aja. Sama seperti yang dibilang Mai.” “Terus kenapa kalau kamu mahasiswanya? Mahasiswa yang suka dosen dan jadian sama dosennya itu banyak. Bahkan ada yang sampai nikah. Jadi kalau di balik kondisinya, itu juga nggak aneh!” “Ya kalau dia mau suka sama aku, silakan saja. Aku sih enggak. Kalian tahu sendiri aku punya Gio.” “Iya, sih,” kata kedua temannya bersamaan. Mereka melangkah bebarengan ke arah gedung. “Eh, tapi, tapi …” Poppy lagi-lagi menghentikan langkah keduanya. “Apa lagi, sih Poppy?” tanya Val malas. “Tapi Gio, kan nggak tahu keadaan kampus gimana. Dia sibuk sama kerjaannya, kan?” “Iya, terus kenapa?” Val nggak paham ke mana lagi arah pembicaraan Poppy kali ini. “Kamu nggak kepengen gitu merasakan punya hubungan sama dosen. Pacaran sama Pak Tito? Pak Tito juga pasti nggak tahu kalau kamu punya pacar, kan? Pasti seru, deh bisa jalan sama cowok ganteng dua orang di saat yang bersamaan. Pengalaman baru ini Val, pengalaman!” “Maksudnya, aku disuruh selingkuh dari Gio?” tanya Val nggak percaya. Teman macam apa yang menjerumuskan ke jurang kayak gini? “Yaelah, Val. Kamu sama Gio kan masih pacaran, masa iya mau setia banget. Belum ada janur kuning juga. Lagian juga kamu nggak tahu Gio di kantor itu kayak gimana. Siapa tahu dia punya skandal terpendam sama sekertarisnya.” “Apa?!” Val membelalakkan mata mendengar teori Poppy. Dia memang nggak tahu keadaan kantor Gio kayak gimana, tapi dia percaya Gio nggak macem-macem. Seluruh kantor tahu kalau Gio sudah menikah meskipun dia nggak pernah muncul di kantornya sama sekali. “Kalau dipikir, apa yang dibilang sama Poppy benar juga. Kamu, kan nggak tahu Gio dengan baik.” ‘Siapa bilang aku nggak tahu? Size kolor dan anunya pun aku paham banget. Asyem banget nih Poppy sama Mai.’ “Mana tau diam-diam, ternyata dia itu sudah punya istri.” ‘Astaga! Gue istrinya woii!’ Rasanya Val pengen menjerit dan bilang terang-terangan kalau dialah istri Gio yang sah dan nggak bisa diganggu gugat. Tapi semua omongannya harus dia pendam karena sudah bertekad nggak akan membocorkan masalah statusnya kepada mereka berdua. “Kalian gilaa semua tahu, nggak. Dahlah, aku mau kuliah terus pulang cepet. Mau nemenin Gio yang lagi sakit!” “Nemenin di mana?” tanya Mai dan Poppy kepo. “Ya di rumahnyalah, masa di rumah tetangga,” jawab Val ketus sambil berjalan masuk ke dalam gedung. Kedua temannya mengejar. “Jadi Gio belum punya istri? Beneran single? Yah, teori aku salah, dong,” teriak Mai pura-pura kecewa. Mereka mengekori Val naik tangga. Val cuma senyum-senyum sendiri mendengar ocehan kedua temannya. Kalau saja mereka berdua tahu bahwa sebenarnya istri Gio itu Val, mungkin mereka bakalan pingsan karena kaget. Nggak akan ada yang mengira kalau dia sebenarnya sudah menikah. Tanpa mereka sadari, pembicaraan mereka didengar oleh seseorang yang akan keluar dari kamar mandi di bawah tangga. “Mmm, jadi nama pacar Val itu Gio? Baiklah. Info baru ini. Aku harus cari tahu siapa si Gio ini.” “Siang, Pak Tito!” sapa seorang mahasiswa yang mau masuk ke dalam kamar mandi. Merasa aneh kenapa juga ada dosen nyasar ke kamar mandi mahasiswa. “Eh, siang,” kata Pak Tito sambil buru-buru keluar. Terpaksa dia menggunakan kamar mandi siswa karena kamar mandi khusus dosen penuh semua. Entah makan apa para dosen karena banyak yang sakit perut berjamaah hari ini.©
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN