Beberapa bulan yang lalu...
Seorang pria tampan baru saja keluar dari Bandara Soekarno-Hatta. Kepalanya celingukan mencari keberadaan keluarganya yang sudah menunggu dari tadi. "Rangga..." teriak Syena sang kakak yang melambaikan tangannya heboh. Rangga tersenyum melihat tingkah sang kakak yang tak berubah sejak dulu, terlalu antusias.
"Welcome home, adikku tersayang." Ucap Syena sambil memeluk Rangga yang terlalu tinggi buatnya. "Thanks Kak." Rangga membalas pelukan sang kakak.
"Kangen banget tahu ngga. Tapi kalo deketan bawaannya kepengen berantem aja." ucap Syena mengacak rambut Rangga. Rangga menepis tangan kakaknya dan kembali merapihkan rambutnya yang sudah di acak-acak sang kakak. Syena tertawa melihatnya. Adiknya yang perfeksionis sudah kembali pulang.
"Sumpah gue sih ngga kangen elo Kak." ucap Rangga membuat Syena memukulnya. "Mana yang lain? Katanya mau jemput juga." tanya Rangga penasaran karena tak melihat keluarganya yang lain selain sang kakak dan supir keluarga Pak Maman.
Ia pun menyalami Pak Maman yang sudah ia anggap seperti kakeknya sendiri. Ketiganya berjalan keluar bandara. "Tadinya mau bawa satu komplek tapi akhirnya cuma gue doank yang jemput. Gatau kenapa tiba-tiba ngga bisa dateng. Kalo Mira sih masih kuliah dia. Lagi ujian."
Rangga membantu Pak Maman memasukkan barang-barangnya ke dalam bagasi mobil. Tak mungkin ia membiarkan pria setua Pak Maman mengangkat barang-barangnya sebanyak itu. "Hah? Clara udah kuliah Kak? Bukannya masih SMA ya?" ucap Rangga kaget.
"Ya elah tiap loe balik pasti bilangnya SMA mulu. Emangnya anak gue bego apa sampe ngga naek kelas. Enak aja loe kalo ngomong. Udah kuliah dia di Binus ambil Psikolog."
"Oyah?? Waduh lama banget gue ngga pulang ya. Terakhir pulang kapan?"
Syena mengetok kepala adiknya. "5 tahun lalu loe terakhir pulang. Di suruh pulang tiap tahun ngga mau. Sombong banget sih mentang-mentang perusahaan disana berkembang pesat, ampe lupa sama rumah sendiri."
"Bukan gitu Kak. Kantor gue kan lagi masa penyesuaian, belum bisa di tinggal. Makanya baru bisa pulang sekarang."
"Jadi bakalan stay di Jakarta nih ceritanya."
"Belum tahu tapi yang pasti sekarang tinggal di sini. Gue udah beli Apartemen di Jakarta.”
“Apa?! Kok elo tinggal di Apartemen sih? Kenapa ngga tinggal di rumah sama mama. Mama pasti seneng kalo ada elo dirumah.”
“Sengaja. Biar elo ngga ngajak gue berantem mulu. Lagian gue udah ijin sama mama sebelum beli Apartemen." Syena mendelik sebal. “Kok mama ngga ngasih tahu gue sih.”
“Ngapain juga mama ngasih tahu elo. Kan gue yang mau beli Apartemen.”
“Ya kan kalo kita mau maen ke Apartemen loe tinggal datang aja.”
“Enak aja. Ijin dulu sama gue. Maen nyelonong masuk gue lapor satpam.”
“Dih sama keluarga sendiri aja kayak gitu. Kualat loe!”
“Emang kalo kualat ama loe bakalan mempan?” Rangga tertawa. Syena memukulnya kencang tapi tak begitu terasa baginya karena tubuhnya terlalu kekar. “Emang kapan loe pindahan?” tanya Syena.
“Yang pasti ngga dalam waktu dekat deh.”
"Oh gitu. Oke deh gue kirain loe langsung pulang ke Apartemen hari ini.”
“Ngga kak. Gue tinggal dulu dirumah. Lagian Apartemennya lagi di renov. Paling tunggu renov beres baru gue pindah.” Syena hanya beroh ria. Tak ada pembahasan apapun selama perjalanan pulang di antara mereka.
***
Sementara itu, ditempat lain. Seorang gadis berambut pendek buru-buru masuk ke sebuah kelas dimana temannya berada. “Ra, elo ada acara ngga habis ini?” tanya Dian dengan senyum lebar.
“Hm…” Amira membereskan barang-barangnya pasca ujian tadi dan bersiap keluar ruangan. "Hangout yu, Ra. Mumet nih kepala gue abis ujian pengen refreshing." ucap Dian mengekor keluar dari ruang ujian.
"Yah... Sorry. Gue ngga bisa. Gue harus cepet pulang soalnya Om gue yang tinggal di London hari ini pulang. Gue udah di ultimatum nyokap sama Oma untuk ngga kemana-mana setelah pulang ujian."
Diana cemberut. "Yah ngga asik ah."
"Sorry. Loe tahu sendiri kalo nyokap gue lebay banget kalo urusan kumpul keluarga. Bisa di tendang dari KK gue kalo ngga hadir."
"Yaudah deh." jawab Diana lesu.
"Sorry banget. Beneran deh kalo ngga ada acara penyambutan di rumah gue temenin loe jalan. Nanti kita jadwal ulang ya jalannya." ucap Amira sambil menyatukan kedua tangannya meminta maaf.
Diana semakin cemberut. "Gue pengennya sekarang mana bisa di jadwal ulang."
Amira tertawa. "Ya udah kalo loe lagi mood aja kita jalan lagi oke. Bye gue duluan ya." ucap Amira bergegas masuk ke mobilnya. Ia segera mengemudikan mobilnya di jalanan. Baru beberapa menit berkendara, sang mama menelponnya. Amira menekan sebuah tombol di yang menempel di telinganya. "Ya Mom."
"Where are you now?" tanya Syena sang mama.
"Lagi dijalan otw pulang Mom. Ujiannya baru selesai. Kenapa?"
"Kamu ngga kemana-mana dulu kan? Buruan pulang Uncle mu udah sampai rumah."
"Iya iya sabar napa. Bawel banget deh. Dah ya lagi di jalan nih."
"Ya udah hati-hati. Inget langsung pulang ke rumah. Jangan keluyuran dulu."
"Berisik ah!” dumel Amira kesal. Ia mendengar suara tawa sang mama dan semakin membuatnya kesal. Ia memutus sambungan teleponnya. Karena jalanan macet, satu jam kemudian Amira tiba dirumah.
***
Syena tampak gelisah. Pasalnya sudah 1 jam putrinya bilang otw pulang tapi sampai sekarang belum juga sampai. Wanita itu mengomel ngga jelas apalagi saat Mamanya bertanya kapan putrinya tiba dirumah.
“Sabar aja Mom. Mungkin kena macet dijalan. Toh tadi pas pulang aja kena macet panjang.” Ucap Rangga mencoba menenangkan mama dan kakaknya.
Tak lama terdengar suara deru mobil yang masuk halaman rumah. Syena langsung mengintip dari jendela siapa yang datang dan ia tersenyum lega karena putrinya beneran tiba dirumah.
"Nah ini dia yang dari tadi di tungguin." ucap Syena saat melihat putrinya masuk ke dalam rumah. "Hi Mom." sapa Amira memeluk sang mama. Ia juga menghampiri omanya yang duduk tak jauh dari sang mama.
"Hi Oma. Maaf telat. Dijalan macet banget." ucap Amira sambil mencium tangan Omanya. "Gpp sing penting selamat sampai rumah." ucap Oma Ratna. Amira tersenyum.
Ia masih belum sadar kalau sedari tadi ada seorang pria yang terus menatapnya tak berkedip. "Ealah Oma lupa. Iki loh Om mu wes balik." ucap Oma Ratna sambil menunjuk seorang pria yang duduk di depannya.
Amira duduk di samping Omanya dan melihat seorang pria tampan berjambang tipis tengah menatapnya. 'Uncle Rangga? Dia... beneran Uncle Rangga?!' ucap Amira dalam hati. Ia masih mengingat-ngingat wajah Rangga sebelumnya. Tampak berbeda memang jauh lebih tampan dan dewasa.
"Kok malah diem aja sih. Kamu ngga sapa Uncle Rangga, dek? Katanya kangen Uncle Rangga. Giliran orangnya udah di depan mata, kamu malah diem." ucap Syena melihat putrinya terdiam membisu.
"Hi... Uncle." ucap Amira agak takut melihat Rangga yang menatapnya intens. Ia menyembunyikan tubuhnya di balik tubuh sang nenek. Rangga hanya menyunggingkan senyum.
"Kamu ngga mau cium Uncle?" tanya Rangga membuat Amira tampak kaget. Begitu juga dengan Syena dan Ratna mendengar ucapan Rangga.
Rangga tertawa melihat keterkejutan tiga wanita di depannya. "Calm down please. Sorry kebiasaan sana masih ke bawa sampai sini." ucap Rangga membuat Syena dan Ratna terlihat tenang.
"Elo tuh ya hampir aja gue tempeleng kalo berani cium anak gue." ucap Syena kesal. Rangga menanggapinya dengan tertawa. "Sorry Kak. Anggap aja becanda."
"Becanda kamu ngga lucu tahu. Apa jadinya paman dan ponakan berciuman." ucap Ratna tak suka.
"Loh emang kenapa Ma. Kalo emang saling suka dan sayang kenapa ngga. Malah di London temanku ada yang nikahin sepupunya. Padahal mereka sedarah." ucap Rangga santai.
"Wong edan. Mana boleh sedarah menikah. Kualat nanti. Pamali. Wes ndak usah samakan kebiasaan neng kono karo neng kene."
"Iya iya Ma. Duh di tanggapin serius banget deh."
Rangga mencoba mencairkan suasana dengan bertanya tentang kuliahnya Amira. Amira hanya menjawab seperlunya selebihnya Syena yang menceritakan tentang putrinya.
"Uncle ngga sangka kamu bakal secantik ini sekarang. Pasti yang mau jadi cowoknya antri nih." ucap Rangga sambil memakan puding coklat yang di suguhkan Syena.
"Ah ngga juga Uncle. Aku ngga punya pacar." jawab Amira malu tanpa berani bertatapan lama dengan Rangga.
"Bagus itu. Kalo kuliah yang fokus biar nanti dapat kerjaan yang bagus pula. Pacaran mah nanti aja."
"Jangan dengerin Om kamu dek. Kuliah ya kuliah. Kuliah sambil pacaran juga gapapa yang penting nilai kamu ngga merosot. Asal jangan kayak Om kamu yang terlalu fokus hidupnya sampe-sampe di usia begini belum juga nikah. Kamu ngga boleh kayak Om mu." cibir Syena membuat Rangga kesal.
"Kalo cowok emang harus fokus buat masa depan. Lagian aku udah punya kriteria calon istri idaman ku." ucap Rangga menatapnya intens. Amira mengerjapkan matanya. Apa tadi Rangga mengatakan itu untuknya?! Ah tak mungkin. Sepertinya hari ini ia banyak berkhayal.
"Oya? Siapa Ngga? Cakep ngga anaknya? Orang mana? Kok ngga bilang-bilang sih udah punya calon istri." ucap Syena penasaran. Begitu juga dengan Ratna.
"Mama dan Kakak akan aku kenalin di waktu yang tepat. Pasalnya dia masih malu-malu." Syena dan Ratna saling berpandangan. "Hah? Malu gimana?" tanya Ratna bingung.
"Udah deh kalau saatnya tepat Mama pasti aku kenalin ya. Udah ya aku mau istirahat dulu. Aku masih jetlag."
Rangga memilih pergi ke kamarnya meninggalkan Syena, Ratna dan Amira yang penasaran. 'Jadi Uncle udah punya calon istri ya.' gumam Amira dalam hati.
***
TBC