Sua sedang membaca buku di sebelah jendela kamarnya ketika Mom masuk. Membawa sekotak hadiah untuk Sua. Yang benar saja. Kenapa semua orang memberinya hadiah padahal Han yang sedang berulang tahun. Bahkan Dad juga, saat Sua pulang ia memberi sebuah boneka baru. Boneka kelinci kecil berwarna biru.
Sua tidak banyak memprotes. Ia tentu tidak ingin menyakiti perasaan Mom. Betapa terkejutnya Sua saat melihat bingkai foto yang ada dalam kotak itu. Foto saat Sua masih bayi berada dalam gendongan ayah biologisnya. Laki-laki yang paling Sua benci di dunia.
Suara Mom merendah, nyaris setengah berbisik. "Butuh waktu bertahun-tahun untuk mengumpulkan keberanian Mom."
Sua mengangkat wajah memandang Mom. Ia terlihat sedih. Membuat hati Sua ikut sakit.
"Maafkan Mom, Sua. Jika Mom mengatakannya sejak awal kau mungkin tidak akan membenci ayahmu."
Apa, sih yang Mom bicarakan. Sua tidak suka membicarakan orang itu.
"Kau pasti sudah pernah mendengar omongan dari keluarga kita, bahwa ayahmu meninggalkan Mom saat mengandungmu," Mom menarik napas. Seolah butuh perjuangan besar untuk terus bicara. "Sebenarnya tidak begitu."
Sua terperangah. Mulutnya terkunci. Ia tidak mampu mengatakan apa pun meski ingin.
"Sejak awal pernikahan kami, Momlah yang begitu mencintainya. Mom yang memaksa ayahmu menikah dengan Mom karna gadis yang ia cintai sudah meninggal," Mom mengusap mata, kesedihan dan penyesalan terlihat jelas dalam matanya yang selalu jujur.
Sua tidak mengerti. Kenapa?
"Mom tahu dia tidak mencintai Mom. Tapi Mom begitu egois. Pernikahan kami tidak bahagia. Mom tahu dia begitu tersiksa. Akhirnya kami memutuskan berpisah. Saat itu Mom dan ayahmu tidak tahu tentang kehadiranmu."
Sua merasa napasnya mulai tidak teratur. Di mana ujung cerita ini akan berakhir? Segalanya terdengar membingungkan.
Mom melanjutkan dengan napas berat. "Ketika Mom akan memberitahu ayahmu, Mom melihat dia bersama wanita itu."
Wanita itu? Siapa? Sua masih kehilangan kemampuannya untuk bicara dan ia muak sekali.
"Wanita yang sangat dicintai ayahmu, wanita yang sudah mati itu."
Sua tercekat. Apa-apaan ini? Apa Mom bercanda? Tapi kenapa ia tidak bisa tertawa? Kenapa Mom terlihat seserius itu? Kesedihannya bukan kebohongan. Penyesalannya benar-benar murni. Tapi artinya itu?
"Mom tidak pernah menceritakan pada siapa pun tentang pekerjaan ayahmu, kan?" Ia memandang Sua, tersenyum menyakitkan. "Karena Mom yakin tak akan ada yang memercayainya. Dia seorang ilmuwan. Ilmuwan gila, mungkin begitu orang-orang menyebutnya. Tapi demi seluruh kewarasan yang Mom miliki. Yang Mom lihat saat itu adalah Elisabeth wanita yang ayahmu cintai. Bahkan Mom menghadiri pemakamannya. Mom melihat dia dengan mata kepala Mom sendiri," jeda begitu panjang. "Mom hanya berpikir, pasti ayahmu melakukan sesuatu. Mungkin sesuatu yang terlarang atau gila Mom tidak tahu. Tapi saat Mom melihat bagaimana caranya memandang Elisabeth, hanya satu yang Mom yakini saat itu. Bahwa merahasiakan keberadaanmu darinya adalah pilihan yang terbaik. Mom tidak pernah melihat tatapan itu. Tatapan dengan cinta sebesar itu. Mom tidak bisa... Tidak bisa untuk yang kedua kalinya merusak kebahagiaan ayahmu."
Sua termenung. Berusaha mencerna semua hal yang ia dengar. Tapi otaknya berjalan lambat.
"Tanpa Mom tahu, entah dari mana ia mendengar kabar tentang kehamilan Mom. Padahal Mom sudah kembali ke Seoul pada saat itu. Saat Mom bertanya padanya. Rupanya bibimu yang memberi tahu," entah bagaimana Mom bisa tersenyum saat itu. "Ayahmu mengatakan akan bertanggung jawab. Tapi tentu Mom menolak. Bahkan ia tinggal di sini sampe kau lahir. Ia sering menjenguk Mom, menjengukmu."
Perasaan aneh yang tak dapat Sua artikan mendadak menyerang dirinya. Membuat ia terpaku.
"Tepat di hari kelahiranmu. Mom memintanya untuk pergi. Mom tidak bisa terus melihat dirinya, Mom masih terlalu mencintai ayahmu. Mom menanyakan tentang Elisabeth. Ayahmu sangat terkejut. Lalu pada akhirnya dia pergi. Mom memintanya agar tak pernah kembali," Mom mulai terisak. "Maafkan Mom, Sua... Karena keegoisan Momlah yang membuatmu menanggung semua ini. Maafkan Mom..."
Sua tidak tahu kenapa ia bisa menemukan suaranya kembali. Ia tahu Mom jujur. Ia hanya tidak mau menerimanya saja. Ia menolak kebenaran itu. "Tidak apa-apa, Mom. Jika aku berada di posisimu aku juga akan melakukan hal yang sama," yah, mungkin saja. Sua hanya yakin ia tidak akan sanggup melihat Han setiap hari di saat ia sudah memiliki wanita lain.
"Jangan menangis, Mom. Nanti Dan akan cemas," hiburnya. Tersenyum seolah baik-baik saja.
Mom menghapus air mata di pipinya. "Mom sangat takut kau tidak bisa menerima Dad. Tapi sekarang Mom lega kau bisa menerimanya."
Tentu saja. Dad sosok ayah yang baik. Yang tidak ia terima hanya Han sebagai kakak tirinya.
Kim Han, Sua termenung. Di mana kisah ini akan berujung? Apakah akan berakhir seperi kisah Mom dan ayahnya? Apakah Sua juga akan setersiksa Mom saat itu terjadi?
***
Sua keluar untuk makan malam karna Dad sudah memanggil. Perlahan ia menuruni tangga sambil sesekali mencuri pandang pada Han. Ketika sampai di dasar tangga Han memandangnya. Tersenyum samar. Sua langsung memandang ke arah lain. Dan sepanjang jalan menuju meja makan ia tidak memandang Han lagi. Ia hanya tidak ingin Han melihat kesedihan ini. Ia tidak ingin Han memandangnya dengan tatapan iba.
Dad menarik sebuah kursi untuk Sua duduki. Berhadapan dengan Han. Ia diam saja. Menunduk memandang makanannya.
Bahkan sepanjang makan malam itu ia tidak mengatakan apa pun. Meski Dad menceritakan tentang masalahnya sewaktu di Washington dan mengumumkan memberi Han hadiah sebuah mobil. Meski Mom sudah kembali ceria lagi. Meski Han memandangnya cemas. Ia tetap diam.
Sua kembali ke kamarnya seolah hal itu yang paling ia inginkan di dunia. Ia hanya tersenyum pada Dad. Menunjukkan bahwa ia baik-baik saja sebelum pergi. Ia berlari menyusuri lorong menuju kamar tidurnya. Membanting pintu. Dan menjatuhkan diri di ranjang. Menangis.
Ia tidak tahu kenapa. Kenapa... Kenapa Mom baru menceritakannya sekarang? Sua juga ingin merasakan bagaimana bahagianya menghabiskan waktu bersama seorang ayah. Sua selalu berpikir seperti itu setiap melihat sepupu-sepupunya atau orang lain bersama ayah mereka. Menggenggam tangan mereka saat berjalan-jalan. Hadir di saat upacara kelulusan sekolah dan mengambil foto bersama. Dan banyak hal lainnya. Pada akhirnya Sua hanya berpikir, ia ingin sekali melakukan hal-hal itu, tapi tidak bisa karena ayahnya adalah makhluk yang b******k.
Mendadak ia teringat pada ucapan Han. Han benar. Seluruh keluarganya bicara omong kosong. Foto yang Mom berikan adalah bukti bahwa ayahnya tidak membuang dirinya.
Sua membenamkan wajah ke dalam bantal. Menyembunyikan teriakannya yang tertahan. Ia ingin berteriak. Ia ingin melampiaskannya. Ia ingin marah. Tetapi ia mencintai Mom.
Sua merasakan sentuhan lembut dalam jangkauan tangannya. Ia mengangkat wajah. Rupanya boneka kelinci itu. Sua mengatur napas dan bangun. Meraih boneka itu dan memeluknya. Memutuskan untuk memberinya nama Hope. Yang berarti harapan.
Eh, mendadak Sua teringat pada Yoon. Ia pernah menonton film itu bersamanya. Berjudul Zootopia di mana karakter kelinci di film itu juga bernama Hope. Kebetulan sekali. Sua tersenyum samar.
"Hope, aku ingin bertemu ayahku meski aku membencinya setengah mati."