Besok sorenya ketika pulang dari kampus bersama Han, Mom dan Dad sudah berada di rumah. Mereka membuat pesta kejutan kecil untuk Han. Sua tidak mengerti. Kemarin lusa Mom menelepon tidak bisa menepati janjinya pulang tepat waktu. Tapi hari ini adalah hari ulang tahun Han. Dan kini mereka telah berada di sini. Di Seoul!
Sua berusaha mati-matian mengatasi keterkejutannya. Ia sadar sudah melupakan kenyataan bahwa Mom suka memberi kejutan. Untungnya pesta kecil itu tidak dilangsungkan cukup lama. Mom dan Dad tentu lelah menempuh perjalanan jauh. Dan Han memiliki alasan bagus untuk segera mengakhiri pesta kejutan itu. Menggunakan Yuta dan Ben sebagai alasan. Mengatakan mereka akan merayakan ulang tahun Han juga. Sua tentu ikut. Tidak mungkin tidak meski Han tidak memberinya instruksi. Ia mengekori Han hari itu.
Han diam saja sepanjang perjalanannya dalam mobil Dad. Sua tidak tahu apakah ia perlu bertanya ke mana mereka pergi. Karena ia tidak yakin Han menginginkan ia ikut bersamanya. Han memasang wajah datar lagi, wajah kosong yang tidak dapat dibaca.
Sua menghela napas panjang. Sandarannya merosot. Semangatnya hilang. Rasanya seperti di jatuhkan ke tanah dan diinjak-injak. Di antara seluruh kejutan dari Mom, kejutan ulang tahun Han lah yang paling Sua benci.
"Kau baik-baik saja?" Tiba-tiba Han bertanya.
Sua menoleh lunglai. "Ya," sahutnya ngawur. Tak benar-benar memerhatikan ucapan Han.
Han mengusap puncak kepala Sua, hal biasa yang ia lakukan untuk menenangkan atau memberi Sua semangat. Seketika Sua bingung. Tidak mengerti kenapa Han berubah lagi.
"Kenapa?" Sua berpaling memandang Han. Berharap laki-laki itu akan menoleh padanya agar Sua tahu apa yang sedang ia rasakan.
Mobil melambat dan Han pun menoleh. "Kau suka taman bunga sakura?"
Sua mengernyit. Semakin tidak mengerti. Han memberi isyarat agar Sua memandang keluar. Ia berpaling dari wajah sempurna Han dan terperangah menyaksikan deretan pohon-pohon sakura yang mekar sepanjang jalan.
"Kau terlihat gelisah sekali, jadi kupikir pemandangan ini bisa membantumu tenang," ujar Han.
Well, demi apa pun di muka bumi, Sua lega sekali. Karena jelas Han menginginkan Sua untuk ikut. Bahkan dirinya lah alasan Han keluar dari rumah.
"Sayang sekali cuacanya tidak bagus," Han memandang menerawang ke arah gumpalan kelabu di langit. "Kita akan ke sini lagi besok," janji Han. Menyadari kekecewaan tak terkatakan Sua.
Sua nyengir. Han selalu mengerti dirinya meski ia tidak mengatakannya. Dan meski kali ini tidak bisa mampir ke tempat ini Sua tidak apa-apa. Tidak terlalu kecewa lagi. Karena yang terpenting Han ada di sini bersamanya. Toh, Han adalah sosok indah yang melebihi apa pun untuk dilihat.
"Aku senang kau tidak pernah melepasnya."
Sua tersadar dari lamunan. Mengalihkan pandangan dari wajah Han ke liontin baby's breath yang ia pegang. "Aku suka memakai kalung ini karena membuatku merasa memiliki bagian dari dirimu."
Sudut bibir Han yang terkatup terangkat. Sua mendesah. Sekarang jelas tidak bisa mengalihkan pandangan lagi dari wajah sempurna itu.
Mobil kembali melaju cepat, meninggalkan pepohonan sakura di belakang mereka. Sua tidak tahu ke mana mereka akan pergi lagi. Tapi itu tidak masalah. Selama Han ada bersamanya, itu sudah lebih dari cukup.
"Base campku," jelas Han ketika mobil memasuki area parkir di halaman sebuah gedung.
Sua mengernyit. Tapi tidak lagi mengalihkan pandangan ke luar. Han turun dan berjalan memutari mobil. Membukakan pintu untuk Sua dan mengecup puncak kepalanya sambil terkekeh.
"Base camp-mu itu apa?" Akhirnya Sua bertanya, meski sebenarnya tidak benar-benar penasaran.
"Tempat billiard. Aku, Ben dan Yuta sering kemari," sebelah tangan Han menggenggam tangan Sua.
Sua bingung. Dan sejujurnya tidak suka mendengar kalimat itu. Ia kira ia akan berdua saja dengan Han.
"Tapi aku jamin hari ini Ben dan Yuta tidak ke sini," imbuh Han.
Sua lega seketika.
Well, ia belum pernah ke tempat billiard seumur hidup. Dan begitu lah keadaannya. Ruangan itu luas dengan beberapa meja billiard sekaligus. Tak terlalu ramai, syukurlah. Dan jendela kaca besar sebagai pengganti dinding yang menghadap area depan lumayan juga. Walau tidak sebagus pemandangan di jendela kamarnya.
Han bermain sendirian karena Sua tidak bisa dan menolak diajari Han. Lebih baik mengantisipasi kemungkinan ia akan melakukan hal yang memalukan.
Tiba-tida terdengar suara seseorang dalam bahasa asing. Sontak Sua mengangkat wajah ke arah suara. Tae-Oh? Si pengganggu itu. Laki-laki yang mengganggu Sua saat pernikahan Mom. Sua bersyukur sekali saat itu Han menyelamatkannya. Keningnya otomatis berkerut. Kini ia bebas menunjukkan apa yang ia rasakan. Hei, sejak kapan ia di sana?
Han menegakkan tubuh. Sama sekali tidak ramah. Ia tidak perlu berpura-pura baik pada Tae-Oh.
"Sudah lama sekali tidak bertemu, Sua," katanya dari seberang meja. Ia tersenyum kecewa melihat raut wajah Sua.
Sua tidak peduli.
"Kau sudah banyak berubah," desisnya. Mengalihkan pandangan sinis pada Han yang siaga.
"Mungkin karena hubungan terlarang kalian?"
Sontak Sua dan Han terkesiap. Ia tidak mau menerima jika telinganya memang mendengar kalimat itu dari Tae-Oh.
Tae-Oh tergelak. Benar-benar sinting.
"Ternyata benar dugaanku," jeda sejenak. "Well, jadi Han, aku yakin kau pasti menidurinya juga."
Sua merasa bara panas menusuk jantungnya. Ia langsung bangkit. Ingin meninju si mulut sialan itu. Namun mendadak ia sadar Han melakukan hal yang sama. Sua langsung berubah pikiran. Menarik lengan Han dengan seluruh tenaga yang ia miliki. Menahannya. Demi Tuhan ini tidak benar. Berkelahi dengan Tae-Oh hanya akan menambah masalah.
"Kenapa terkejut begitu?" Tanya Tae-Oh dengan wajah sok polos. "Aku bahkan melihatmu menciumnya," Tae-Oh menunjuk Sua dengan ujung dagunya. Sesaat memandang Sua layaknya sampah.
Tubuh Han mengejang. Sua tidak sanggup lagi. Han terlalu besar dan terlalu kuat untuk ukurannya.
"Han, kumohon, ayo kita pergi saja."
Han mengatur napas. Menjadi sedikit lebih tenang. "Tunggu aku di bawah, Sua," pintanya.
"Tidak!" Sua menggeleng keras. "Aku tidak akan meninggalkanmu!"
"Kumohon."
Sialan, Han. Ia tahu Sua tidak akan bisa menolak jika Han menatapnya seperti itu. Perlahan ia melepas cengkeramannya pada lengan Han. Menatap Tae-Oh sengit beberapa saat dan kembali pada Han. Ia mendesah. "Temui aku secepatnya," ucapnya sebelum pergi.
"Tentu," suara Han ditenggelamkan keheningan yang entah datang dari mana.
Sua tidak mengingat sebagian besar perjalanannya kembali ke halaman depan gedung. Ia tidak langsung masuk ke mobil. Melainkan menyandarkan tubuh pada pintu. Menatap lekat ke arah pintu kaca gedung dan menunggu dalam kecemasan.
Sua memeriksa jam tangannya. Belum ada dua menit ia di sini. Astaga, rasanya sudah lama sekali. Tiga menit. Empat menit berlalu lambat. Sua menyentakkan diri bangkit. Ia tidak tahan. Baru beberapa langkah dari mobil Han muncul dari balik pintu masuk. Terlihat begitu marah. Tetapi begitu menangkap Sua dalam pandangannya, ketegangan dalam dirinya melunak.
Sua menghela napas lega. Lega karna Han baik-baik saja.